Segmenyang menjadi fokus layanan perusahaan sering diabaikan, namun memiliki prospek menjanjikan. Saat ini, ada sekitar 1.500 BPR yang beroperasi di Indonesia dan mengelola dana pihak ketiga (DPK) dengan nilai akumulatif sebesar US$8,3 miliar (sekitar Rp119,79 triliun). "1.500 BPR ini adalah raksasa tertidur yang sedang menunggu untuk bangun.
Industri bank perkreditan rakyat BPR mulai melihat ada cahaya terang di ujung terowongan. Seiring progres pemulihan ekonomi, kinerja industri BPR mulai berjalan on the track, setelah sebelumnya harus melewati lorong gelap akibat pandemi COVID-19. Meski memang belum kembali ke kondisi prapandemi, mesin bisnis bank rural rural bank mulai melaju positif. Laba industri yang tumbuh negatif 13,94% pada 2020 sudah berbalik arah menjadi positif. Harus diakui, tantangan memang belum berakhir. Namun, optimisme bankir-bankir BPR kembali merebak menyambut 2022. Industri BPR diyakini akan tumbuh positif. Segmen mikro yang menjadi pasar utama BPR pun terlihat mulai menggeliat. Mengacu pada data The Finance, dari sisi intermediasi, industri BPR mencatatkan pertumbuhan kredit 5,25% secara tahunan atau menjadi Rp116,58 triliun pada 2021. Pertumbuhannya memang sedikit melambat dibandingkan dengan 2020 yang mencapai 12,78%. Namun, dari sisi kualitas, kredit BPR menunjukkan perbaikan. Rasio kredit bermasalah atau non performing loan NPL tercatat 6,72%, membaik dibandingkan dengan 7,22% di 2020. Bahkan, sudah di bawah angka sebelum pandemi, misalnya di 2019 saat NPL industri BPR berada di level 6,81%. Lalu, dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga DPK terjadi lonjakan 10,23% atau menjadi Rp117,01 triliun. Kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya di BPR kembali meningkat, setelah di 2020 DPK hanya tumbuh 3,52%. Sedangkan, dari sisi aset mengalami pertumbuhan 8,62% secara tahunan, menjadi Rp168,44 triliun. Aset industri BPR yang terus tumbuh solid tentunya sesuatu yang bagus. Pasalnya, dari tahun ke tahun jumlah pemain di industri ini cenderung berkurang. Pada 2017, jumlah BPR yang berbisnis di Indonesia mencapai BPR. Kemudian, menurun menjadi pada 2018, lalu kembali berkurang menjadi di 2019. Di 2021, jumlah BPR tercatat turun dari BPR di 2020. Dengan kata lain, meski jumlah pemain berkurang, industri ini tetap tumbuh berkelanjutan. Baca BPR Go Public, Digitalisasi dan Fenomena “Tuyul” Digital Menutup 2021, secara industri, BPR membukukan laba sebesar Rp3,01 triliun atau tumbuh 3,58% dibandingkan dengan Rp2,90 triliun pada 2020. Di tahun sebelumnya, laba industri BPR anjlok 13,94%, karena masih berupaya melakukan adaptasi untuk keluar dari tekanan pandemi COVID-19, serta harus memangkas laba dan mengalokasikan pencadangan demi memitigasi risiko kredit macet. Saat ini, pandemi memang belum sepenuhnya berakhir. Namun, aktivitas ekonomi tampaknya mulai menggeliat. Para pelaku usaha mulai percaya diri mengajukan kredit ke perbankan, baik kredit modal kerja, investasi, maupun konsumsi. Bankir-bankir BPR pun tentu tak ingin ketinggalan mengoptimalkan momentum pemulihan ekonomi ini untuk memacu kinerja. Dari sisi likuiditas, industri BPR terbilang leluasa atau punya ruang cukup untuk ekspansi kredit. Data menunjukkan, di 2021, loan to deposit ratio LDR industri rural bank ada di posisi 73,67%. Upaya BPR dalam memacu deru mesin bisnis bukan tanpa tantangan. Bahkan, sebelum pandemi COVID-19 pun, industri ini sudah mengalami tekanan. Seperti diketahui, segmen mikro menjadi medan persaingan bankir-bankir rural bank. Lahan bisnis tersebut dalam berapa tahun belakangan makin disesaki banyak pemain. Mulai dari bank umum skala raksasa, baik dari sisi kapasitas maupun sumber daya, hingga lembaga keuangan mikro dan financial technology fintech berebut