Berdasarkanrumusan masalah yang disusun oleh penulis di atas, maka tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui apa itu pendidikan karakter. 2. Untuk mengetahui apa itu beda karakter dan kepribadian. 3. Untuk mengetahui contoh program pendidikan karakter. 4. Untuk mengetahui hubungan pendidikan karakter dengan
"Mengubah perilaku, kan? Yang tadinya malas jadi rajin, gak korupsi, PNS gak bolos.” Itulah ungkapan polos Ridwansyah 30, seorang supir taksi, ketika ditanya tentang apa itu revolusi mental. Bagi masyarakat kebanyakan, revolusi mental dipandang sebagai gerakan untuk mengubah perilaku buruk para pemangku jabatan pemerintahan ke arah yang lebih baik. Namun sejatinya, cakupan revolusi mental jauh lebih luas. Tidak hanya untuk kalangan birokrasi, namun juga untuk seluruh anak bangsa. Prof Paulus Wirutomo menyatakan, bangsa ini sedang terlilit berbagai masalah besar yang menggerogoti setiap sendi kehidupan masyarakat. Masalah ini melanda semua golongan, baik dari kalangan bawah, kalangan atas, kalangan tidak terdidik, kalangan terdidik, dari tukang becak hingga pejabat.“Penyakit yang menggerogoti bangsa ini tidak hanya korupsi, namun juga ketidakdisiplinan, ketidakjujuran, pelanggaran norma, intoleransi, hilangnya rasa saling menghargai dan menghormati, dan memudarnya rasa nasionalisme. Dan harus diakui, penyakit itu melanda hampir semua orang,” kata guru besar Universitas Indonesia menambahkan, Indonesia saat ini sedang mengalami krisis mental yang cukup parah. Oleh karena itu, butuh gerakan untuk menyembuhkan krisis tersebut. “Perlu sebuah gerakan masif yang didukung oleh seluruh elemen masyarakat Indonesia. Gerakan menuju Indonesia yang lebih baik,” Manusia BaruKonsep revolusi mental sendiri berasal dari ide Presiden RI pertama, Ir Soekarno, yang bertujuan membentuk manusia baru yang lebih baik dan lebih tangguh dari sebelumnya, dengan membuang hal-hal negatif yang ada di dalam diri manusia Indonesia. “Revolusi mental merupakan satu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala,” kata Soekarno dalam salah satu era masa kini, Presiden Joko Widodo menterjemahkan revolusi mental sebagai gerakan untuk lebih memperkukuh kedaulatan, meningkatkan daya saing dan mempererat persatuan bangsa. Dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo, revolusi mental merupakan bagian terpenting untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan Pancasila. Karena dasar fundamental untuk menjadi bangsa besar dimulai dari pembangunan karakter Mental menjadi gerakan kolektif yang melibatkan seluruh anak bangsa dengan memperkuat peran semua institusi pemerintah dan pranata sosial-budaya yang ada di masyarakat dilaksanakan melalui internalisasi nilai-nilai esensial pada individu, keluarga, institusi sosial, masyarakat sampai dengan lembaga-lembaga yang ingin dicapai dari revolusi mental adalah upaya membangun budaya bangsa yang bermartabat, modern, maju, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila. Untuk mencapai hasil tersebut, telah disusun Inpres Gerakan Nasional Revolusi Mental GNRM dan Peta Jalan Gerakan Nasional Revolusi pemerintah, GNRM adalah bagian dari kesungguhan untuk memperbaiki standar pelayanan publik, meningkatkan kepuasan warga terhadap pelayanan publik, meningkatkan daya saing produk dan konsumsi dalam negeri, meningkatkan kerukunan warga, meningkatkan kerjasama dan partisipasi dalam pembangunan, meningkatkan kualitas hidup dan kepercayaan di masyarakat, penyederhanaan presedur pelayanan publik, keterbukaan informasi, meningkatkan kepastian pelayanan dan efesiensi biaya pelayanan. Hal-hal itulah yang akan menjadi indikator keberhasilan dari Pilar UtamaPermasalahan yang masih dihadapi dalam pembangunan lintas bidang revolusi mental, mencakup tiga pilar utama, yaitu kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, dan kepribadian dalam kebudayaan. Berbagai permasalahan yang terkait dengan tiga pilar utama tersebut harus diatasi terlebih dahulu, sehingga pembentukan mental baru dapat terkait kedaulatan politik misalnya pelembagaan demokrasi belum terbangun dengan baik sehingga rakyat belum sepenuhnya berdaulat secara politik. Kepatuhan dan penegakan hukum masih lemah serta budaya hukum belum tumbuh secara optimal. Selain itu, birokrasi pemerintahan belum efsien dan budaya pelayanan masih kemandirian ekonomi, masih terlihat bahwa daya saing Indonesia masih rendah yang disebabkan oleh praktik ekonomi yang kurang efsien dan produktivitas yang rendah. Di sisi lain, kedaulatan pangan dan energi juga belum masalah terkait kepribadian dalam kebudayaan yang dihadapi di antaranya belum optimalnya pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan kearifan lokal yang relevan dengan kehidupan bermasyarakat. Selain itu, sikap kesetiakawanan dan kekeluargaan perlu diperkuat dalam mengatasi masalah atau melaksanakan suatu hajat dalam kehidupan dan Strategi TepatSemua permasalahan tersebut harus diatasi melalui arah kebijakan dan strategi yang tepat. Dalam hal kedaulatan politik misalnya, perlu peningkatan kualitas peran dan fungsi lembagalembaga demokrasi; jaminan pemenuhan kebebasan sipil dan hak-hak politik rakyat, termasuk peningkatan peran organisasi masyarakat sipil dan peningkatan keterwakilan perempuan dalam politik dan pengambilan keputusan lain yakni dengan pemantapan iklim kondusif bagi terpeliharanya stabilitas sosial politik yang ditandai dengan menurunnya konflik sosial politik; peningkatan kepatuhan dan penegakan hukum serta reformasi peradilan secara konsisten dan berintegritas; dan peningkatan kontribusi dan kualitas peran kebijakan luar negeri Indonesia dalam berbagai forum internasional untuk mendukung pencapaian kepentingan nasional di dalam ekonomi dibangun melalui penguatan nilai-nilai persaingan usaha yang sehat di kalangan pelaku ekonomi, pemerintah dan masyarakat. Tak kalah penting adalah peningkatan kemandirian ekonomi nasional melalui peningkatan penggunaan produk dalam negeri, pengelolaan energi dan pangan melalui hilirisasi produk-produk pertanian pangan danpengolahan minyak bumi dan hasil tambang, serta pemberdayaan pelaku usaha kecil-menengah, ekonomi dan industri kreatif, ekonomi rakyat dan ekonomi subsisten dengan meningkatkan pemerataan peluang dalam pengembanganekonomi dan distribusi aset-aset produktif yang adil. Pada saat yang sama diupayakan peningkatan pemanfaatan potensi laut dan pariwisata bahari, serta peningkatan dan pengembangan iklim yang kondusif bagi inovasi melalui peningkatan sistemlogistik nasional dalam rangka distribusi bahan produksi dan terkait kepribadian dalam kebudayaan, permasalahan diatasi melalui pengembangan karakter dan jati diri bangsa yang tangguh, berbudaya, dan beradab, serta berdaya saing dan dinamis, yang dilandasi oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berdasarkan Pancasila. Kesadaran masyarakat akan kemajemukan yang menuntut setiap warganegara hidup rukun, toleran, gotong royong, dan menjaga hubungan sosial yang harmonis juga harus ditingkatkan. Di sisi lain, peningkatan pendidikan yang berkualitas untuk melahirkan manusia-manusia unggul, melalui peningkatan kualitas lembaga pendidikan sebagai sarana dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan peningkatan peran keluarga sebagai basis utama dan pertama pembentukan karakter dan kepribadian anak. Dan tak ketinggalan perlu peningkatan kampanye publik melalui berbagai media flm, sastra, iklan layanan masyarakat, untuk menumbuhkan etos, semangat berkarya, daya juang, sikap antikorupsi, orientasi mencari ilmu, hidup toleran dan menjaga harmoni sosial di dalam masyarakat Berbagai ElemenRevolusi mental merupakan investasi jangka panjang yang harus diperjuangkan mulai saat ini, hari ini, detik ini. Gerakan ini bukanlah proyek, akan tetapi gerakan sosial yang bersifat partisispatif, yaitu kolaborasi pemerintah, masyarakat sipil, sektor privat dan kalangan gerakan ini akan berhasil merevolusi mental bangsa? Ada sebuah ungkapan, setiap bangunan megah awalnya hanyalah sebuah sketsa. Setiap kupu-kupu dulunya hanyalah ulat. Tidak penting bagaimana hasil akhirnya, tetapi bagaimana kita memulai dan berproses, karena tahapan hidup yang harus dilalui adalah bekerja keras untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Keempatkompetensi ini penting dikembangkan sejak usia dini untuk membangun dan menanamkan keterampilan sosial murid. Karena dengan mengembangkan keempat aspek sosial emosional murid tersebut akan berimplikasi pada tertanamnya sifat-sifat baik/ karakter-karakter unggul pada diri murid dalam dunia sosial. Metode-metode seperti bermain, modeling
Pada umumnya, acara perpisahan sekolah baik jenjang SD hingga SMA/SMK akan dibuka dan ditutup dengan sebuah doa. Bacaan doa pada saat acara perpisahan sekolah penting diamalkan demi kelancaran kegiatan dan perjalanan para siswa untuk menggapai mimpi mereka masing-masing. Berikut ini bacaan doa untuk acara perpisahan sekolah lengkap tulisan latin dan dalam bahasa Indonesia. Bacaan Doa 1 Bismillahirrohmanirrohim. Alhamdulillahirabil’alamiin, Yaa Allah Ya Tuhan kami, Engkau Maha Pengasih lagi Maha Pemurah Pada hari dengan segala kelemahan dan kerendahan hati, kami bersimpuh dihadapan-MU untuk berdo’a dan bermunajat kepada-Mu Ya Allah. Atas karunia dan ridho-Mu pada hari ini kami dapat melaksanakan acara pelepasan dan perpisahan siswa-siswi kelas sebutkan kelas yang diwisuda Atas karunia dan ridho-Mu pula, bimbinglah kami, tunjukkanlah kami pada jalan yang lurus, shirotholmustaqim, sehingga dalam ibadah,belajar, bekerja serta menjalankan berbagai macam kegiatan dan aktifitas senantiasa dalam hidayah dan lindungan-Mu Ya Allah. Yaa Allah Yaa Ghofar, Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun Dihadapan-Mu kami adalah makhluk yang lemah, Hamba-Mu yang banyak salah, dan bergelimang dosa, Ampunilah dosa-dosa kami, dosa orang tua kami, dosa guru-guru kami, dosa anak-anak kami dan dosa para pemimpin kami. Yaa Allah Ya Tuhan kami, Engkau Maha Kuasa Engkau Maha Sempurna..Engkau yang menguasai segala makhluk. Hari ini kami sangat berbahagia Ya Allah Ya Tuhan. Terimakasih Ya Allah..3x Kami sebagai orang tua, kami dan guru dapat mengantarkan anak-anak kami, meluluskan siswa-siswi sebutkan nama sekolah dengan tingkat kelulusan 100 persen. Ya Allah mudahkanlah mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi tanpa halangan suatu apapun, sehingga akan tercapai segala hajat dan cita-citanya serta sukses dunia dan sukses akhirat. Yaa Syakur, Yaa Aziiz. Jadikanlah anak-anak kami anak shaleh dan shalehah, Anak-anak yang pandai bersyukur kepada-Mu Ya Allah, Anak-anak yang pandai berbakti kepada orang tua,Anak-anak yang pandai menghormati dan taat kepada guru. Yaa Allah Ya Tuhan kami. Curahkanlah kami ilmu dan rizki yang barokah serta bermanfaat. Agar kami mampu membimbing dan mendidik anak-anak kami,menjadi anak berprestasi fiddunya wal akhirot Curahkanlah kepada kami kekuatan dan kesehatan, agar kami mampu menjalankan amanah yang telah Engkau berikan. Berikanlah kami kesabaran, agar kami mampu menerima segala cobaan dan ujian. Yaa Allah Ya Tuhan kami. Lapangkanlah hati kami, bukakanlah penglihatan dan pendengaran hati kami, agar kami ikhlas dan ridho dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada kami. Jadikanlah bangsa kami bangsa yang santun, bangsa yang bermoral, bangsa yang bermartabat, bangsa yang pandai menghargai jasa para pahlawan, jasa para guru dan para syuhada, serta pejuang. Ya Allah Ya Tuhan kami. Jadikanlah Negara kami negara yang aman, damai, dan makmur menjadi negara yang Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur. Ya Allah Ya Tuhan kami. Kabulkanlah doa kami, terimalah permintaan kami. Robbanaa Aatina Fiddunya Hasanah Wa Fil Akhiroti Hasanah Waqina Adzabannar. Walhamdulillahirobbil Alamin. Bacaan Doa 2 بِسْمِ اللّٰهِ الرَحْمنِ الرَّحِيْمِ اَلْحَمْدُ لِهِٰ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ عَلَيْ اَشْرَفِ الْمُرْسَلِيْنَ وَ عَلَيْ اَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ اَجْمَعيْنَ اللّٰهُمَّ إِنَّكَ خَلَّاقُ الْعَظِيْم إنَّكَ سَمِيْعٌ عَلِيْم, إِنَّكَ غَفُوْرٌ رَحِيْم, إِنَّكَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْم, الْبَرُّ الْجَوَادُ الْكَرِيْم Ya Allah yang Maha Pengasih Tiada kata yang patut kami haturkan melainkan sanjungan tertinggi bagiMu, karena hanya atas kuasa dan ijin-Mu lah pada hari ini kami bisa berkumpul dalam rangka melaksanakan acara perpisahan dan pelepasan siswa/siswi kelas ….. untuk itu ya Allah berkati dan ridhoi acara kami ini. Yaa Allah yang Maha Pengampun Kami sadar begitu banyak dosa dan kesalahan yang telah kami. Ampunilah segala dosa dan kesalahan kami, dosa guru-guru dan orang tua kami. Ya Allah, ya Rahman ya Rahim Limpahkanlah rahmat dan karuniamu kepada guru-guru dan orang tua kami yang sangat kami cintai. Karena atas jasa besar merekalah kami semua bisa memiliki ilmu untuk seterusnya kita terapkan dalam kehidupan kami. Ya Allah yang Maha Pemurah Berikanlah kami keberkahan ilmu yang telah kami pelajari semasa di sekolah ini. Bimbinglah kami pada jalan yang lurus, yaitu jalan yang Engkau Ridhai. Jadikan sekolah ini adalah sekolah yang selalu melahirkan generasi muda yang unggul dalam prestasi dan memiliki akhlak yang mulia. Ya Allah … Limpahkanlah Rahmat dan Hidayah Mu, curahkanlah ilmu dan hikmah Mu kepada kami, agar kami mampu menjadi hamba-hambaMu yang selalu amanah dalam menjalani kehidupan ini, lulus dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan dari Mu, serta ikhlas dalam mengabdi kepada Mu. Ya Allah, Tuhan Yang Maha Mendengar Kabulkanlah doa dan permohonan kami. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ Subhana rabbika rabbil izzati amma yasifun wa salamun alal mursalin wal hamdulillahi rabbil alamin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Baca juga Arti Lailaha Ilallahu Wahdahu La Syarikalah, Doa dan Dzikir yang Diucapkan Rasulullah di Hari Arafah Baca juga Arti Salamun Alaikum Bima Shabartum, Bacaan Surat Ar Rad Ayat 24, Doa Malaikat Bagi Orang yang Sabar Baca juga Lafal Doa Niat Kurban untuk Diri Sendiri dan Keluarga Ayah Ibu Lengkap Arab Latin Arti Itulah kumpulan bacaan doa untuk perpisahan sekolah lengkap tulisan latin dan terjemahannya. Baca artikel dan berita Tribun Sumsel lainnya langsung dari google news
MembangunPers Nasional yang Merdeka dan Bebas untuk Indonesia yang Maju, Mandiri dan Bermartabat. 18 Februari 2013 admin. Oleh: Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai prasyarat tercapainya tujuan nasional dan terciptanya peradaban Indonesia yang maju sejajar dengan bangsa–bangsa lain di dunia. Apa yang saya perbuat tersebut–-demikian juga
Jawabanindonesia mampu untuk menjadi bangsa yang maju, beranjak dari bangsa yang berkembang dengan syarat kualitas SDM yang memadaiketidaktergantungan pada SDA yang secara berlebihan pengoptimalan SDAkemajuan dan kesadaran moral khususnya ham dan etikamental yang perlu dimiliki adalah disiplinetos kerja yang tinggitekunmandiritanggung jawab yang tinggi atas hak dan kewajiban yang dimiliki.
\n \n agar bangsa indonesia mampu menjadi bangsa yang maju dan bermartabat
Pendidikanmerupakan kunci pembangunan sumber daya manusia untuk Indonesia emas 2045, yang adil dan sejahtera, aman dan damai serta maju dan mendunia. pendidikan yang akan menentukan bagaimana masa depan angsa ini, apakah menjadi bangsa yang beradab, cerdas dan siap berkompetisi di era globalisasi. SUNGGUH merupakan suatu kehormatan besar bagi saya pribadi, juga sebagai Ketua Umum Partai NasDem yang kini mendapat penghargaan dari Ikatan Alumni ILUNI Program Studi Pascasarjana Universitas Indonesia menyampaikan beberapa pokok pikiran tentang tantangan bangsa Indonesia kini dan di masa depan. Sebab, momen ini merupakan kesempatan emas amat berharga bagi saya pribadi mendapatkan kepercayaan guna memberi sumbangsih lebih kepada bangsa ini melalui kontribusi gagasan dan konsepsi pemikiran positif, konstruktif, dan produktif demi terwujudnya visi-misi dan cita-cita proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia sebagi bangsa berdaulat, adil, makmur, dan sejahtera. Baca juga Surya Paloh Serukan Hormati Pluralisme Oleh karena itu, rasanya tidak berlebihan bila pada kesempatan berbahagia ini, pertama-tama saya ingin mengekpresikan rasa kegembiraan serta rasa hormat dan terima kasih saya setinggi-tingginya kepada panitia penyelenggara serta salam hangat saya kepada segenap keluarga besar Universitas Indonesia, secara khusus insan ILUNI atas kepercayaan dan penghargaan ini, juga atas kebahagiaan yang hari ini kita rasakan bersama dalam suasana kekeluargaan yang harmoni, sehubungan dengan kehadiran kita sebagai bangsa yang dalam waktu tiga hari ke depan akan secara bersama-sama merayakan kegembiraan memperingati 74 tahun lahirnya negara bangsa Indonesia yang sama kita cintai dan banggakan ini. Kita juga patut memanjatkan puji dan syukur kita ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala nikmat dan karunia rachmat yang kita terima selama ini dalam perjalanan hidup di keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, hingga di usia ke 74 tahun kurang tiga hari ini. Semoga dengan bertambahnya usia, bangsa ini dapat menjadi lebih dewasa dan matang, sehingga mampu menghadirkan semangat baru dalam membantu pemerintah dan negara untuk segera menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa yang dihadapi saat ini dan ke depan, agar cita-cita besar dan mulia bangsa ini untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, adil dan makmur, dapat segera dicapai. Ketika mendapat undangan dari keluarga ILUNI ini untuk memberi kuliah umum dengan tema Tantangan Bangsa Indonesia Kini dan Di Masa Depan, selaku insan politik yang sungguh concern pada dunia pendidikan guna mencerdaskan generasi bangsa ini, jujur, saya menyambut gembira undangan tersebut. Namun demikian, saya harus jujur pula menyampaikan di sini, bahwa saya sempat tertegun dan bertanya-tanya di dalam hati, apakah tidak keliru permintaan panitia dalam undangan ini? Saya merasa bahwa tema yang ditawarkan oleh panitia sesungguhnya sangat tidak mudah untuk saya bahas dengan baik dalam forum ilmiah seperti ini, mengingat latar belakang saya yang kesehariannya lebih banyak menggeluti dunia politik dan bisnis, dan bukanlah seorang akademisi, apakah dosen atau peneliti. Sedangkan tema yang ditawarkan oleh panitia ini, hemat saya, jauh lebih pantas dibahas oleh para akademisi. Karena memang jauh lebih dekat korelasinya dengan kawan-kawan akademisi, yang secara rutin sehari-harinya menggeluti tugas penelitian dan pengkajian. Meskipun demikian, saya tentu harus tetap dengan sangat hormat menghargai niat dan kehendak baik panitia yang telah dengan kepercayaan penuh memberi tawaran tugas kepada saya untuk membahas masalah Tantangan Bangsa Indonesia Kini dan Di Masa Depan ini. Dan, saya akan mencoba membahas sejauh yang saya bisa lakukan, tentu saja dengan beberapa batasan catatan khusus. Catatan pertamanya adalah bahwa, pada aspek substansi, saya tentu akan membatasi diri dalam memaparkan beberapa pokok pikiran saya ini, dengan hanya dari perspektif catatan singkat saya yang saya peroleh melalui observasi sederhana serta refleksi pribadi saya terhadap berbagai fenomena dan/atau peristiwa yang terpotret sepanjang perjalanan kehidupan sosial politik kebangsaan kita, terutama yang terjadi beberapa waktu belakangan ini. Sedangkan catatan keduanya, adalah bahwa, pada aspek metode, tanpa harus mengajarkan itik berenang atau kodok dan tupai melompat, saya juga tentu tidak ingin menyampaikan pokok-pokok pikiran saya ini melalui pola perkuliahan sebagaimana dikehendaki oleh panitia. Sebab, rasanya kurang elok apabila saya harus memberi kuliah umum kepada kalangan sangat terpelajar seperti para guru besar dan bapak/ibu sekalian yang saya banggakan ini. Saya merasa lebih pantas menyampaikannya dalam format yang ringan dan rileks namun memadai, sekadar sebagai sharing pengantar diskusi. Ruang lingkup materi Agar tidak menyimpang atau melebar ke sana-sini, maka ruang lingkup materi kita hanya akan difokuskan pada potret tentang kondisi Indonesia hari ini. Di samping itu, juga mengidentifikasi segenap potensi yang bisa menjadi peluang untuk menjadikan Indonesia ini negara maju, sekaligus berbagai potensi tantangan yang bisa menghambat upaya dan usaha-usaha kita memajukan bangsa ini di masa depan. Semua ini tentu saja dengan terlebih dahulu meneropong dan menelusuri rencana-rencana dan cita-cita besar yang digagas dan dicanangkan, baik oleh the founding fathers dahulu maupun oleh pemerintahan yang kini berjalan sebagai tolok ukur. Bertitik tolak dari sanalah, kita akan secara jernih mengidentifikasi berbagai tantangan yang dihadapi kini dan ke depan. Dari sana pulalah kita akan menemukan jawaban dan jalan keluar untuk menghantarkan bangsa ini keluar dari tantangan-tantangan tersebut guna dapat mewujudkan Visi Indonesia Maju, yang juga sejalan dengan mimpi dan cita-cita besar tentang Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya. Tentang Visi Indonesia Maju Bapak/Ibu Undangan dan Para Hadirin sekalian yang berbahagia, bangsa ini baru saja menyelesaikan sebuah perhelatan politik besar, yakni sebuah proses politik demokratik untuk melakukan seleksi kepemimpinan nasional, baik kepemimpinan di bidang eksekutif untuk menghadirkan Presiden dan Wakil Presiden pilihan terbaik rakyat, maupun para anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari DPR RI hingga DPRD provinsi, kabupaten, dan kota. Sebagai bangsa, kita telah melakukannya dengan sangat baik dan sukses dalam perspektif tertentu, sehingga mendapatkan banyak apresiasi dari banyak negara, meskipun masih dijumpai beberapa kekurangan dan kelemahan, termasuk munculnya fenomena gesekan sosial politik yang kadang-kadang keras menjurus kepada lahirnya potensi konflik horisontal. Namun kita mampu mengeliminasi potensi negatif itu dengan baik hingga di titik akhir. Untuk itu, kita sepatutnya bersyukur kepada Allah SAW, Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan rida-Nya kepada bangsa ini, juga kepada pihak penyelenggara pemilu yang telah melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Melalui proses politik yang penuh dinamika tersebut, rakyat Indonesia akhirnya berhasil mendapatkan sepasang pribadi Presiden dan Wakil Presiden, yakni Jokowi dan KH Ma’ruf Amin, yang akan memimpin bangsa ini untuk periode lima tahun ke depan guna membangun dan merealisasikan mimpi besar Indonesia sebagai negara maju – visi yang sungguh menggambarkan harapan serta membangkitkan obsesi sekaligus optimisme besar dan kuat akan kemajuan Indonesia di masa depan, bahkan menjadi negara terkuat di dunia. Tentu masih sangat segar dalam ingatan kita, terdapat lima poin utama yang selalu disampaikan Presiden terpilih Joko Widodo Jokowi dalam visinya untuk membangun Indonesia Maju di periode kedua pemerintahannya. Pertama, Jokowi menyebut akan melanjutkan pembangunan infrastruktur di periode kedua pemerintahannya, dengan fokus pada usaha menyambungkan infrastruktur-infrastruktur yang telah dibangun dengan kawasan-kawasan industri, kawasan, pertanian dan perkebunan serta kawasan ekonomi khusus, dan juga pariwisata. Poin kedua yang disampaikan Jokowi adalah niat menggencarkan pembangunan sumber daya manusia SDM. Presiden terpilih Jokowi berpandangan bahwa pembangunan SDM adalah prasyarat kunci untuk menjadikan Indonesia negara yang lebih maju. Di samping itu, di bidang kesehatan, Jokowi menekankan harus tersedia menjamin kesehatan ibu sejak hamil, bayi, balita, dan anak-anak sekolah yang memang diperlukan untuk bayi dan anak-anak guna mencetak manusia Indonesia yang unggul ke depan. Untuk itu, Jokowi beberapa kali menegaskan bahwa jangan sampai ada stunting, jangan sampai ada kematian ibu dan bayi yang meningkat. Tugas besar kita ada di situ. Di sektor pendidikan, Jokowi juga berjanji akan terus meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak-anak Indonesia. Ia juga menyampaikan bahwa akan membangun manajemen talenta Indonesia untuk melakukan identifikasi, fasilitasi serta dukungan bagi anak-anak bertalenta. Poin ketiganya, Jokowi menekankan tentang pentingnya investasi di negeri ini. Jokowi menegaskan bahwa pemerintahan ke depan harus fokus untuk mendatangkan investasi ke Indonesia. Keran investasi diperlukan untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Jokowi secara sangat tegas menyampaikan bahwa jangan sampai ada yang alergi terhadap investasi dan usaha-usaha menghambatnya. Karena dengan cara inilah lapangan kerja akan terbuka sebesar-besarnya. Sebab itu, yang menghambat investasi semuanya harus dipangkas, baik itu perizinan yang lambat, yang berbelit-belit, apalagi yang ada punglinya. Poin keempat, Presiden Terpilih Jokowi menyinggung pentingnya reformasi birokrasi dilakukan agar lembaga-lembaga negara semakin sederhana dan lincah. Jokowi berjanji akan memangkas birokrasi yang tidak efisien jika hal itu ditemukannya. Reformasi birokrasi dianggap penting karena dipercaya menjadi kunci untuk menarik minat investasi. Jokowi bahkan akan mengecek sendiri, kontrol sendiri, begitu dilihat tidak efisien atau tidak efektif, dipastikannya akan dipangkas dan pejabatnya dicopot. Oleh sebab itu, Jokowi akan menempatkan menteri-menteri yang berani. Kalau ada lembaga-lembaga yang tidak bermanfaat, bermasalah, Jokowi pastikan akan membubarkannya. Terakhir, Jokowi menekankan pentingnya alokasi dan penggunaan APBN secara efektif dan efisien. Jokowi mengingatkan, bahwa setiap rupiah yang digunakan pemerintah dari APBN harus dipastikan memberi manfaat ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakat. Menyadari hadirnya berbagai tantangan dalam mengelola roda pemerintahan untuk membangun negara besar seperti Indonesia, Presiden terpilih Jokowi mengingatkan bahwa mimpi-mimpi besar yang dicanang tersebut hanya bisa terwujud jika kita semua sebagai bangsa bersatu, optimis, percaya diri. 'Kita harus optimis dan percaya diri menghadapi tantangan-tantangan global. Kita harus yakin bahwa kita bisa menjadi salah satu negara terkuat di dunia," kata Jokowi. Indonesia Dalam Impian Sejarah Orde Lama Dalam jejak historis perjalanan bangsa Indonesia, kita pernah dikaruniai sosok pemimpin hebat sangat cerdas, tokoh berkharisma tinggi sangat visioner, berprinsip dan berpendirian sangat teguh, serta berkeyakinan sangat kuat dalam hal ideologi untuk membangun dan memperjuangkan kemajuan bangsa ini, sang Dwi Tunggal proklamator bangsa, Ir. Soekarno dan Drs. Mohamad Hatta. Sebagai bangsa, saya kira kita sepakat, bahwa kita memang harus bersyukur kepada Tuhan Yang maha Kuasa karena telah pernah memiliki Ir. Soekarno, sosok pemimpin kaliber dunia yang sungguh sangat hebat, yang entah sampai kapan bangsa ini akan bisa melahirkan sosok pemimpin seperti ini lagi. Demikian juga Bung Hatta. Mereka adalah sosok pemimpin ideal yang kita rindukan untuk hadir kembali di republik ini. Di bawah kepemimpinan mereka di era Orde Lama, bangsa ini pernah dibuatnya sebagai bangsa terpandang di mata bangsa-bangsa lain di dunia, dan disegani dunia internasional, karena kharisma kepemimpinannya yang sangat unggul hampir dalam segala aspek, terutama dalam visi besarnya untuk membangun dan memajukan bangsa Indonesia dan dunia pada umumnya. Salah satu visi besar yang sempat menggemparkan dunia adalah desain gagasan untuk membuat bangsa-bangsa di dunia ini bersatu dan hidup berdampingan secara rukun dan harmonis sebagai suatu komunitas bersama dunia, dan menjadikan Pancasila sebagai landasan ideologi seluruh bangsa di dunia, yang disampaikannya secara terbuka di forum internasional saat menyampaikan pidato politiknya di Sidang PBB tahun 1956, dengan judul TO BUILD THE WORLD A NEW Membangun Dunia Kembali. Ini tentu saja harus dikenang sebagai sebuah pidato legendaris, yang sekaligus puncak dari seluruh usaha dan perjuangannya membangun harkat dan martabat bangsa ini. Ini adalah juga strategi Bung Karno dalam membangun nation pride bangsa ini. Ideologi Pancasila dan isu persatuan dan kesatuan bangsa lalu menjadi tema sentral yang terus menerus digaungkan dalam seluruh program dan gerak pembangunan bangsa ini saat itu. Pancasila bahkan disebutnya bukan hanya sebagai ideologi dan dasar negara, namun harus juga menjadi the way of life dan the way of thinking/a philosphy system bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari hari. Karena Bung Karno begitu kuat meyakini, bahwa tanpa Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara serta menjadikannya sebagai the way of life dan the way of thinking/a philosphy system bangsa Indonesia yang diimplementasikan dalam keseharian hidupnya, bangsa ini pasti kehilangan pedoman dan pegangan hidup dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bung karno dan Bung Hatta adalah sosok pemimpin bangsa yang sungguh menjadi panutan bangsa ini karena sangat berjasa baik meninggalkan jejak kepemimpinan, yakni jejak kepemimpinan tentang prinsip rela dan berani berkorban untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara ini, dengan senantiasa mengajarkan bangsa ini untuk berjuang tanpa pamrih; untuk senantiasa mendahulukan kepentingan umum rakyat – bangsa – dan negara di atas kepentingan pribadi – keluarga – kelompok dan golongan; untuk senantiasa memiliki jiwa patriotik dan semangat nasionalisme mencintai, rakyat, bangsa dan negara ini secara tulus tanpa batas; serta untuk senantiasa memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dengan terus menjaga dan menjaga ideologi bangsa Pancasila sebagai landasan untuk membangun kehidupan rakyat, bangsa, dan negara. Realisasi ajaran ini dalam kehidupan Dwitunggal ini dapat dipotret dari jejaknya ketika berhadapan dengan kenyataan sejarah di mana mereka mengambil jalan berpisah dalam posisi kekuasaan. Meskipun tidak lagi berjalan bersama sebagai Dwi Tunggal dalam posisi kekuasaan karena suatu hal tertentu, namun mereka tetap bersahabat dan saling memberi support serta saling memberi respek satu sama lainnya. Demikian juga saat Bung Karno menghadapi gejolak politik yang hendak menumbangnnya dari tampuk kekuasaan tertinggi sebagai Presiden di tahun 1965/1966, lalu mendapat perlakuan yang tidak pantas selayaknya Presiden yang pernah berjasa sangat besar kepada bangsa dan negara ini. Apa yang dilakukan oleh Bung Karno saat itu? Demi persatuan dan kesatuan serta keutuhan bangsa dan negara ini, Bung Karno memilih menerima itu semua secara tulus dan ikhlas, dan tidak memberi perlawanan apapun untuk membebaskan diri dari perlakuan tidak pantas tersebut. Padahal, dengan kekuasaan dan kewenangan yang masih ada pada dirinya, Bung Karno bisa menggunakan