segmen mikro. Kredit program dari pemerintah, seperti Kredit Usaha Rakyat KUR dengan suku bunga 6%, bahkan disubsidi lagi 3% di masa pandemi ini, tentu menambah persaingan bagi kredit BPR. Dari sisi pricing, sulit bagi BPR untuk bersaing dengan bank umum, apalagi kredit program seperti KUR. Suku bunga BPR relatif lebih tinggi. Ini tidak lepas dari mahalnya biaya dana yang harus ditanggung BPR. Mayoritas DPK BPR bersumber dari dana mahal, yakni deposito. Per Desember 2021, misalnya, dari total Rp117,01 triliun DPK industri BPR, sebanyak Rp81,14 triliun atau setara dengan 69,34% di antaranya berasal dari deposito. Selain itu, biaya operasional BPR relatif tinggi, karena kebanyakan BPR melakukan jemput bola atau turun langsung ke lapangan untuk mendapatkan bisnis. Di lain sisi, layanan keuangan berbasis fintech, khususnya peer to peer P2P lending, juga menjadi pesaing bagi industri BPR. Kecepatan bisnis proses dan jangkauan yang luas membuat fintech bisa berkembang cepat. Jumlah pinjaman yang disalurkan fintech pun terus meroket. The Finance mencatat, hingga akhir 2021, penyaluran pinjaman oleh fintech sudah tembus Rp283,95 triliun, melejit 82,13% dari 2020 sebesar Rp155,90 triliun. Penyaluran pinjaman fintech sudah melampaui realisasi kredit BPR secara industri. Jumlah fintech yang terdaftar dan diawasi OJK per Desember 2021 sebanyak 103 perusahaan. Beberapa dari fintech ini juga disokong oleh grup-grup besar, baik investor dari dalam maupun luar negeri. Digitalisasi memang menawarkan kecepatan dan kemudahan. Dari sisi biaya juga lebih efisien. Industri BPR pun terus didorong untuk melakukan transformasi digital, agar lebih berdaya saing. Di era sekarang, inovasi layanan dan teknologi digital menjadi bagian tidak terpisahkan bila tidak ingin tergulung disrupsi. Pun demikian bagi BPR. Sudah saatnya BPR menjadi “lebih” digital. Langkah digitalisasi sebenarnya sudah diambil oleh sejumlah BPR, terutama mereka yang punya sumber daya mumpuni untuk mengembangkan sektor teknologi informasi TI. Investasi digital memang membutuhkan investasi atau belanja modal cukup tinggi di awal. Harus diakui, tidak semua BPR mempunyai kapasitas untuk membangun infrastruktur digital yang mumpuni. Opsi kolaborasi dengan perusahaan berbasis teknologi ataupun fintech bisa menjadi win-win solution. BPR bisa melakukan ekspansi kredit dengan lebih masif dengan sokongan teknologi. Sementara, dari sisi nasabah akan makin dimudahkan dalam mengakses layanan keuangan. Tantangan digitalisasi BPR tidak hanya datang dari sisi investasi, tapi juga perlu adanya perubahan model bisnis. Selama ini, bank-bank rural unggul di segmen mikro berkat karakteristik bisnisnya yang mengedepankan kelokalan dan kedekatan personal. Maka, bila melakukan transformasi digital, BPR juga perlu mengedukasi pasarnya agar nyaman dan terbiasa dengan sentuhan digital. OJK sendiri akhir 2021 sudah meluncurkan Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia RP2I 2021-2025 bagi Industri Bank Perkreditan Rakyat BPR dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS. Roadmap ini digagas untuk meningkatkan kontribusi nyata rural bank bagi masyarakat dan perekonomian di daerah. Dalam roadmap ini, OJK memberi ruang kepada BPR dan BPRS u ntuk menyalurkan pinjaman kepada debitur di luar wilayah operasional. Caranya ialah berkolaborasi dengan pelaku industri sektor jasa keuangan lain, termasuk fintech lending ataupun perusahaan berbasis teknologi lain, seperti e-commerce atau ekosistem digital lainnya. OJK mendorong upaya digitalisasi BPR dan BPRS. Ada empat pilar utama dalam roadmap tersebut. Pertama, penguatan struktur dan keunggulan kompetitif. Kedua, akselerasi transformasi digital. Langkah ini diperlukan untuk mendukung peningkatan daya saing