kekuasaan itu untuk melakukan perlawanan. Betapa indah dan luhur serta mulianya mimpi dan cita-cita besar serta perjuangan dan pengorbanan dari para leluhur pendiri bangsa ini yang ingin menjadikan Indonesia sebagai bangsa dan negara yang kuat, bersatu, damai dan tenteram, adil, makmur dan sejahtera, lahir maupun batin, saat mereka mendesain dan mendirikan bangsa dan negara ini. Mereka sungguh menginginkan negara bangsa Indonesia yang secara riil menghadirkan persatuan dan kesatuan yang kuat serta kedamaian dan ketenteraman di dalamnya. Mereka sungguh menginginkan negara bangsa Indonesia yang secara riil menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya, bukan hanya untuk sekelompok atau segolongan orang tertentu. Mereka sungguh juga menginginkan negara bangsa Indonesia yang secara riil menghadirkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya, bukan kemakmuran dan kesejahteraan hanya untuk sekelompok atau segolongan orang tertentu di republik ini. Pada intinya, leluhur bangsa ini serta the founding fathers kita dahulu sungguh menginginkan negara bangsa Indonesia yang secara riil menghadirkan kemajuan hebat di republik ini, yang oleh Presiden dan Wakil Presiden Terpilih saat ini, Jokowi dan KH Ma’ruf Amin ingin direvitalisasi dan diterjemahkan kembali sebagai INDONESIA MAJU melalui visi dan misi yang dirumuskannya. Mimpi dan cita-cita besar untuk menghadirkan kemajuan hebat bangsa dan negara ini tidaklah berjalan mulus tanpa gangguan dan hambatan. Di masa lampau, justru sangat besar tantangan dihadapi bangsa ini, sejak periode prakemerdekaan, hingga di tahun-tahun pascakemerdekaan. Meskipun demikian, berkat kecintaan yang tulus pada negeri ini dengan bermodalkan semangat persatuan yang kuat serta spirit nasionalisme dan jiwa patriotisme yang tinggi dan kuat, para leluhur dan pendiri bangsa ini bersatu-padu dan berjibaku berjuang melawan imperialisme dan mengusir para penjajah dari bumi pertiwi ini demi meraih kemerdekaan bagi anak negerinya, agar bisa membangun masa depannya secara mandiri dengan kekuatan sendiri. Mereka berjuang habis-habisan untuk mempertahankan kemerdekaan negara yang sudah mereka raih dan proklamirkan saat itu. Mimpi dan cita-cita besar para leluhur dan pendiri bangsa ini untuk menghadirkan kemajuan hebat bangsa dan negara ini justru lantas membangkitkan semangat juang mereka untuk berusaha dan berjuang sangat keras mengeliminasi berbagai gangguan dan tantangan yang berpotensi menghambat usaha untuk membangun dan menghadirkan kemajuan dan kesejahteraan bangsa dan negara ini. Pengorbanan tiada tara dengan cucuran keringat, darah dan air mata, telah mereka tumpahkan untuk mempertahankan dan menyelamatkan negeri ini. Mereka juga berusaha dan berjuang sangat keras untuk menumpas berbagai gerakan pemberontakan dalam negeri yang pernah terjadi, seperti pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965; sebelumnya adalah peristiwa pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun, yang lebih dikenal dengan Peristiwa Madiun; gerakan pemberontakan DI/TII; gerakan pemberontakan Fretelin di Timor Timur saat ini Timor Leste tahun 1974-1984; Gerakan Aceh Merdeka GAM yang berlangsung sejak 1976; Gerakan Organisasi Papua Merdeka OPM yang didirikan tahun 1965, dan lain sebagainya. Sekali lagi, syukur alhamdulillah, sebagai bangsa kita sepatutnya kembali bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepada para syuhada bangsa ini, karena pengorbanan tiada tara dengan cucuran keringat, darah dan air mata yang telah mereka curahkan untuk membela dan mempertahankan negeri ini, maka berbagai gangguan dan tantangan di masa lalu kepada bangsa ini telah dapat dilewati dengan baik dan selamat, sehingga hadirlah Indonesia seperti yang hari ini kita nikmati. Meskipun terdapat fakta menyedihkan, wilayah Timor Timur akhir terpisah dari NKRI. Indonesia Dalam Impian Sejarah Orde Baru Di era Orde Baru, pemerintahan di bawah pimpinan Presiden Soeharto ingin lebih cepat lagi mewujudkan mimpi dan cita-cita luhur bangsa ini. Dengan strategi mempelajari berbagai kelemahan yang terjadi selama periode pemerintahan Orde Lama, Soeharto berusaha keras memperbaikinya, sambil terus melakukan berbagai strategi kebijakan yang baik dari zaman Orde Lama. Termasuk dalam hal sistem pemerintahan dan demokrasi terpimpin era Orde Lama. Tanpa banyak pihak sadari, sistem pemerintahan dan demokrasi di era Orde Baru sesungguhnya merupakan sistem pemerintahan dan demokrasi terpimpin, yang merupakan kelanjutan dari sistem pemerintahan dan demokrasi era Orde Lama. Hanya saja dalam desain kemasan berbeda. Semua itu dilakukan untuk mempermudah pemerintah mengendalikan keadaan untuk membangun negara ini dengan baik. Guna memuluskan jalan menuju cita-cita bangsa, Soeharto lalu menggunakan teknokrat sebagai ujung tombak kekuatan pemerintahan yang dipimpinya untuk merancang dan merumuskan berbagai kebijakan pembangunan negara. Tiga jalur kekuatan utama yang digunakan adalah jalur ABRI, jalur Birokrat, dan jalur Golkar, yang sangat populer dengan sebutan jalur ABG. Sedangkan desain strategi pembangunan yang ditempuh adalah melalui strategi Trilogi Pembangunan, yakni Stabilitas Nasional Yang Dinamis berupa stabilitas politik dan keamanan, Pertumbuhan Ekonomi Yang Tinggi, dan Pemerataan Pembangunan dan Hasil-hasilnya. Strategi ini menjadikan sektor stabilitas nasional politik dan keamanan sebagai tekanan utamanya. Mengapa demikian? Karena pemerintahan Orde Baru meyakini betul, bahwa tanpa stabilitas politik dan keamanan yang terjamin, pembangunan tidak bisa berjalan baik, dan pada akhirnya tujuan mulia yang dicita-citakan oleh bangsa dan negara ini di awal tidak akan mungkin bisa terwujud. Dalam banyak aspek, strategi pembangunan selama era Orde Baru harus diakui keberhasilannya, meskipun meninggalkan beberapa kekurangan dan kelemahan. Kita harus jujur menyatakan itu. Misalnya saja, di era Orde Baru, bangsa ini pernah mencetak keberhasilan spektakuler di bidangan pertanian dengan produksi pangan berlebih, sehingga bisa swasembada beras saat itu. Di bidang moneter, inflasi yang tadinya berada di kisaran 500% dapat ditekan serendah mungkin sampai di kisaran 5%. Itulah sekelumit kisah Indonesia di masa lalu dalam impian sejarah dengan sejumlah kisah heroik para syuhada bangsa yang menjadi panutan dan kebanggan kita semua. Lalu, bagaimana dengan Indonesia hari ini? Sudahkah kita sebagai bangsa telah berada pada level kehidupan yang adil, makmur, sejahtera sebagaimana yang dicita-citakan para leluhur pendiri bangsa dan negara ini? Masih adakah kisah heroik anak 'zaman NOW' yang mampu memberi kita rasa optimisme akan membawa bangsa dan negara ini mencapai cita-cita luhur untuk menghadirkan Indonesia Maju sebagai negara yang hebat di tengah persaingan global ke depan? Mari kita lihat. Indonesia Kini Era Reformasi Peluang Kemajuan dan Tantangan Yang Dihadapi Mencermati proses perjalanan kehidupan sosial kebangsaan kita selama ini, kita mesti secara jujur mengakui, bahwasannya Indonesia kita hari ini, dalam beberapa sektor, tentu masih jauh tertinggal dibandingkan negara lain di dunia, termasuk juga negara-negara tetangga kita, seperti Singapore, Malaysia, Filipina, Thailand, Jepang, dan yang lainnya. Kita mengalami ketertinggalan pembangunan di bidang infrastruktur, energi, pangan dan beberapa sektor lainnya seperti pendidikan dan kesehatan, sehingga terjadi kemerosotan ekonomi, buruknya fasilitas dan layanan pendidikan dan kesehatan. Demikian juga dengan sumber daya manusia, kualitas sumber daya manusia bangsa kita masih jauh kalah dari bangsa lain. Indeks SDM kita menunjukkan bahwa di wilayah Asia saja, kita masih jauh berada di bawah Malysia dan Vietnam. Apalagi Singapura, Thailand, dan Jepang, kita masih sangat ketinggalan. Kita hanya unggul dari Laos, Kamboja, dan Myanmar. Dalam peringkat Global Talent Competitiveness Index GTCI 2018 yang bertema keberagaman untuk meningkatkan daya saing, Indonesia juga berada di peringkat sangat rendah, yakni berada di urutan ke -77 dari total 119 negara di dunia. Di bidang infrastruktur, meskipun fakta memperlihatkan adanya kemajuan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, namun semua yang kita raih belum cukup memadai, karena kita jauh tertinggal bahkan dari tetangga kita sendiri seperti Singapura dan Malaysia. Mirisnya, Indonesia juga jauh tertinggal dari China. Padahal, China belajar dari Indonesia untuk pembangunan infrastruktur. Selama 40 tahun, Indonesia hanya membangun sekitar km jalan tol. Sedangkan China, yang dulu belajar dari Indonesia, justru membangun ratusan ribu kilometer jalan tol. Tiongkok dan Malaysia yang dulu belajar dari Indonesia saat Jagorawi dibangun, kini, China sudah berhasil membangun 280 ribu km jalan bebas hambatan. Semua ini supaya kita menyadari dan bisa membandingkan seberapa jauh kita tertinggal. Jadi, tanpa kita sadari, bahwa kondisi bangsa kita saat ini sesungguhnya mengalami sebuah kemunduran pesat dari era sebelumnya. Bangsa ini terlalu mudah tergiur menerima tawaran baru yang dikiranya dapat menguntungkan dirinya membawa perubahan ke arah kemajuan. Padahal sebaliknya, ke arah kemunduran yang membuat dirinya ketinggalan jauh di belakang, termasuk tawaran ideologi baru yang sudah usang dan busuk di negeri asalnya. Kondisi ketertinggalan bangsa ini juga terefleksi dalam situasi di mana masih terdapat banyak anak bangsa di negeri ini yang 'terpaksa' menjalani hidup dan kehidupan dalam kondisi 'serba kekurangan', akibat kemiskinan ekonomi. Disamping itu, masih banyak pula penduduk dan anak negeri ini yang 'terpaksa' tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, serta tidak mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan yang baik dan memadai akibat keterbatasan kemampuan ekonomi dan finansial beserta sederet persoalan sosial lainnya yang melilit hidup mereka dalam menggapai mimpi akan kesejahteraan hidup. Di sisi yang lain, korupsi dan berbagai praktik kejahatan serius lainnya yang merugikan keuangan dan perekonomian negara serta membawa implikasi terhadap kemiskinan dan kerusakan ekonomi bangsa ini, terus saja berlangsung dan cenderung semakin 'parah'. Berbagai praktik manipulasi dan pencurian sumber alam negeri ini pun masih marak terjadi. Mirisnya lagi, berbagai praktik 'bejat' dan tidak manusiawi ini, justru terjadi di tengah jeritan rakyat yang terimpit kesusahan hidup menggema di setiap pelosok negeri. Itulah tantangan kita sebagai bangsa. Tantangan yang hari ini kita hadapi, akan terus terjadi ke depan, bahkan bisa semakin banyak dengan kompleksitas semakin rumit, sehingga akan semakin berat untuk kita hadapi dan kita atasi. Dan jika kita lengah dan terus biarkan tantangan yang mengancam bangsa ini, bukan tidak mungkin, sejarah kelam bangsa ini akan segera kita catat, di mana kita akan kehilangan Indonesia yang dahulu leluhur kita bangun melalui perjuangan dan pengorbanan berat dengan cucuran keringat, darah dan air mata. Yang tersisa, tinggal kenangan sejarah. Menyedihkan. Meskipun demikian, kita juga tidak boleh pungkiri, bahwasannya di tengah keterbatasan dan kelemahan yang kita miliki sebagai bangsa yang membuat kita masih tetap berada dalam ketertinggalan, bangsa ini terus bergerak maju dan telah berhasil juga mambawa sejumlah kemajuan sangat berarti di hampir semua sektor kehidupan. Setidaknya, di sektor ekonomi misalnya, perkembangan pembangunan menunjukkan tingkat kemajuan itu. Di sektor pembangunan infrastruktur dan transportasi, kita mengalami kemajuan sangat berarti, terutama 5 tahun belakangan ini. Demikian pula di sektor penegakan hukum untuk memberantas korupsi, juga memperlihatkan kemajuan signifikan. Kita sangat optimistis bahwa di suatu saat nanti bangsa ini akan mengalami kejayaan dan kegemilangan yang sungguh luar biasa, sebab negeri ini memiliki prasyarat lengkap sebagai negara maju yang hebat. Hampir tidak bisa diterima akal sehat apabila Indonesia tidak bisa menjadi negara maju yang hebat di dunia ke depan. Optimisme ini hadir atas kesadaran yang melihat sejumlah fakta bahwa Indonesia adalah sebuah negara besar yang memiliki wilayah yang luas dan menyimpan kekayaan sumber daya alam melimpah; negara besar yang memiliki kekuatan demografis yang handal karena jumlah penduduk terbesar keempat di dunia; negara yang memiliki banyak sekali panorama alam indah dan dikagumi dunia merata hampir di semua provinsi-kabupaten-kota; negara dengan keragaman etnik dan budaya menakjubkan; dan sebagainya. Yang juga tak kalah hebatnya lagi, bahwa Indonesia adalah negara besar dengan letak geografis sangat strategis bagi lalu lintas ekonomi dan perdagangan dunia. Itu semua membawa kita kepada sebuah harapan dan rasa optimisme sebagai bangsa. Memang mesti ada optimisme di dalam diri kita masing-masing yang terus menerus kita tumbuhkan, kita pupuk, dan kita gelorakan, sehingga mampu membangkitkan harapan bagi kita semua sebagai bangsa, bahwa negeri ini pasti akan terus bergerak maju sepanjang kita mau berusaha dan mampu memberikan kontribusi positip bagi kemajuan pembangunan bangsa ini ke depan. Meskipun demikian hebatnya potensi sejumlah prasyarat menjadi negara maju yang hebat yang kita miliki, namun optimisme dan harapan besar akan tetap sebatas mimpi dan angan-angan, apabila dia berhenti hanya pada optimisme dan harapan itu sendiri. Optimisme dan harapan harus berubah wujud dari mimpi dan angan-angan menjadi kenyataan. Agar berubah wujud, optimisme dan harapan haruslah juga disertai dengan perjuangan dan usaha serta kerja keras dan pengorbanan tinggi yang tulus dan konsisten. Sebab, hanya melalui perjuangan dan usaha serta kerja keras yang sungguh-sungguh dan pengorbanan tinggi yang tulus dan konsisten yang kita lakukan dan berikan kepada bangsa dan negara ini, maka seluruh cita-cita, mimpi, optimisme, harapan dan angan-angan akan Indonesia yang maju dan hebat, dapat terwujud dan terealisasikan. Di sinilah sesungguhnya terjadi keseimbangan antara hak dan kewajiban. Sebagai bangsa, kita tentu berhak memiliki optimisme dan harapan untuk kita dapatkan, yakni sebuah negara bernama Indonesia yang maju dan hebat. Sedangkan pada sisi yang lain, kita mesti juga menyertainya dengan kewajiban untuk berjuang keras dan terus berusaha secara sungguh-sungguh menghadirkan kontribusi besar yang hebat pula untuk membangun bangsa dan negara Indonesia ini dengan baik pula. Perjuangan dan usaha serta kerja keras yang sungguh-sungguh dan pengorbanan yang tulus dan konsisten untuk memajukan bangsa dan negara ini harus juga dapat dimanifestasikan dalam seluruh upaya kita bersama melawan segala bentuk usaha pihak manapun yang berusaha melemahkan sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara ini, yang mencoba-coba mengganggu dan menghambat ketenteraman perjalanan kehidupan kebangsaan kita. Ini adalah bahagian dari tantangan kita. Paradoksal terhadap seluruh niat dan usaha menjadikan Indonesia sebagai negara maju yang hebat di masa depan, di sana memang masih terdapat sejumlah tantangan yang patut kita waspadai dan mesti kita hadapi sebagai bangsa untuk kita berantas bersama sebagaimana saya singgung di atas. Ada tantangan ekonomi di sana yang berpotensi melahirkan kemiskinan dan pengangguran. Ada tantangan pragmatisme politik di sana yang berpotensi melahirkan permusuhan, pertikaian dan perpecahan karena penggunaan dan penyebaran informasi palsu atau hoax serta ujaran kebencian secara masif. Ada tantangan desain kurikulum dan sistem pendidikan yang kurang tepat sehingga berpotensi melahirkan output sumber daya manusia bermutu rendah, yang pada akhirnya tidak mampu menghasilkan produk-produk unggulan