BPR dan BPRS terkait produk dan layanan digital, utamanya melalui sinergi dan kolaborasi dengan lembaga lain. Ketiga, penguatan peran BPR dan BPRS terhadap daerah dan wilayahnya. Keempat, penguatan pengaturan, perizinan, dan pengawasan. Selain digitalisasi, BPR menghadapi tantangan dari sisi permodalan. BPR berkejaran dengan waktu demi memenuhi aturan modal minimum yang telah ditetapkan OJK. Melalui POJK Nomor 5/ tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum, OJK mewajibkan BPR memenuhi modal minimum yang ditetapkan sebesar Rp3 miliar pada 2020 dan Rp6 miliar paling lambat 31 Desember 2024. Terlepas dari semua tantangan yang dihadapi, The Finance mencatat sejumlah BPR tetap mampu menorehkan kinerja cemerlang sepanjang tiga tahun terakhir. BPR-BPR berkinerja gemilang tersebut masuk dalam kajian “The Finance OP 100 BPR 2022”. Kajian ini dilakukan The Finance Institute dan mengacu pada data kinerja periode September 2019 sampai dengan September 2021. Dalam “The Finance TOP 100 BPR 2022”, bank-bank rural yang berkinerja apik dan berkelanjutan selama tiga tahun terakhir dikategorikan dalam tiga kelompok aset 1 BPR beraset Rp100 miliar ke atas, 2 BPR berasetRp35 miliar sampai dengan di bawah Rp100 miliar, 3 BPR beraset Rp5 miliar sampai dengan di bawah Rp35 miliar. Di kelas BPR beraset Rp100 miliar ke atas, BPR Sejahtera Artha Sembara menjadi kampiun. Nilai atau skor total 99,79 mengantarkan BPR asal Kota Pekalongan ini mengungguli para pesaingnya di kelas atas. BPR Sejahtera Artha Sembada tercatat memiliki total aset Rp182,16 miliar per September 2021. BPR Sejahtera Artha Sembada dibayangi BPR Lingga Sejahtera yang ada di posisi kedua dengan nilai total 99,43. BPR berbasis di Kotawaringin Barat ini tercatat mempunyai total aset Rp618,65 miliar per September 2021. Melengkapi posisi tiga besar ada BPR Berkah asal Pandeglang dengan nilai total 98,95. BPR ini tercatat beraset Rp201,32 miliar. Selanjutnya, di kelompok BPR beraset Rp35 miliar sampai dengan di bawah Rp100 miliar, BPR Dhanatani Cepiring menduduki posisi teratas. BPR beraset Rp43,55 miliar ini berasal dari Kendal, Jawa Tengah, dan meraih nilai total 99,45. Posisi kedua di kelompok ini menjadi milik BPR Citanduy asal Cilacap. BPR dengan aset sebesar Rp92,47 miliar ini meraih nilai/skor 99,24. Lalu, ada BPR Makmur Artha Sedaya di peringkat ketiga dengan total skor 99,09. BPR yang berbasis di Kota Tangerang Selatan, Banten, ini tercatat memiliki total aset sebesar Rp56,26 miliar. Sementara, BPR Dana Raya Jawa Timur menjadi jawara di kelompok BPR beraset Rp5 miliar sampai dengan di bawah Rp35 miliar. BPR asal Kota Sidoarjo, Jawa Timur, ini meraih total skor 99,20. Total asetnya tercatat sebesar Rp23,95 miliar per September 2021. Di posisi berikutnya ada BPR Ingertad Bangun Utama asal Kutai Kartanegara. BPR beraset 33,19 miliar ini meraih total nilai 98,30. Selanjutnya di posisi ketiga ada BPR Guna Yatra asal Kota Surabaya. BPR ini tercatat memiliki aset sebesar Rp16,01 miliar. Total skornya 97,74. Ari Astriawan Selengkapnya Baca Majalah Digital The Finance Top 100 BPR 2022
1 Tingkat likuiditas PD.BPR BANK DAERAH Karanganyar dilihat dari current ratio dan cash ratio selama periode 2006 sampai 2008 adalah cukup stabil. Ini ditunjukkan dengan hasil perhitungan current ratio dan cash ratio yang menunjukkan kenaikan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan besar nilai rasio di tahun dasar (2006),.meskipun di tahun 2008 menunjukkan penurunan, namun current ratio
BPRLestari Jabar adalah bagian dari BPR Lestari Group yang merupakan salah satu group BPR terbesar di Indonesia. Dengan total aset group sebesar 7,7 Triliun, menjadikan BPR Lestari Jabar lembaga keuangan terpercaya untuk memenuhi kebutuhan finansial Anda.