nasional berdaya saing tinggi ke depan berhadapan dengan produk-produk barang dan jasa yang dihasikan bangsa dan negara lain. Ada pula tantangan berupa dekadensi moral dalam praktik penyelenggaraan negara yang berpotensi melahirkan berbagai praktik penyelewengan kekuasaan dan wewenang, sehingga memunculkan praktik-praktik korupsi, yang pada gilirannya bisa melemahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama sendi-sendi perekonomian negara. Yang tidak kalah ekstremnya lagi, adalah adanya tantangan ideologis yang menyimpang, serta tawaran-tawaran ideologi baru untuk mengganti ideologi bangsa ini dan melahirkan radikalisme serta sikap intoleran pada sebahagian anak negeri ini, yang pada akhirnya memunculkan berbagai peristiwa dan praktik teror, kekerasan, intimidasi dan persekusi berdaya rusak sangat dahsyat bagi kehancuran bangsa ini. Fenomena yang terjadi dalam kehidupan kita sebagai bangsa beberapa tahun belakangan ini memperlihatkan itu semua. Terutama terkait tantangan ideologis dan pragmatisme politik, nuansa ancaman perpecahan bangsa sangat terasa dan nyaris terjadi perpecahan sungguhan, terutama pada kedua momen politik besar di republik ini, yakni di momen pilkada Jakarta 2017 dan momen pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI 2019 yang baru saja bangsa ini lewati. Sekali lagi, sebagai bangsa, kita patut bersyukur karena kita masih bisa melewati ancaman perpecahan itu dengan baik, meskipun potensinya sangat besar terjadi. Itulah kondisi kebangsaan kita hari ini yang ternyata masih jauh ketinggalan disertai sejumlah tantangan permasalahan bangsa sangat serius yang menjadi pekerjaan besar kita bersama untuk kita selesaikan hari ini dan ke depannya, agar seluruh mimpi dan cita-cita besar yang menjadi harapan kita, dapat segera kita raih. Karena ke depan, bangsa ini pasti masih akan terus menghadapi tantangan berikutnya yang dapat menjadi ancaman bagi kelangsungan eksistensi kehidupan bangsa dan negara di republik ini, yakni tantangan sekaligus ancaman globalisasi. Globalisasi dan Tantangan Mewujudkan Indonesia Maju Tantangan lain yang tentu saja perlu kita sadari adalah kehadiran globalisasi beserta berbagai dampak dan pengaruh buruk yang menyertainya. Globalisasi tidak bisa ditolak atau dihindari. Dia hadir seiring perkembangan peradaban manusia, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hingga kini, belum ada satupun negara di permukaan bumi ini yang mampu menolak atau menghindari dirinya dari pengaruh globalisasi. Baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Sebagai bangsa, kitapun tidak bisa menolak atau menghindari diri dari globalisasi ini. Sehingga segala dampak dan pengaruh buruknya patut kita sadari agar segera dapat melakukan langkah antisipatif menghadapinya. Sebab, meskipun di satu sisi tentu saja membawa manfaat dan keuntungan secara signifikan bagi perkembangan kemajuan, namun di sisi yang lain, globalisasi juga turut membawa pengaruh buruk yang dapat menghambat perkembangan kemajuan suatu bangsa, terutama bangsa yang tidak memiliki keunggulan untuk bersaing dengan bangsa-bangsa lain secara baik di arena pasar bebas. Manfaat dan keuntungan yang dapat dirasakan dari lahirnya zaman baru yang disebut globalisasi ini, antara lain adalah hadirnya digitalisasi sistem dalam dunia kerja, termasuk di dalamnya adalah percepatan sistem komunikasi dan aliran informasi. Sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan produktifitas. Karena segala sesuatunya menjadi jauh lebih cepat, lebih efisien, dan efektif. Namun, di sisi lain, kemajuan teknologi komunikasi dan informasi tersebut dapat disalahgunakan oleh organisasi teror yang ingin membangun kekuatan gerakan radikalisme transnasional berbasis penyimpangan paham keagamaan untuk mempercepat dan memperluas penyebaran aneka ragam paham dan aliran keagamaan yang menyimpang tersebut ke seantero jagat, termasuk ke Indonesia, yang akhirnya memudahkan organisasi teror tersebut menjalankan misinya di Indonesia. Globalisasi juga dapat memengaruhi pola perilaku serta cara berpikir anak bangsa dalam memandang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebab, globalisasi di dalamnya juga melekat proses transformasi sistem nilai yang tidak akan pernah dapat dibendung, dan akan terus belanjut sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pola perilaku yang hingga saat ini masih ditemukan di negeri ini dan merupakan warisan leluhur negeri ini di antaranya adalah pola perilaku yang dirangsang oleh suatu sistem nilai paguyuban atau kekeluargaan dan kebersamaan, musyawarah untuk mencapai mufakat, juga nilai gotong royong. Semua ini telah menjadi ciri khas kepribadian bangsa Indonesia yang berakar pada Pancasila dalam proses interaksi sosialnya. Akan tetapi, seiring semakin derasnya arus globalisasi dewasa ini, terjadi juga pergeseran nilai yang tidak menampakkan ciri khas kepribadian bangsa Indonesia tersebut, karena telah terpengaruh atau terkontaminasi oleh corak sistem nilai kebudayaan asing yang tidak lagi mencerminkan nilai-nilai paguyuban atau kekeluargaan dan kebersamaan, musyawarah untuk mencapai mufakat, dan nilai gotong royong, namun lebih mengedepankan praktik nilai individualisme dan formalisme, dan lain sebagainya. Dalam konteks inilah, globalisasi telah menjadi ancaman bagi kelangsungan eksistensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di republik ini. Itulah berbagai tantangan bagi bangsa Indonesia hari ini dan di masa depan, termasuk yang lahir dari pengaruh buruk globalisasi. Tantangan-tantangan itu, terutama yang muncul dari pengaruh buruk globalisasi, tidak mungkin kita tolak atau kita hindari. Yang bisa kita lakukan hanyalah menyiapkan diri sebaik mungkin untuk menghadapi dan menyiasatinya secara arif dan bijaksana, dan turut serta memainkan peran dalam setiap tantangan dan peluang yang tersedia di dalam pergaulan global. Pilihan lain tidak tersedia di sana. Dengan tantangan-tantangan yang kita bahas di atas, kini kita bertanya bagaimana dengan Indonesia di masa depan yang kita impikan? Masihkah tantangan-tantangan sebagaimana kita hadapi kini terjadi di masa depan? Jika ya, bagaimana skala tantangannya, makin ringan ataukah justru semakin berat? Jika tantangan semakin berat, lalu, bagaimana dengan masa depan Indonesia yang kita impikan? Masihkah kita berharap dan optimis akan hadirnya Indonesia sebagai negara maju yang hebat? Mari kita lihat Indonesia kita di masa depan. Seperti apakah? Indonesia di Masa Depan Bertitik tolak dari referensi pembahasan di atas, maka sesungguhnya tidaklah sulit untuk kita temukan jawaban atas berbagai pertanyaan yang dikemukakan di atas tadi. Apakah ke depan kita mampu mewujudkan dan merealisasikan mimpi dan cita-cita besar menghadirkan Indonesia sebagai negara maju yang hebat atau tidak, tentu akan sangat tergantung dari sejauh mana kita sebagai bangsa mampu mengakhiri dan melenyapkan seluruh tantangan dan potensi tantangan yang dihadapi bangsa dan negara kita saat ini. Sebab kondisi kebangsaan kita di masa depan akan sangat ditentukan oleh apa yang kita lakukan dan kerjakan hari ini bagi bangsa dan negara yang sama kita cintai ini. Artinya, jika hari ini kita mampu melakukan hal besar yang hebat untuk mengakhiri dan/bahkan bisa melenyapkan berbagai potensi tantangan serius yang menghambat gerakan kita dalam usaha memajukan bangsa dan negara ini, maka Indonesia di masa depan akan menjadi bangsa dan negara yang maju dan hebat. Demikian sebaliknya, jika hari ini saja kita sebagai bangsa tidak bisa melakukan hal besar yang hebat untuk mengakhiri dan/bahkan bisa melenyapkan berbagai potensi tantangan serius yang selama ini menghambat gerakan kita sebagai bangsa dalam usaha memajukan bangsa dan negara ini, maka akan terjadi tiga kemungkinan berikut. Pertama, Indonesia di masa depan akan menjadi bangsa dan negara stagnan, yang artinya sama saja seperti kondisi hari ini, tidak mengalami kemajuan apa-apa. Kedua, Indonesia di masa depan akan mengalami kemajuan yang luar biasa sehingga bisa menjadi negara maju yang hebat. Ketiga, Indonesia di masa depan akan menjadi negara yang luluh lantak, bahkan mungkin tertercabik-cabik atau terpecah berkeping-keping, sebab, kompleksitas permasalahan bangsa di tengah kompetisi global dan tantangan yang dihadapi bangsa ini di masa depan pasti akan semakin bertambah, dan bangsa ini akan semakin mengalami kesulitan untuk mengatasinya. Oleh karena itu, sebagai bangsa, kita mesti terus menerus menyadari secara sungguh-sungguh dan saling mengingatkan, bahwa saat bangsa dan negara ini ingin berlari cepat melepaskan diri dari belenggu ketertinggalan untuk meraih kemajuan yang hebat, negara dan bangsa lain juga berlari, bahkan mungkin berlari lebih cepat dari kita. Nah, kalau kita ingin berlari, namun sejumlah tantangan yang kini menghambat tidak kita selesaikan terlebih dahulu, maka kita tidak mungkin bisa berlari, apalagi berlari cepat. Dalam kondisi seperti itu, kita bisa pastikan, bahwa sebagai bangsa, Indonesia akan semakin jauh tertinggal dari bangsa lain. Sebab, tidak mungkin bangsa ini bisa bersaing dengan bangsa lain dan meraih kemajuan ketika bangsa ini masih terus menerus berkuta dan disibukkan dengan pertikaian akibat mempersoalkan perbedanaan pandangan dan aliran politik dan/atau keagamaan misalnya, atau gontok-gontokan memperebutkan posisi kekuasaan, atau yang lainnya, sementara bangsa dan negara-negara lain sudah jauh di depan dengan serentetan kesibukkan mengembangkan berbagai penelitian dan berhasil melakukan penemuan-penemuan spektakuler yang membawa manfaat besar bagi kemajuan bangsa dan negaranya. Tidaklah mungkin kita bisa bersaing dengan bangsa lain yang kini bersaing di tingkat global menghadapi berbagai perubahan serba cepat dengan pertumbuhan industri generasi terbaru yakni industri apabila kita masih sibuk berkutat dengan soal-soal ideologis yang seharusnya sudah selesai ketika negara ini didirikan. Tidak mungkin itu. Sekali lagi saya harus katakan, bahwa dalam kondisi seperti itu, kita bisa pastikan, bahwa sebagai bangsa, Indonesia tidak akan bisa meraih kemajuan apapun untuk menuju Indonesia yang hebat di dunia. Justru sebaliknya, Indonesia akan menjadi negara yang semakin jauh tertinggal dari bangsa dan negara lain. Kalau demikian yang terjadi, lalu kapan bangsa ini bisa meraih mimpi dan cita-cita besarnya akan menghadirkan Indonesia sebagai negara maju yang hebat? Prasyarat Penting Mewujudkan Indonesia Maju Yang Hebat Indonesia Maju bukan sekadar visi pasangan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Jokowi dan KH Ma’ruf Amin. Indonesia Maju adalah sebuah impian seluruh bangsa dan negara Indonesia yang dilahirkan kembali oleh pasangan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam versi yang baru, yang pada intinya adalah sama dengan visi bangsa Indonesia di mana pondasi awalnya diletakkan oleh the founding fathers dahulu pada landasan konstitusi kita ketika merumuskan pembentukan dan pendirian bangsa dan negara ini. Syarat mutlak menjadikan Indonesia sebagai negara maju di dunia, bangsa ini harus mampu menaklukan berbagai tantangan yang ada sebagaimana diuraikan di atas, baik tantangan politik, ekonomi, budaya, pendidikan dan sumber daya manusia, dan juga tantangan ideologis serta tantangan globalisasi dan radikalisme. Jika tidak mampu menaklukan tantangan-tantangan ini, sulit bagi kita sebagai bangsa untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju yang hebat di dunia. Oleh karena itulah, telah menjadi kewajiban kita bersama sebagai bangsa untuk secara bersama-sama berjuang menaklukkan tantangan-tantangan ini agar kita dapat dengan mudah mewujudkan dan merealisasikan mimpi dan cita-cita besar kita bersama, yakni menjadikan Indonesia sebagai negara maju yang hebat di dunia di masa depan. Untuk itu, hal-hal berikut ini mutlak dilakukan bangsa ini, kini dan ke depan 1. Internalisasi dan Penguatan Nilai Luhur Pancasila Pancasila harus dapat dijadikan 'rujukan utama' dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila harus direaktualisasikan, sebagai sumber inspirasi yang implementatif tidak sekadar normatif bagi pembangunan dan proses demokrasi bangsa. Pancasila juga harus direjuvenasi, disegarkan kembali sebagai jati diri, karakter, sekaligus pemersatu bangsa. Dalam kondisi multikrisis dewasa ini, Pancasila harus diletakkan dan dikuatkan kembali serta diimplementasikan secara aktif sebagai ideologi pemersatu bangsa. Seluruh kebijakan pembangunan nasional harus berpegang dan didasarkan pada spirit Pancasila sebagai ideologi bangsa dan dasar negara, sehingga arah dan tujuan pembangunan bangsa dapat dengan benar dan mudah dicapai. Semua itu tentu membutuhkan komitmen yang tegas dan sungguh-sungguh segenap warga bangsa Indonesia, baik masyarakat, para elite pemimpin bangsa, baik di daerah maupun tingkat nasional. Pemahaman akan hakikat dan realitas pluralisme bangsa, sebagai bagian penting dari nilai-nilai dasar Ke-Indonesiaan perlu senantiasa dipelihara, dirawat dan dijaga, dalam wujud kehidupan bersama sebagai bangsa yang terus-menerus mengedepankan sikap yang toleran, non-diskriminatif, non-primordial, objektif, adil, taat dan patuh pada hukum, serta berwawasan kebangsaan dan nasionalisme yang tinggi. 2. Memerangi dan Membumihanguskan Paham dan Ideologi Radikal Realitas kehidupan sosial kebangsaan kita saat ini terus mengalami ujian di mana tragedi kemanusiaan yang merusak harmoni kehidupan warga-bangsa terus terjadi, bahkan seolah-olah semakin sulit dihindari. Bangsa ini seakan dibikin sulit membangun pandangan kebangsaan di antara anak bangsa sendiri yang berbeda-beda itu. Bangsa ini merasa seperti trauma karena mengalami goncangan akibat merebaknya tindakan terorisme oleh sekelompok orang dengan tujuan menghancurkan pihak lain, sehingga seakan terjadi 'perang sesama anak bangsa'. Ledakan bom dengan target rumah ibadah dan membunuh orang karena perbedaan keyakinan, serta target anggota kepolisian dan pemerintah yang dianggap sebagai penghalang misi perjuangan kelompok radikal, menjadi bukti yang tak terelakkan. Kondisi seperti ini tentu saja tidak boleh diabaikan, sebab akan menjadi menjadi besar dan besar lagi dari waktu ke waktu, dan pada akhirnya akan menjadi masalah besar bagi bangsa ini di masa depan, yang pada akhirnya bangsa ini bisa rubuh dan hancur lebur. Paham dan ideologi radikal harus diberantas hingga ke akar-akarnya dan dibumihanguskan dengan menerapkan prinsip zero talerance to radicalism and terrorism di Indonesia. Bangsa ini tentu tidak bisa membangun negaranya dengan baik apabila paham dan ideologi radikal ini terus dibiarkan berkembang di republik ini. Karena akan terus dihambat dengan berbagai praktik teror, kekerasana dan intimidasi. Peristiwa yang dialami oleh negara-negara di berbagai belahan dunia yang sudah terlanjur pesat perkembangan paham dan ideologi radikal ini membenarkan sinyalemen ini. Karena banyak energi dan sumber daya finansial telah habis dihamburkan sia-sia hanya karena ingin melawan berbagai praktik tindakan teror dan intimidasi yang dilakukan oleh para pelaku teror di negara mereka. Lalu mereka kehilangan kesempatan membangun negaranya untuk hidup lebih baik. 3. Membangun Sumber Daya Manusia Berkualitas Tinggi Melalui Pengembangan Sistem Pendidikan Nasional dengan Desain Kurikulum Yang Hebat Agar Mampu Bersaing di Era Global Pendidikan menjadi aspek penting dalam usaha memajukan suatu bangsa di dunia. Bahkan dengan sistem pendidikan serta desain kurikulum yang bagus, akan dihasilkan sumber daya manusia yang hebat dan berkualitas tinggi pada masyarakat suatu negara, sehingga mampu bekerja secara baik untuk menghasilkan berbagai produk bermutu tinggi yang mampu memiliki daya saing di pasar global. Karena tantangan pada sistem pasar bebas di era globalilasasi ini menuntut adanya persaingan produk-produk nasional barang dan jasa bermutu, agar mampu diterima pasar dunia. Dalam konteks nilai budaya dan peradaban, negara dengan sumber daya manusia berkualitas tinggi yang dihasilkan melalui sistem pendidikan yang di-desain sacara baik, akan lebih mudah bagi negara tersebut mengendalikan atau melakukan filtrasi kepada nilai-nilai budaya yang tidak baik akibat globalisasi, menuju kepada tingkat peradaban yang tinggi, oleh karena didukung dengan ilmu pengetahuan yang bermutu dan memadai pada masyarakat bangsanya. 4. Memperkuat dan Mempertebal Rasa Nasionalisme dan Patriotisme Untuk Mencintai Bangsa dan Negara Ini Mencermati perkembangan kehidupan sosial kebangsaan kita akhir-akhir ini, rasanya sangat tepat momentum pelaksanaan diskusi ilmiah untuk membahas kondisi Indonesia kini dan di masa datang ini, terutama terkait berbagai tantangan yang dihadapai bangsa. Mengapa? Karena kondisi empirik memperlihatkan beberapa gejala melemah serta merosotnya jiwa patriotisme dan rasa nasionalisme kebangsaan untuk sungguh-sungguh mencintai negeri ini. Pemahaman dan penghayatan anak bangsa ini akan nilai-nilai kebangsaan yang bersumber pada Pancasila juga melemah, bahkan merosot drastis dan tajam. Beberapa riset yang dilakukan sejumlah lembaga secara terang benderang mengkonfirmasi fakta tersebut. The Wahid Institute misalnya, menemukan perkembangan kuantitatif arus intoleransi dalam ranah kebangsaan kita. Dari survei yang dilakukan tahun 2016 ditemukan bahwa sebanyak 11 juta orang Indonesia yang mengaku sebagai pemeluk dan penganut ajaran agama Islam bersedia melakukan radikalisme agama dengan cara kekerasan. Jumlah ini menguat dari temuan sebelumnya, di mana ada kenaikan jumlah rakyat Indonesia yang menyetujui tindakan radikal. Sebagai anak bangsa yang sungguh mencintai negeri ini, saya tentu merasa resah dan sangat terganggu oleh keadaan semacam ini. Hal yang melandasi keresahan hati saya adalah ketika nilai-nilai Pancasila yang menjadi dasar negara sekaligus ideologi bangsa serta sumber hukum negara bangsa ini tidak lagi dijadikan pegangan dan pedoman dalam praktik-praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Segelintir komunitas masyarat mulai kehilangan semangat toleransi dan kebhinnekaan dalam relasi kehidupan dengan komunitas masyarakat yang lain. Segerombol orang juga tidak lagi memperlihatkan rasa solidaritas dan soliditas serta kegotongroyongan di antara mereka. Sebagian lagi memperlihatkan sikap arogansi yang 'membabi-buta' melalui aksi-aksi yang kerap memaksakan kehendak sendiri kepada pihak lain, termasuk dalam urusan keagamaan dan keyakinan, merasa paling benar dan paling kudus. Suatu sikap hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang tidak lagi mencerminkan nilai luhur Pancasila, bahkan sangat jauh dari nilai-nilai ideal Pancasila. Padahal, sebagai dasar negara, Pancasila adalah pondasi rumah kebangsaan Indonesia dan landasan berdirinya bangunan besar nan megah, bernama Indonesia. Di atas pondasi Pancasila, bangsa ini telah membuktikan diri berdiri tegak sebagai bangsa yang kokoh dan teguh bergerak maju. Demikian pula, sebagai pedoman hidup bangsa, Pancasila adalah pemberi arah kemana bangsa ini hendak menuju. Pancasila dengan sangat jelas memberikan bangsa ini arah menuju ke suatu titik puncak bernama keadilan dan kesejahteraan. Sedangkan sebagai ideologi negara, Pancasila adalah landasan jiwa bangsa yang membawa spirit cita-cita bagi anak bangsa ini untuk melahirkan pikiran-pikiran dan gagasan besar untuk membangun bangsa dan memajukan negeri ini. Jiwa yang mengobarkan semangat untuk terus berusaha mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan umum sebagaimana dicita-citakan oleh para pendiri bangsa ini. Semuanya itu adalah sumber energi yang menghidupkan semangat anak bangsa ini untuk senantiasa hidup dalam kebersamaan sebagai negara kesatuan, hingga hari ini. Pancasila, sebagai dasar dan ideologi negara serta sebagai falsafah dan pedoman hidup bangsa Indonesia, haruslah tetap dijaga dan dirawat, agar bangunan negara bernama Indonesia tetap utuh sebagai negara bangsa. Mengabaikan Pancasila, apalagi terdapat upaya-upaya untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain yang tentu tidak cocok dengan nilai-nilai budaya dan moral bangsa Indonesia, hanya akan membuka ruang bagi runtuhnya bangunan negara bangsa, bernama Indonesia kita cintai ini. Oleh karenanya, seyogianya tidak boleh lagi ada tempat di negeri ini bagi tumbuh kembangnya paham-paham dan ideologi lain, apalagi paham-paham dan ideologi tersebut merupakan paham dan ideologi radikan yang bertentangan dengan Pancasila. 5. Memupuk Solidaritas dan Soliditas Untuk Memperkuat Persatuan dan Kesatuan Bangsa Nilai-nilai solidaritas dan soliditas yang merupakan warisan leluhur bangsa ini haruslah terus dijaga, dipelihara, serta terus dirawat dan diimplementasikan dalam keseharian hidup kita sebagai bangsa, agar persatuan dan kesatuan bangsa ini menjadi kokoh, sehingga bangsa dan negara ini tidak mudah dirongrong oleh pihak mana pun juga. Tanpa terus menjaga, memelihara, serta merawat dan mengimplementasikan nilai-nilai solidaritas dan soliditas, bangsa ini akan rapuh dalam hal ketahanan sosial yang menjadi pilar utama kekuatan persatuan dan kesatuan, sehingga akan mudah sekali digoyahkan dan dirong-rong, terutama oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang ingin menawarkan paham dan ideologi lain pengganti Pancasila. 6. Ketauladanan Menggelorakan Semangat Pengorbanan Demi Bangsa dan Negara Sikap ketauladanan dalam menggelorakan semangat berkorban demi kepentingan bangsa dan negara mutlak dibutuhkan di negeri ini. Sikap ini haruslah diejawantahkan dalam praktik kehidupan sehari-hari dengan spirit lebih banyak memberi kepada bangsa dan negara. Bukan sebaliknya malah lebih banyak mengambil atau meminta dan menggerogoti bangsa dan negara. Sikap hidup dengan spirit lebih banyak berkorban demi kepentingan bangsa dan negara dengan cara lebih banyak memberi kepada bangsa dan negara adalah sikap hidup yang mencermikan rasa kecintaan kepada bangsa dan negara serta rakyat yang hidup di dalamnya. Sebuah sikap hidup patriotik yang senantiasa mendahulukan dan mengutamakan kepentingan rakyat, bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, keluarga, kelompok dan golongan. Sikap hidup semacam ini sudah sangat jarang ditemui di negeri ini dewasa ini. Dalam praktik tertentu, para elite dan elemen anak bangsa saat ini justru lebih banyak meminta dan menggerogoti negara, sibuk dengan perebutan kekuasaan dan bertindak untuk kepentingan pribadi, keluarga, golongan dan kelompoknya, tanpa memperhatikan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat banyak. Bahkan jika perlu, masyarakat yang dikorbankan demi mewujudkan ambisi pribadi dan/atau kelompok masing-masing. Demikian pula dengan partai-partai politik. Banyak partai politik tidak mampu menjalankan fungsinya secara baik dalam mengagregasi dan mengartikulasikan kepentingan masyarakat, namun sebaliknya masyarakat hanya dijadikan obyek bagi kepentingan mereka. Fakta yang mudah kita lihat dalam tayangan media cetak maupun elektronik dewasa ini, para elit sering melontarkan pernyataan yang 'terkesan' membela tindakan teror oleh kelompok radikal dengan alasan hak asasi manusia yang memanfaatkan sentimen keagamaan untuk meraih dukungan politik, terutama menjelang pemilihan umum atau pun pilkada. Hal ini tentu saja memberi angin segar kepada kelompok-kelompok radikal untuk terus melakukan tindakannya karena merasa mendapat dukungan dari sebagian elit. Bahkan peristiwa tragedi kemanusiaan yang diakibatkan tindakan radikalisme dijadikan sebagai senjata untuk menyerang kepemimpinan pemerintahan yang berkuasa, tanpa peduli penderitaan anak bangsa yang menjadi korban kebrutalan tindakan terorisme. 7. Sungguh-sungguh Membangun dan Mengembangkan Sistem Pemerintahan Bersih dan Kuat Sistem pemerintahan yang bersih, kuat dan transparan harus secara sungguh-sungguh dibangun, dikembangkan dan diimplementasikan secara konsisten di negeri yang kita sama cintai ini. Pemerintahan dengan kualifikasi seperti ini amat sangat kita butuhkan agar mampu menjalankan roda administrasi pemerintahan yang baik dalam pelayanan publik untuk dapat segera menghadirkan keadilan, kemakmuran dan kesejateraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam urusannya dengan usaha kita untuk melakukan penegakan hukum yang baik serta pemberantasan korupsi untuk membersihkan negeri ini dari berbagai praktik penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan, maka kehadiran pemerintahan serta unsur penegak hukum serta penyelengara negara yang bersih, kuat dan transparan mutlak kita perlukan dan segera perlu kita hadirkan. 8. Menyiapkan Diri Sebaik Mungkin Untuk Menyikapi Pengaruh Perkembangan Globalisasi Secara Arif dan Bijaksana Globalisasi telah menerpa berbagai belahan bumi dan tidak satupun negara yang dapat menghindarinya. Pemicunya adalah kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Bagi masyarakat Indonesia, proses globalisasi ini bisa berdampak positif dan negatif. Dan yang amat penting untuk diwaspadai adalah dampaknya di bidang sosial budaya. Pecahnya bangsa-bangsa menjadi kelompok-kelompok etnis karena dorongan kepentingan ekonomi global, merupakan ancaman yang fatal bagi kelangsungan hidup bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, kita harus menerapkan kebijakan dan strategi yang pada prinsipnya mengarah pada upaya-upaya memperkokoh ketahanan sosial budaya sesuai jati diri dan kepribadian bangsa kita, bangsa Indonesia yang kita cintai ini, di samping menyiapkan sumber daya manusia bangsa ini sebaik mungkin melalui pendidikan yang dirancang secara sadar untuk menghasilkan sumber daya manusia yang penuh keunggulan. Penutup Demikian beberapa pokok pikiran yang dapat saya sampaikan sebagai sharing di acara pertemuan ilmiah ini. Semoga bermanfaat. Jika terdapat kekurangan, terutama kata, ucapan dan sikap saya yang salah atau kurang berkenan selama menyampaikan pokok-pokok pikiran di forum ini, maka secara pribadi, saya menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya. * Pidato Ketua Umum Partai NasDem Surya Dharma Paloh yang disampaikan dalam Kuliah Umum Kebangsaan yang digagas dan diselenggarakan oleh keluarga besar Ikatan Alumni ILUNI Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, Rabu 14/8/2019. Sebuahmimpi besar untuk Indonesia mulai terlintas ketika saya mengenal potensi yang ada pada bangsa ini. Salah satunya pemuda yang merupakan tombak bangsa, potensi yang dibutuhkan bangsa ini untuk menjadi lebih baik dalam segala hal karena pemuda adalah sumber semangat, mimpi, dan idealisme. Potensi yang apabila dioptimalkan akan mampu Oleh Yustina. S. Pd PENDIDIKAN merupakan jalan utama mencapai kesejahteraan sudah tidak dapat dipungkiri lagi, negara — negara yang memiliki sistem pendidikan yang matang sebagian besar sudah menjadi negara maju,  sejahtera dan mampu hidup berdikari tanpa tergantung dengan negara lain. Ini membuktikan pendidikan akan berperan besar dalam proses kemajuan Negara Indonesia, berbagai konsep, kurikulum dan sistem pendidikan sudah dikembangkan di negara ini. Dalam dunia pendidikan pembentukan karakter peserta didik sungguh sangat diperlukan. Pendidikan bukan hanya melulu menjadi alat transfer pengetahuan tetapi juga menjadi alat transfer untuk membentuk manusia menjadi lebih manusiawi. Bila dikaitkan dengan pembangunan karakter bangsa, pendidikan bisa diartikan secara lebih sempit sebagai suatu cara membangun dalam berkehidupan bersama. Dalam skala tataran antarkomunitas, tanpa melihat etnis, suku, agama, ras dan sebagainya, berkehidupan bersama berarti telah sepakat secara sadar untuk melakukan ikatan bagi anggotanya menjadi suatu komunitas yang dilakukan dalam wilayah yang pasti dan sah, serta diakui komunitas masyarakat lainnya baca internasional. Dari sudut pandang inilah kemudian timbul berbagai teori tentang bangsa dan negara. Pendidikan Bermartabat Pembangunan karakter dalam dunia pendidikan akan mempersiapkan peserta didik mempunyai dasar yang kuat dalam mengambil keputusan dalam pilihan hidupnya sehingga mereka akan menjadi lebih bebas. Pendidikan harus menjadikan manusia semakin bermartabat dan dalam hal ini pendidikan akan membangun karakter anak bangsa menjadikan bangsa mereka menjadi makin bermartabat. Untuk itu diperlukan pendidikan yang bermartabat. Pendidikan bermartabat adalah pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kehidupan, dengan demikian manusia akan menjadi semakin bernilai dan berharga. Dengan demikian karena manusia dalam hal ini adalah peserta didik merasa berharga akan timbul rasa dicintai. Dan karena merasa dicintai itulah makan peserta didik akan semakin antusias dalam proses belajar mengajar Pembelajaran yang Menyenangkan Proses belajar mengajar akan menentukan arah dantujuan pendidikan yang kita lakukan. Bagaimana seni menguasai kelas, menerangkan materi pembelajaran. Dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah yang bernama pedagogik, pedagogik sendiri berasal dari kata Paedagogia yang berarti pergaulan dengan anak, Pedagogik yang merupakan praktek pendidikan anak dan kemudian muncullah istilah Pedagogik yang berarti ilmu mendidik anak. Lalu apa sih yang menjadi kesalahpahaman istilah Pedagogik?Kadang sebagian orang mengartikan bahwa pedagogik merupakan ilmu pendidikan, pemaknaan ini tidak berarti salah namun juga tidak sepenuhnya benar, mengapa? Karena jika ditinjau dari makna pendidikan secara luas maka Pendidikan adalah hidup. Lebih tepatnya segala pengalaman di berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu. Dari pengertian diatas maka bisa dipahami ada beberapa tingkatan dalam pendidikan, sehingga menimbulkan cabang ilmu pendidikan yang dikembangkan para ahli yaitu pendidikan pada anak yang disebut Pedagogik, ilmu pendidikan bagi orang dewasa yang disebut Andragogi serta pendidikan bagi ilmu pendidikan manula yang disebut Gerogogi. Jelaslah bahwa Pedagogik terbatas pada ilmu pendidikan anak atau ilmu mendidik anak. Maka timbul pertanyaan lain, kapankah seorang anak masuk dalam kawasan pedagogik? Menurut Langeveld, pendidikan baru terjadi ketika anak telah mengenal kewibawaan, syaratnya yaitu terlihat pada kemampuan anak memahami bahasa, karena sebelum itu dalam pedagogik anak tidak disebut telah dididik yang ada adalah pembiasaan. Sedang batas atasnya yaitu ketika anak telah mencapai kedewasaan atau bisa disebut orang dewasa. Kemudian, mengapa Pedagogik diperlukan? Padahal pedagogik yang merupakan rangakaian teori kadang berlainan dengan praktek di lapangan? Ada dua alasan yang melandasinya, yaitu bahwa pedagogik sebagai suatu sistem pengetahuan tentang pendidikan anak diperlukan, karena akan menjadi dasar bagi praktek mendidik anak. Selain itu bahwa pedagogik akan menjadi standar atau kriteria keberhasilan praktek pendidikan anak. Kedua, manusia memiliki motif untuk mempertanggungjawabkan pendidikan bagi anak-anaknya, karena itu agar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, praktek pendidikan anak memerlukan pedagogik sebagai landasannya agar tidak jadi sembarangan. Dalam dimensi profesionalitas, guru dituntut untuk memotivasi dan melibatkan siswa dalam proses belajar dengan menggunakan gaya, strategi serta teknik pengajaran yang sesuai dengan konteks pembelajaran. Tugas-tugas pembelajaran disusun