BIsniscom, SLEMAN - Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 2015 berhasil memiliki aset terbesar se-Indonesia dan menjadi bank milik pemerintah daerah terbaik. "Pada Maret 2015 aset BPR Bank Sleman telah menyalip aset Bank Pasar Magelang yang akhir 2014 menjadi nomor satu di Indonesia. Sehingga pada Maret 2015 BPR Bank Sleman mempunyai aset terbesar se
10June 2020 14:44 PM. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Prima Multi Makmur, menjadi BPR yang memiliki aset terbesar se-Kalimantan Barat. Sementara di Pulau Kalimantan, BPR Prima Multi Makmur berada di peringkat kedua untuk urusan aset. Predikat ini berdasarkan pemeringkatan terbaru yang dikeluarkan Majalah Infobank edisi Mei 2020.
AssetBPR Lestari Kini Nomor 2 Terbesar Se-Indonesia. Tahun 2016 bagi industry perbankan Indonesia merupakan tahun yang cukup sulit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Buktinya, OJK pun harus mengkoreksi pertumbuhan kredit perbankan yang awalnya di target tumbuh 10% -11% di akhir tahun ini, menjadi 7% - 9%.
TangerangNo. 06 Tahun 2007 Tentang Pembentukan PD BPR Kerta Raharja; Peraturan Mendagri. Peraturan Bank Indonesia. No. 8/26/PBI/2006 Tentang BPR; No. 11/13/PBI/2009 Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit; BPR KR Buka Cabang Baru di Kota Serang June 23, 2020.
Berikutadalah Daftar Bank Perkreditan Rakyat Konvensional di Indonesia sampai dengan periode Juni 2016 berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan. Daftar ini akan diperbarui berkala mengingat jumlah BPR yang tidak sama setiap tahunnya. Hal ini sejalan dengan peraturan OJK Nomor 5 Tahun 2015 terkait pembatasan modal inti minimum yang harus dipenuhi BPR sebesar 6 Milyar rupiah.
Harianjogjacom, SLEMAN—PD BPR Bank Sleman ditetapkan sebagai BPR terbaik dengan kategori BPR beraset Rp500 juta hingga Rp1 triliun pada Anugerah BPR Indonesia 2018.Hingga kini Bank Sleman tercatat memiliki total kurang lebih sebesar Rp766,79 miliar. Bupati Sleman, Sri Purnomo menjelaskan menurut laporan yang telah diaudit, pada 2018 dan 2019 PD BPR Bank Sleman juga memperoleh penghargaan
DrwPo6. xjb05ydfem.pages.dev/551xjb05ydfem.pages.dev/196xjb05ydfem.pages.dev/106xjb05ydfem.pages.dev/690xjb05ydfem.pages.dev/592xjb05ydfem.pages.dev/720xjb05ydfem.pages.dev/102xjb05ydfem.pages.dev/810xjb05ydfem.pages.dev/100xjb05ydfem.pages.dev/378xjb05ydfem.pages.dev/484xjb05ydfem.pages.dev/640xjb05ydfem.pages.dev/600xjb05ydfem.pages.dev/545xjb05ydfem.pages.dev/351
bpr terbesar di indonesia