demi kebutuhan-kebutuhan belajar individu, dan perbedaan-perbedaan latar belakang siswa serta mengoptimalkan waktu belajar. Perlunya memperhitungkan efek-efek perbedaan kemampuan fisik, intelektual, dan ketersediaan alam selama proses belajar dengan mengingat bahwa siswa mempunyai potensi untuk bertumbuh. Meskipun untuk kondisi guru Indonesia yang begitu berat, toh guru pun perlu menunjukkan sebuah tingkatan pengetahuan tentang disiplin-disiplin ilmu yang relevan, proses pembelajaran siswa, dan sumber-sumber pembelajaran dengan menggunakan pengetahuan itu dalam penerapan di kelas. Bacaan-bacaan mutakhir akan menghadirkan sosok guru yang well-inform di depan siswanya. Tidak mesti para guru melanggan Koran atau jurnal ilmiah. Jika lembaga tempat para guru bekerja dapat menyediakannya, pastilah satu persoalan guru untuk mendapatkan informasi mutakhir akan terjawab. Tantangan yang menghadang guru untuk selalu membarui diri adalah sikap cepat puas diri atau seadanya saja. Ketidaksempatan guru membawa siswa melakukan berbagai eksplorasi atau menuntun kea rah pengalaman-pengalaman manusiawi sangat mungkin disebabkan oleh beban kurikulum dan target-target ulangan umum bersama. Beban kurikulum yang begitu berlebih akan mendorong guru memilih jalan aman dengan menempatkan diri sebagai seorang pengajar tertib, meskipun harus kehilangan kesempatan untuk memberikan kedalaman materi. Ada dua model pendidikan yang dikembangkan dibanyak negara yakni menekankan less is more. Jumlah materi pengajaran dikurangi supaya siswa mempunyai kesempatan meneliti secara mendalam. Pengurangan jumlah bahan pelajaran dilakukan agar siswa mempunyai banyak waktu luang untuk lebih mendalami bahan tersebut. Siswa tidak diburu waktu serta mempunyai kesempatan untuk berpikir kritis dan berefleksi. Yang dapat dilakukan adalah menghilangkan substansi pelajaran yang berulang-ulang; menghilangkan pokok bahasan yang tidak esensial yaitu pokok bahasan yang sekadar “kosmetik”; menawarkan ketuntasan belajar; menyediakan materi terapan yang dapat digunakan untuk meningkatakan mutu kehidupannya; menyajikan kurikulum yang sesuai dengan kemampuan sumber daya daerahnya. Materi penting lain yang mesti diperhatikan dalam pendidikan, menurut Morin adalah mengajarkan kondisi manusiawi. Pendidikan masa depan harus menjadi pendidikan universal, yang pertama-tama mengajarkan tentang kondisi manusiawi. Kondisi manusiawi yang dialami anak-anak kita di sekolah mestinya tersistem, bukan mengandalkan orang per orang yang ada dalam suatu sekolah. Sekolah bukanlah pabrik dengan aktivitas industri, sehingga interaksi guru dan siswa dibutuhkan dengan intensitas tinggi. Menjadi ironis jika ada sekolah-sekolah yang merasa cukup menampung anak-anak yang pandai dan menyediakan fasilitas fisik, sementara para gurunya semakin jauh dari siswa. Bukan hal yang aneh jika ada guru yang tidak kenal siswanya bahkan sampai lulus, kecuali namanya dan nilai rapor. Hakikat siswa sebagai manusiawi direduksi sekadar nama dan angka nilai rapor. Upaya banyak sekolah mengurangi jumlah siswa setiap kelas dari 40 an anak menjadi 30 siswa patut didukung sebagai upaya memberikan kesempatan kepada guru dapat berinteraksi dengan siswa di kelas lebih dekat. Upaya demikian sebenarnya dilematis bagi sekolah swasta yang hidup matinya tergantung financial dari siswa. Satu kursi atau dua kursi di setiap kelas akan sangat berarti untuk mendukung pembiayaan operasional. Sekolah negeri tidak terpengaruh perhitungan finansialnya jika dikaitkan dengan jumlah siswa. Akan tetapi, yang terjadi justru negeri berlomba memadati kelas-kelasnya atau menambah daya tampung kelas. Sekolah pun mesti mengupayakan layanan konseling yang baik. Konselor yang cakap dan sistem pembimbing yang benar akan sangat menjadi pendukung setiap pribadi siswa. Banyak sekolah yang menempatkan konselor atau instansi bimbingan dan konseling sekadar sebagai “polisi sekolah”. Urusan disipliner siswa mestinya tidak dilekatkan pada konselor. Konselor tetaplah sebagai figur yang netral dalam mendampingi siswa apapun masalahnya. Layanan konseling yang baik berarti di sekolah tersebut ada perhatian pada kebutuhan emosional anak. Konselor yang baik dapat menjadi perantara dengan guru dan membantu melewati masa-masa sulit anak-anak. Seorang konselor yang baik mampu memberikan dukungan emosional yang dirasakan oleh remaja, yang kadang sulit diperoleh dari orang tua sendiri. Morin menegaskan bahwa kelas harus menjadi sebuah tempat untuk belajar para siswa tentang aturan-aturan debat dan diskusi yang sportif, kesadaran akan kebutuhan-kebutuhan dan prosedur untuk memahami pikiran orang lain, mendengar dan menghormati suara minorotas dan suara-suara yang berbeda. Salah satu contoh riil dalam pembelajaran adalah bagaimana menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk belajar baik bagi guru maupun siswa dan bagaiman keratifitas guru untuk menyampaikan materi semenarik mungkin. Guru dituntuk mampu mengembangkan teknik mangajar yang mengajak peserta didik tidak hanya sekedar tahu tapi paham. Cara sederhana adalah dengan membuat media balajar yang menarik bagi peserta didik misalnya memanfaatkan teknologi komputer atau membuat permainan-permainan yang mambuat peserta didik menjadi menarik. * Penulis adalah Guru SMAN 2 Mandor, Kabupaten Landak Oleh Yustina. S. Pd PENDIDIKAN merupakan jalan utama mencapai kesejahteraan sudah tidak dapat dipungkiri lagi, negara — negara yang memiliki sistem pendidikan yang matang sebagian besar sudah menjadi negara maju,  sejahtera dan mampu hidup berdikari tanpa tergantung dengan negara lain. Ini membuktikan pendidikan akan berperan besar dalam proses kemajuan Negara Indonesia, berbagai konsep, kurikulum dan sistem pendidikan sudah dikembangkan di negara ini. Dalam dunia pendidikan pembentukan karakter peserta didik sungguh sangat diperlukan. Pendidikan bukan hanya melulu menjadi alat transfer pengetahuan tetapi juga menjadi alat transfer untuk membentuk manusia menjadi lebih manusiawi. Bila dikaitkan dengan pembangunan karakter bangsa, pendidikan bisa diartikan secara lebih sempit sebagai suatu cara membangun dalam berkehidupan bersama. Dalam skala tataran antarkomunitas, tanpa melihat etnis, suku, agama, ras dan sebagainya, berkehidupan bersama berarti telah sepakat secara sadar untuk melakukan ikatan bagi anggotanya menjadi suatu komunitas yang dilakukan dalam wilayah yang pasti dan sah, serta diakui komunitas masyarakat lainnya baca internasional. Dari sudut pandang inilah kemudian timbul berbagai teori tentang bangsa dan negara. Pendidikan Bermartabat Pembangunan karakter dalam dunia pendidikan akan mempersiapkan peserta didik mempunyai dasar yang kuat dalam mengambil keputusan dalam pilihan hidupnya sehingga mereka akan menjadi lebih bebas. Pendidikan harus menjadikan manusia semakin bermartabat dan dalam hal ini pendidikan akan membangun karakter anak bangsa menjadikan bangsa mereka menjadi makin bermartabat. Untuk itu diperlukan pendidikan yang bermartabat. Pendidikan bermartabat adalah pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kehidupan, dengan demikian manusia akan menjadi semakin bernilai dan berharga. Dengan demikian karena manusia dalam hal ini adalah peserta didik merasa berharga akan timbul rasa dicintai. Dan karena merasa dicintai itulah makan peserta didik akan semakin antusias dalam proses belajar mengajar Pembelajaran yang Menyenangkan Proses belajar mengajar akan menentukan arah dantujuan pendidikan yang kita lakukan. Bagaimana seni menguasai kelas, menerangkan materi pembelajaran. Dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah yang bernama pedagogik, pedagogik sendiri berasal dari kata Paedagogia yang berarti pergaulan dengan anak, Pedagogik yang merupakan praktek pendidikan anak dan kemudian muncullah istilah Pedagogik yang berarti ilmu mendidik anak. Lalu apa sih yang menjadi kesalahpahaman istilah Pedagogik?Kadang sebagian orang mengartikan bahwa pedagogik merupakan ilmu pendidikan, pemaknaan ini tidak berarti salah namun juga tidak sepenuhnya benar, mengapa? Karena jika ditinjau dari makna pendidikan secara luas maka Pendidikan adalah hidup. Lebih tepatnya segala pengalaman di berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu. Dari pengertian diatas maka bisa dipahami ada beberapa tingkatan dalam pendidikan, sehingga menimbulkan cabang ilmu pendidikan yang dikembangkan para ahli yaitu pendidikan pada anak yang disebut Pedagogik, ilmu pendidikan bagi orang dewasa yang disebut Andragogi serta pendidikan bagi ilmu pendidikan manula yang disebut Gerogogi. Jelaslah bahwa Pedagogik terbatas pada ilmu pendidikan anak atau ilmu mendidik anak. Maka timbul pertanyaan lain, kapankah seorang anak masuk dalam kawasan pedagogik? Menurut Langeveld, pendidikan baru terjadi ketika anak telah mengenal kewibawaan, syaratnya yaitu terlihat pada kemampuan anak memahami bahasa, karena sebelum itu dalam pedagogik anak tidak disebut telah dididik yang ada adalah pembiasaan. Sedang batas atasnya yaitu ketika anak telah mencapai kedewasaan atau bisa disebut orang dewasa. Kemudian, mengapa Pedagogik diperlukan? Padahal pedagogik yang merupakan rangakaian teori kadang berlainan dengan praktek di lapangan? Ada dua alasan yang melandasinya, yaitu bahwa pedagogik sebagai suatu sistem pengetahuan tentang pendidikan anak diperlukan, karena akan menjadi dasar bagi praktek mendidik anak. Selain itu bahwa pedagogik akan menjadi standar atau kriteria keberhasilan praktek pendidikan anak. Kedua, manusia memiliki motif untuk mempertanggungjawabkan pendidikan bagi anak-anaknya, karena itu agar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, praktek pendidikan anak memerlukan pedagogik sebagai landasannya agar tidak jadi sembarangan. Dalam dimensi profesionalitas, guru dituntut untuk memotivasi dan melibatkan siswa dalam proses belajar dengan menggunakan gaya, strategi serta teknik pengajaran yang sesuai dengan konteks pembelajaran. Tugas-tugas pembelajaran disusun demi kebutuhan-kebutuhan belajar individu, dan perbedaan-perbedaan latar belakang siswa serta mengoptimalkan waktu belajar. Perlunya memperhitungkan efek-efek perbedaan kemampuan fisik, intelektual, dan ketersediaan alam selama proses belajar dengan mengingat bahwa siswa mempunyai potensi untuk bertumbuh. Meskipun untuk kondisi guru Indonesia yang begitu berat, toh guru pun perlu menunjukkan sebuah tingkatan pengetahuan tentang disiplin-disiplin ilmu yang relevan, proses pembelajaran siswa, dan sumber-sumber pembelajaran dengan menggunakan pengetahuan itu dalam penerapan di kelas. Bacaan-bacaan mutakhir akan menghadirkan sosok guru yang well-inform di depan siswanya. Tidak mesti para guru melanggan Koran atau jurnal ilmiah. Jika lembaga tempat para guru bekerja dapat menyediakannya, pastilah satu persoalan guru untuk mendapatkan informasi mutakhir akan terjawab. Tantangan yang menghadang guru untuk selalu membarui diri adalah sikap cepat puas diri atau seadanya saja. Ketidaksempatan guru membawa siswa melakukan berbagai eksplorasi atau menuntun kea rah pengalaman-pengalaman manusiawi sangat mungkin disebabkan oleh beban kurikulum dan target-target ulangan umum bersama. Beban kurikulum yang begitu berlebih akan mendorong guru memilih jalan aman dengan menempatkan diri sebagai seorang pengajar tertib, meskipun harus kehilangan kesempatan untuk memberikan kedalaman materi. Ada dua model pendidikan yang dikembangkan dibanyak negara yakni menekankan less is more. Jumlah materi pengajaran dikurangi supaya siswa mempunyai kesempatan meneliti secara mendalam. Pengurangan jumlah bahan pelajaran dilakukan agar siswa mempunyai banyak waktu luang untuk lebih mendalami bahan tersebut. Siswa tidak diburu waktu serta mempunyai kesempatan untuk berpikir kritis dan berefleksi. Yang dapat dilakukan adalah menghilangkan substansi pelajaran yang berulang-ulang; menghilangkan pokok bahasan yang tidak esensial yaitu pokok bahasan yang sekadar “kosmetik”; menawarkan ketuntasan belajar; menyediakan materi terapan yang dapat digunakan untuk meningkatakan mutu kehidupannya; menyajikan kurikulum yang sesuai dengan kemampuan sumber daya daerahnya. Materi penting lain yang mesti diperhatikan dalam pendidikan, menurut Morin adalah mengajarkan kondisi manusiawi. Pendidikan masa depan harus menjadi pendidikan universal, yang pertama-tama mengajarkan tentang kondisi manusiawi. Kondisi manusiawi yang dialami anak-anak kita di sekolah mestinya tersistem, bukan mengandalkan orang per orang yang ada dalam suatu sekolah. Sekolah bukanlah pabrik dengan aktivitas industri, sehingga interaksi guru dan siswa dibutuhkan dengan intensitas tinggi. Menjadi ironis jika ada sekolah-sekolah yang merasa cukup menampung anak-anak yang pandai dan menyediakan fasilitas fisik, sementara para gurunya semakin jauh dari siswa. Bukan hal yang aneh jika ada guru yang tidak kenal siswanya bahkan sampai lulus, kecuali namanya dan nilai rapor. Hakikat siswa sebagai manusiawi direduksi sekadar nama dan angka nilai rapor. Upaya banyak sekolah mengurangi jumlah siswa setiap kelas dari 40 an anak menjadi 30 siswa patut didukung sebagai upaya memberikan kesempatan kepada guru dapat berinteraksi dengan siswa di kelas lebih dekat. Upaya demikian sebenarnya dilematis bagi sekolah swasta yang hidup matinya tergantung financial dari siswa. Satu kursi atau dua kursi di setiap kelas akan sangat berarti untuk mendukung pembiayaan operasional. Sekolah negeri tidak terpengaruh perhitungan finansialnya jika dikaitkan dengan jumlah siswa. Akan tetapi, yang terjadi justru negeri berlomba memadati kelas-kelasnya atau menambah daya tampung kelas. Sekolah pun mesti mengupayakan layanan konseling yang baik. Konselor yang cakap dan sistem pembimbing yang benar akan sangat menjadi pendukung setiap pribadi siswa. Banyak sekolah yang menempatkan konselor atau instansi bimbingan dan konseling sekadar sebagai “polisi sekolah”. Urusan disipliner siswa mestinya tidak dilekatkan pada konselor. Konselor tetaplah sebagai figur yang netral dalam mendampingi siswa apapun masalahnya. Layanan konseling yang baik berarti di sekolah tersebut ada perhatian pada kebutuhan emosional anak. Konselor yang baik dapat menjadi perantara dengan guru dan membantu melewati masa-masa sulit anak-anak. Seorang konselor yang baik mampu memberikan dukungan emosional yang dirasakan oleh remaja, yang kadang sulit diperoleh dari orang tua sendiri. Morin menegaskan bahwa kelas harus menjadi sebuah tempat untuk belajar para siswa tentang aturan-aturan debat dan diskusi yang sportif, kesadaran akan kebutuhan-kebutuhan dan prosedur untuk memahami pikiran orang lain, mendengar dan menghormati suara minorotas dan suara-suara yang berbeda. Salah satu contoh riil dalam pembelajaran adalah bagaimana menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk belajar baik bagi guru maupun siswa dan bagaiman keratifitas guru untuk menyampaikan materi semenarik mungkin. Guru dituntuk mampu mengembangkan teknik mangajar yang mengajak peserta didik tidak hanya sekedar tahu tapi paham. Cara sederhana adalah dengan membuat media balajar yang menarik bagi peserta didik misalnya memanfaatkan teknologi komputer atau membuat permainan-permainan yang mambuat peserta didik menjadi menarik. * Penulis adalah Guru SMAN 2 Mandor, Kabupaten Landak

menjadibangsa yang maju, kuat, bermartabat, mandiri, berdaulat, dan sejahtera. 2. Pengembangan Kurikulum Prodi Bk a. Reviu kurikulum b. Merumuskan kompetensi atau learning outcome lulusan yg compatible dgn tuntutan perkembangan c. Menata ulang struktur kurikulum. 3. Peningkatan mutu layanan Bimbinhan dan Konseling.

ilustrasi backto school. foto dok. Indonesia akan mencapai pada usia emasnya, di mana Indonesia akan dicanangkan menjadi Negara maju yang mandiri dengan kehidupan yang makmur juga adil. Dunia Pendidikan Indonesia pun turut ikut andil dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Saat ini Pendidikan Indonesia tengah berkarya untuk pendidikan yang berkualitas dengan mempersiapkan bekal untuk dapat menelurkan generasi-generasi masa depan Indonesia yang mampu bersaing dengan generasi dari Negara maju. Penguatan Pendidikan karakter merupakan bekal utama yang harus diajarkan kepada generasi masa depan Masa Depan Indonesia atau Generasi Emas 2045 adalah fondasi utama untuk membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang hebat, maju, jaya, dan bermartabat. Mereka yang memiliki karakter dan integritas yang baik sebagi bangsa Indonesia dan berkompeten di bidang, mereka yang mudah beradaptasi dengan perubahan-perubahan serta mampu menggunakan kemajuan teknologi digital itulah generasi emas memberikan Penguatan Pendidikan Karakter pada dunia pendidikan diharapkan bisa terjadi peningkatan atau perubahan mutu pendidikan di Indonesia khususnya pada generasi masa depan Indonesia. Dengan Gerakan penguatan pendidikan karakter diharapkan menjadi fondasi dan ruh utama pendidikan, pendidikan karakter diharapkan mampu membangun manusia yang cakap dalam akhlak, cerdas dalam berpikir dan tercantum dalam Perpres Nomor 87 Tahun 2017 Tentang Penguatan Pendidikan Karakter PPK adalah gerakan pendidikan di sekolah di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati etik, olah rasa estetis, olah pikir literasi dan olah raga kinestetik dengan dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental GNRM.4 Dimensi Pendidikan KarakterPendidikan karakter sendiri memiliki beberapa dimensi yang terdapat keterkaitan satu sama lain. Adapun beberapa dimensi-dimensi dari pendidikan karakter Dimensi Olah Hati Etik yaitu individu yang memiliki kerohanian mendalam, beriman dan bertakwa. Dimensi ini erat hubungannya dengan Olah Pikir Literasi yaitu individu yang memiliki keunggulan akademis sebagai hasil pembelajaran dan pembelajar sepanjang hayat. Dimensi ini erat hubungannya dengan pencapaian hasil belajar. Dimensi Olah Rasa Estetik yaitu individu yang memiliki integritas moral, rasa berkesenian dan berkebudayaan. Dimensi Olah Raga Kinestetik yaitu individu yang sehat dan mampu berpartisipasi aktif sebagai warga Negara. Dimensi ini erat hubunganya dengan raga yang dimensi inilah yang akan memperkuat karakter peserta didik untuk menjadi generasi emas 2045. Sedangkan, ada 5 karakter yang menjadi titik fokus dan diharapkan ada dalam kebijakan PPK. Adapun nilai-nilai utama karakter yang akan ditanamkan adalah religiuitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong dan integritas. 5 Nilai Utama Pendidikan penguatan pendidikan karakter. foto dok. pinterestNilai-nilai utama tersebut berdasarkan nilai-nilai Pancasila, 3 pilar Gerakan Nasional Reveolusi Mental GNRM, kekayaan budaya bangsa kearifan local, dan kekuatan moralitas yang dibutuhkan bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan dan perubahan-perubahan di masa depan. Uraian 5 nilai utama karakter tersebut yaitu1. Religiuitas, yaitu mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama religius antara lain beriman dan bertakwa, disiplin ibadah, cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, antibuli dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, melindungi yang kecil dan tersisih, mencintai dan menjaga lingkungan, bersih, memanfaatkan lingkungan dengan bijak2. Nasionalisme, yaitu Merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan nasionalis antara lain apresiasi budaya bangsa sendiri menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, semangat kebangsaan, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghargai kebinekaan, menghormati keragaman budaya, suku, dan Kemandirian, yaitu merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan mandiri antara lain etos kerja kerja keras, tangguh, tahan banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang Gotong Royong, yaitu mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan pertolongan pada orang-orang yang gotong royong antara lain menghargai, kerja sama, inklusif, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong-menolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap Integritas, yaitu merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral integritas moral. Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan integritas antara lain kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral, anti korupsi, keadilan, tanggung jawab, keteladanan, dan menghargai martabat individu terutama penyandang disabilitas.Kelima karakter utama inilah yang akan menjadi fondasi dan tiang utama kemajuan Negara Indonesia menuju Indonesia Emas. Dengan menelurkan Generasi Emas melalui Penguatan Pendidikan Karakter Indonesia akan menjadi Negara yang maju, dan bermartabat dengan bangsa yang hebat dan bermartabat pula didalamnya. Generasi yang pintar itu sudah biasa, tetapi generasi yang pintar dan berkarakter itu luar ulasan singkat mengenai Penguatan Pendidikan Karakter menuju Generasi Emas 2045 untuk Indonesia Emas. Semoga bermanfaat!Ilustrasi Pendidikan Anak Foto Pixabay Sehingga keberadaban bangsa Indonesia dapat terlihat sejauhmana seluruh komponen bangsa (masyarakat dan pemimpin) cerdas secara kognitif, psikomotorik dan afektif (sikap spiritual dan sikap sosial). Menyoroti kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini, kita masih sangat jauh untuk dikatakan sebagai bangsa yang cerdas. Merajalelanya korupsi menandai bahwa persoalan pendidikan karakter bangsa harus menjadi perhatian semua pihak, pemimpin bangsa, aparat penegak hukum, pendidik dan tokoh-tokoh agama, golongan dan lain sebagainya. Pembangunan karakter harus dibentuk. Studi ini dilakukan berangkat dari keprihatinan saya persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam hal pendidikan karakter, lalu menganalisis fakta-fakta yang ada, dan dari sana menawarkan berbagai alternatif penyelesaian. Dari hasil analisis dan pembahasan, didapatkan kesimpulan bahwa pembangunan karakter jika ingin efektif dan utuh mesti menyertakan tiga institusi, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyambung kembali hubungan dan educational networks yang nyaris putus antara ketiga institusi pendidikan ini. Tanpa tiga institusi itu, program pendidikan karakter sekolah hanya menjadi wacana semata tidak akan berhasil karena tidak ada kesinambungan dan harmonisasi. The current state of corruption should encourage every citizens of the nation, all parties, the leaders of the nation, law enforcement officials, educators and religious leaders, to focus their attention to character building. Character development should be established as part of the national strategy to improve nation’s life. The study begins from my concern about the backwardness of character education in Indonesia, and then from there I attempts to propose alternative solutions. The article concludes that to be successfull, character development should include the participation of three important institutions of social life family, school and community. Therefore, the first step is to reconnect the educational institutions with other institutions. Without the three institutions, the school character education program is only a discourse which will not succeed because there is no continuity and harmonization. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Komunitas 3 2 2011 138-149JURNAL KOMUNITAS DAN USAHA MEMBANGUN KARAKTER BANGSAWahyu Prodi Pendidikan Sosiologi FKIP, Universitas Lambung Mangkurat, IndonesiaAbstrakMerajalelanya korupsi menandai bahwa persoalan pendidikan karakter bangsa harus menjadi perhatian semua pihak, pemimpin bangsa, aparat penegak hukum, pendidik dan tokoh-tokoh agama, golongan dan lain sebagainya. Pembangunan karakter harus dibentuk. Studi ini dilakukan berangkat dari keprihatinan saya persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam hal pendidikan karakter, lalu menganalisis fakta-fakta yang ada, dan dari sana menawarkan berbagai alternatif penyelesaian. Dari hasil analisis dan pembahasan, didapatkan kesimpulan bahwa pembangunan karakter jika ingin efektif dan utuh mesti menyertakan tiga institusi, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyambung kembali hubungan dan educational networks yang nyaris putus antara ketiga institusi pendidikan ini. Tanpa tiga institusi itu, program pendidikan karakter sekolah hanya menjadi wacana semata tidak akan berhasil ka-rena tidak ada kesinambungan dan harmonisasi. AbstractThe current state of corruption should encourage every citizens of the nation, all parties, the leaders of the nation, law enforcement officials, educators and religious leaders, to focus their attention to character building. Character development should be established as part of the na-tional strategy to improve nation’s life. The study begins from my concern about the backward-ness of character education in Indonesia, and then from there I attempts to propose alternative solutions. The article concludes that to be successfull, character development should include the participation of three important institutions of social life family, school and community. Therefore, the first step is to reconnect the educational institutions with other institutions. Without the three institutions, the school character education program is only a discourse which will not succeed because there is no continuity and harmonization.© 2011 Universitas Negeri SemarangInfo ArtikelSejarah ArtikelDiterima Juni 2011Disetujui Juli 2011Dipublikasikan September 2011Keywordscharacter education;community;education;family;school. Alamat korespondensi FKIP Universitas Lambung Mangkurat Indonesia 50288 E-mail Wahyu_77 2086-5465 139Wahyu / Komunitas 3 2 2011 138-149PENDAHULUANPersoalan yang dihadapi bangsa ini dari hari ke hari makin banyak tanpa ada ti-tik terang penyelesaian. Semua lini kehidu-pan mengalami persoalan dan cobaan yang tak habis-habisnya, bahkan semakin parah. Mari kita perhatikan dalam percaturan dunia. Salah satu badan internasional yang bernaung di bawah organisasi PBB, Uni-ted Nations Development Programme UNDP, menjalankan ritual tahunan, mengumum-kan negara-negara menurut peringkat Hu-man Development Index HDI. Dalam laporan HDI, negara Indonesia dibandingkan den-gan negara-negara jiran, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Brunnei Darussalam dan Filipina, berada di peringkat yang masih rendah. Hal ini sangat ironis, sebab realitas menunjukkan, Singapura yang penduduknya tidak lebih dari jumlah penduduk Jakarta, Brunnei Darussalam yang negaranya tidak seluas Jakarta, Malaysia yang pernah men-jadi murid kita, serta Thailand dan Filipina yang 14 tahun lalu sama-sama dibantai kri-sis, berada diperingkat yang lebih kita perhatikan sekitar kita. Ma-kin banyak orang yang jatuh miskin atau semakin miskin. Negara kita semakin tak diperhitungkan di antara negara-negara yang kompetitif. Negara kita masih diper-hitungkan hanya karena memiliki jumlah penduduk besar dan sumber daya alam yang berlimpah. Kenyataannya, jumlah penduduk yang besar dan sumber daya alam yang me-limpah belum dapat memberi nilai tambah serta jaminan bagi kemajuan dan pertumbu-han itu, khususnya setelah ke-jatuhan Soeharto, Mei 1998, banyak terjadi peristiwa yang memiriskan budi kemanusi-aan. Kita melihat bagaimana martabat ke-manusiaan bangsa Indonesia sudah terpuruk ke jurang paling dalam, mendekati tingkat kebinatangan. Ke-kerasan demi kekerasan yang terjadi di Indo-nesia merupakan suatu indikasi bahwa ma-syarakat kita sudah terkondisi dalam budaya tanpa hukum. Aneka kekerasan itu seakan bebas terus berlangsung tanpa ada yang bisa mencegah. Maka ketika terjadi kekerasan demi kekerasan yang dilakukan sekelompok front atau laskar, masyarakat menganggap-nya biasa-biasa saja. Banyak korban yang te-lah jatuh karena berbagai konflik politik, et-nis, dan agama. Semua ini mengindikasikan, kekerasan telah diterima oleh sebagian ma-syarakat kita sebagai suatu kebiasaan, yang bukan kejahatan, tetapi dijadikan santapan sehari-hari dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup. Masyarakat kita, akhir-akhir ini, mu-dah meledak karena sebab sepele, tidak sa-bar, agresif, mudah rusuh. Konflik rumah tangga kian banyak, hubungan interpersonal kian rapuh. Sebaliknya, banyak yang tampak lebih apatis, tak mau tahu atau tak berdaya menghadapi masa depan, semangat kerja anjlok, sulit memusatkan pikiran atau men-gambil keputusan akurat. Belum lagi me-ningkatnya laporan bunuh memang melahirkan manusia cerdas, namun kurang memiliki kesadaran akan pentingnya nilai-nilai moral dan sopan santun dalam hidup bermasyara-kat. Ini tampak dalam kasus tawuran antar-sekolah, antarfakultas, antarperguruan tinggi dan tindakan kekerasan yang hidup di dunia pendidikan formal. Lulusan perguruan tinggi yang mulai bekerja, tergiur berbuat tidak ju-jur karena tidak punya pegangan kebajikan. Sebagian mahasiswa kita merasa bangga jika kuliah tidak ada dosennya, perpustakaan banyak kosong, internet digunakan untuk hal-hal yang tidak terpuji, alergi buku yang berbahasa asing, suka meniru skripsi orang lain alias tawuran atau kekerasan atau perilaku tidak terpuji lainnya di sekolah-se-kolah atau kampus-kampus, tidak mungkin terjadi dengan tiba-tiba. Seseorang menam-pilkan perilaku itu merupakan hasil belajar juga, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pendidikan kita harus peduli terhadap upaya untuk mence-gah perilaku kekerasan atau perilaku tidak terpuji lainnya secara dini melalui program pendidikan, agar budaya damai, sikap to-leransi, empati, dan sebagainya, dapat di-tanamkan kepada peserta didik semenjak mereka berada di tingkat pendidikan pra se-kolah maupun pada tingkat pendidikan das- Wahyu / Komunitas 3 2 2011 138-149140ar. Jadi, dalam kondisi kehidupan bangsa di mana nilai kemanusiaan mengalami krisis, bila dunia pendidikan formal hanya mencer-daskan kehidupan bangsa, tanpa diimbangi penanaman nilai-nilai keluhuran martabat manusia, belum memberikan sumbangan besar bagi perwujudan masyarakat adil dan makmur. Dalam dunia pendidikan kita se-karang ini, tidak boleh lagi terjadi proses pendidikan yang lebih mendahulukan di-mensi kognitif, sehingga dimensi humanio-ra dilalaikan, atau dengan kata lain, prestasi akademik diutamakan, pembinaan manusia sebagai pribadi dilalaikan. Predikat bangsa Indonesia yang ramah dan sopan menjadi kehilangan makna, manakala pembangunan karakter bangsa menjadi kabur dilanda isu kekerasan dan korupsi Situmorang,2010.Ada alasan yang sangat mendasar men-gapa semua ini terjadi di Indonesia. Karakter bangsa yang lemah, karakter bangsa yang ti-dak kokoh dalam mempertahankan prinsip kebenaran yang hakiki. Jangan-jangan nilai kebenaran yang hakiki sekalipun tak dimiliki bangsa ini. Padahal, bangsa yang maju ada-lah bangsa berkarakter dengan masyarakat yang berkarakter dan kepribadian yang kuat ditunjukkan melalui sikap tertib aturan, mandiri, menghormati orang lain, perhatian dan kasih sayang, bertanggungjawab, adil, berperan sebagai warga negara yang baik, dan mendahulukan kepentingan khalayak. Saat ini pemahaman tentang kebenaran ter-nyata diartikan dengan sangat sempit dan kerdil, kebanyakan dibawa ke ranah hukum atau pengadilan untuk diputuskan berbagai keny-ataan pahit yang kita hadapi, seperti dike-mukakan di atas, pendidikan karakter meru-pakan langkah penting dan strategis dalam membangun kembali jati diri bangsa. Terben-tuknya karakter peserta didik yang kuat dan kokoh diyakini merupakan hal penting dan mutlak dimiliki peserta didik untuk mengha-dapi tantangan hidup di masa akan datang. Pengembangan karakter yang diperoleh me-lalui pendidikan, baik pada tingkat sekolah maupun perguruan tinggi dapat mendorong mereka menjadi anak-anak bangsa yang me-miliki kepribadian unggul seperti diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional. Bagaimana kondisi masyarakat Indo-nesia saat ini dalam kaitan dengan karakter bangsa? Bagaimana pembangunan karakter yang telah dan sedang dilakukan dalam ma-syarakat Indonesia? Apa solusi dan langkah yang dapat dilakukan untuk pembangunan karakter bangsa? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang coba digali dan dicari jawaban-nya dalam tulisan ini. Tulisan ini bermaksud menggambarkan kondisi masyarakat Indo-nesia saat ini, sehingga membuat masyarakat sadar akan urgensi pembangunan karakter bangsa. berdasarkan analisis kondisi sosial yang ada, akan dapat dikemukakan alter-natif langkah yang dapat dilakukan untuk membangun karakter bangsa. Tulisan ini menggunakan beberapa kajian literatur ten-tang pendidikan karakter character atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan wa-tak, adalah sifat-sifat hakiki seseorang atau suatu kelompok atau bangsa yang sangat me-nonjol sehingga dapat dikenali dalam berba-gai situasi atau merupakan trade mark orang tersebut Tilaar, 2008.Lickona 1991 merujuk pada konsep good character yang dikemukakan oleh Aris-toteles “... the life of right conduct-right conduct in relation to other persons and in relation to one self ” karakter dapat dimaknai sebagai ke-hidupan berperilaku baik/penuh kebajikan, yakni berperilaku baik terhadap pihak lain Tuhan YME, manusia, dan alam semesta dan terhadap diri sendiri.Sementara Martadi 2010 memberi-kan pengertian Pendidikan Karakter adalah proses pemberian tuntunan peserta/anak didik agar menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Peserta didik diharap-kan memiliki karakter yang baik meliputi ke-jujuran, tanggung jawab, cerdas, bersih dan sehat, peduli, dan kreatif. Karakter tersebut diharapkan menjadi kepribadian utuh yang mencerminkan keselarasan dan keharmoni-san dari olah HATI, PIKIR, RAGA, serta RASA dan dalam pengertian yang lebih luas, Martadi 2010 menyatakan pen- 141Wahyu / Komunitas 3 2 2011 138-149didikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Dari uraian di atas dapat disimpul-kan bahwa, pendidikan karakter itu adalah pendidikan nilai. Apa nilai-nilai itu? Secara umum, kajian-kajian tentang nilai biasanya mencakup dua bidang pokok, estetika dan etika atau akhlak, moral, budi pekerti. Es-tetika mengacu kepada hal-hal apa yang di-pandang manusia sebagai indah, apa yang mereka senangi. Sementara, etika mengacu kepada hal-hal tentang tingkah laku yang pantas berdasarkan standar-standar yang berlaku dalam masyarakat, baik yang ber-sumber dari agama, adat-istiadat, konvensi, dan sebagainya. Standar itu adalah nilai-ni-lai moral atau akhlak tentang tindakan mana yang baik dan mana yang Foerster Koesoema, 2006, ada 4 empat ciri dasar dalam pendidikan karakter, yaitu Pertama, keteraturan setiap tindakan dan diukur berdasarkan hierarki ni-lai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan. Kedua, koherensi yang memberi-kan keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang am-bing pada situasi baru atau takut resiko. Ko-herensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Ketiga, otonomi. Di situ seseorang menginternalisasikan atu-ran dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan pihak lain. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dipan-dang baik. Kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dengan Foerster, Lickona 1991 menyebutkan ada 10 sepuluh pilar ciri dasar pendidikan karakter, yaitu Trust-worthiness; Respect; Responsibility, Fair-ness; Caring; Honesty; Courage; Diligence; Integritydan perlu diungkapkan panjang le-bar, apabila kita simak dari ciri-ciri dasar pendidikan karakter tersebut di atas, maka pertama, kita lihat adanya muatan etika atau akhlak, moral, budi pekerti di dalam karakter. Kedua, karakter merupakan milik personal dari seseorang atau pun suatu ma-syarakat atau moral dan karakter keduanya tidak bisa dipisahkan. Karakter merupakan sikap dan kebiasaan seseorang yang me-mungkinkan dan mempermudah tindakan moral Corley dan Phillips, 2000. Atau den-gan kata lain karakter adalah kualitas moral seseorang. Jika seseorang mempunyai mo-ral yang baik, maka akan memiliki karakter yang baik yang terwujud dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pendidikan karakter menjadi pen-ting dan strategis dalam membangun karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan wa-tak, yang bertujuan mengembangkan ke-mampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Melalui pendidikan karakter kita ingin agar anak mampu menilai apa yang baik, meme-lihara secara tulus apa yang dikatakan baik itu, dan mewujudkan apa yang diyakini baik walaupun dalam situasi tertekan dan penuh Karakter adalah proses pemberian tuntunan peserta/anak didik agar menjadi manusia seutuhnya yang berkarak-ter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Ketiga substansi dan proses psiko-logis tersebut bermuara pada kehidupan mo-ral dan kematangan moral individu. Dengan kata lain, karakter kita maknai sebagai kua-litas pribadi yang baik, dalam arti tahu ke-baikan, mau berbuat baik, dan nyata berpe-rilaku baik, yang secara koheren memancar sebagai hasil dari olah pikir, olah hati, olah raga, dan olah rasa dan membangun karakter bangsa sebenarnya sudah dicanangkan sejak awal kemerdekaan. Soekarno sebagai salah satu pendiri bangsa telah menegaskan pentingnya nation and character building. Proklamasi ke- Wahyu / Komunitas 3 2 2011 138-149142merdekaan hanyalah sebagai jembatan emas untuk membangun bangsa dan karakter, sebab bangsa yang tidak memiliki karakter akan terombang-ambing di tengah pergau-lan internasional. Oleh karena itu, Pancasila selain difungsikan sebagai dasar negara juga sebagai pandangan hidup dan Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan prinsip-prinsip dasar yang diyakini kebenarannya yang kemudian dija-dikan pedoman dalam menghadapi berbagai persoalan dalam kehidupan. Sebagai imp-likasi Pancasila sebagai pandangan hidup, maka Pancasila juga merupakan jiwa dan kepribadian, dan sekaligus menjadi moral dan karakter bangsa Indonesia. Oleh kare-na itu, upaya membangun bangsa tidak bisa dilepaskan dari Pancasila yang menurut Notonagoro nilai-nilainya digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri. METODE PENELITIANTulisan ini menggunakan studi lite-ratur sebagai pendekatan penelitiannya. Mengelaborasi dari berbagai konsep tentang pendidikan karakter guna mengkonstruk-si tentang wacana pendidikan karakter dan permasalahannya di DAN PEMBAHASANDi tengah kebangkrutan moral bangsa, maraknya tindakan kekerasan, tawuran, penggunaan obat-obat terlarang, dan ben-tuk-bentuk tindakan kriminalitas lainnya, pendidikan karakter yang menekankan pada dimensi nilai-religius menjadi relevan untuk diterapkan. Namun, pendidikan di Indonesia tam-paknya belum matang untuk membentuk pendidikan karakter sebagai kinerja budaya dan religius dalam kehidupan bermasyara-kat. Itu tidak lain karena sistem pendidikan di Indonesia tidak dikemas dan ditujukan untuk membangun suatu karakter budaya yang kuat. Sistem pendidikan nasional ma-sih berorientasi pada pembangunan fisik, bu-kan pembangunan jiwa dan karakter ini, jika kita berbicara tentang pendidikan karakter, yang kita bicarakan se-sungguhnya adalah sebuah proses penana-man nilai, tetapi yang seringkali dipahami secara sempit, hanya terbatas pada ruang ke-las, dan seringkali pendekatan ini tidak dida-sari prinsip pendidikan yang kokoh. Sebagai contoh, untuk menanamkan nilai kejujuran, banyak sekolah beramai-ramai membuat kantin kejujuran. Di sini anak diajak untuk jujur dalam membeli dan membayar barang yang dibeli tanpa ada yang mengontrolnya. Dengan praksis ini diharapkan anak-anak kita akan menghayati nilai kejujuran dalam kehidupan mereka. Namun, sayang, gagasan yang tampaknya relevan dalam mengem-bangkan nilai kejujuran ini mengabaikan prinsip dasar pendidikan berupa kedisiplinan sosial yang mampu mengarahkan dan mem-bentuk pribadi anak didik. Alih-alih men-didik anak menjadi jujur, di banyak tempat anak yang baik malah tergoda menjadi pen-curi dan kantin kejujuran malah bangkrut. Ini terjadi karena kultur kejujuran yang ingin dibentuk tidak disertai dengan pembangu-nan perangkat sosial yang dibutuhkan da-lam kehidupan bersama. Tiap orang tergoda menjadi pencuri jika ada dengan hal di atas, secara formal, instrument untuk membangun moral dan karakter bangsa sudah ada dalam kuri-kulum pendidikan kita yaitu mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan PKn atau Pendidikan Moral Pancasila PMP. Seba-gai instrument pendidikan karakter bangsa, mata pelajaran tersebut diberikan sejak SD sampai ke perguruan tinggi. Ini berarti bah-wa semua warga negara, termasuk mereka yang sekarang melakukan korupsi, berperi-laku menyimpang dan mengganggu keter-tiban sosial, sudah memperoleh pendidikan kewarganegaraan atau Pendidikan Moral Pancasila. Apakah ini bisa dikatakan seba-gai kegagalan pendidikan PKn atau PMP?. Jika ya, apa penyebabnya? Dan bagaimana solusinya? Merupakan pertanyaan yang per-lu kita refleksikan dan kita cari dalam kurikulum pendidi-kan sudah ada instrument pendidikan karak-ter, isinya lebih banyak menekankan aspek kognitif. PKn yang dulu PMP lebih banyak menekankan aspek kognitif daripada aspek afektif. Padahal, pendidikan moral, apalagi 143Wahyu / Komunitas 3 2 2011 138-149pada anak-anak SD seharusnya lebih bany-ak berkaitan dengan aspek afektif, daripada aspek kognitif..Dalam kenyataannya, pendidikan ke-warganegaraan lebih banyak mentransfer pengetahuan dan keterampilan, tanpa di-sertai dengan internalisasi nilai yang terkan-dung dalam pengetahuan tersebut. Evaluasi yang digunakanpun juga lebih menekankan aspek kognitif, sehingga proses belajar men-gajar di sekolah lebih bersifat transfer penge-tahuan, daripada mengajarkan berpikir seca-ra keilmuan dan internalisasi nilai. Peserta didik hanya memiliki pengetahuan, tetapi tanpa memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Akibatnya pendidikan hanya menghasilkan manusia-manusia yang egois, yang tidak memahami arti kehidupan yang didalamnya ada perbedaan, nilai dan norma yang harus dihormati dan dijunjung pendidikan karakter yang di-lakukan secara formal melalui pendidikan PKn di sekolah, selama ini kurang efektif, karena lebih banyak menekankan pada as-pek kognitif. Padahal pendidikan karakter khususnya pada anak-anak SD, seharusnya lebih menekankan pada aspek afektif. PKn sebagai instrument pendidikan karakter se-harusnya lebih menekankan aspek afektif. Selain itu, secara psikologis perkembangan jiwa anak-anak pada usia SD masih dido-minasi aspek empirik. Kemampuan abstrak-si mereka belum berkembang dengan baik. Oleh karena itu, cara belajar mereka masih didominasi dengan meniru apa yang mereka tentu bukan hanya sekedar untuk mentransfer ilmu dan keterampilan, tetapi juga merupakan internalisasi nilai-nilai dasar, khususnya nilai-nilai kemanusi-aan kepada para peserta didik. Hal ini juga sejalan dengan pilar-pilar pendidikan yang dikemukakan oleh Unesco yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to life together. Belajar untuk hidup bersama, berarti belajar untuk memahami dan mene-rapkan nilai-nilai yang disepakati bersama oleh demikian, pendidikan be-nar-benar dapat menghasilkan manusia yang utuh, yang bukan hanya cerdas seca-ra intelektual, tetapi juga menjadi manusia yang wisdom bijak, yang ditandai dengan adanya kesadaran untuk bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara, serta lingkungan. Sayangnya pendidikan yang dilakukan selama ini, ter-masuk Pendidikan Kewarganegaraan PKn yang diharapkan menjadi instrument pen-didikan moral dan karakter bangsa belum mampu menghasilkan manusia-manusia bijak, karena lebih menekankan pada aspek kognitif semata. Pendidikan nilai, sebenar-nya tidak hanya menjadi tugas dan tang-gungjawab dari guru PKn dan agama, tetapi juga menjadi tugas dan tanggungjawab se-mua guru pendidik, karena setiap ilmu di dalamnya terkandung nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi. Sayangnya, para pendidik belum mampu mengindentifikasi nilai-nilai apa yang terkandung dalam setiap pengeta-huan, dan bagaimana cara menginternalisasi nilai-nilai tersebut kepada peserta didik, se-hingga nilai-nilai tersebut menjadi landasan dalam bersikap dan bertindak dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan lihatlah cara kita melaksanakan pendidikan karakter, terutama dari segi eva-luasi. Mengetahui kemajuan anak dalam as-pek kognitif relatif itu mudah. Sementara, nilai-nilai tentang pergaulan sosial misalnya, bagaimana mengevaluasi keberhasilan anak dalam mengenal dan memahami nilai-nilai itu? Jelas, tidak dengan tes multiple choice pilihan ganda semata. Bagaimana menilai kemajuan aspek afektif anak? Observasi dan catatan hasil observasi adalah cara terbaik. Menilai kemajuan anak dalam aspek praksis juga harus dilakukan dengan observasi yang dari segi evaluasi ini, kita tidak dapat menghindari kesan, pendidikan karak-ter di sekolah kita benar-benar amburadul. Saya mendapat kesan, kita tidak sungguh-sungguh berusaha melaksanakan pendidikan karakter. Rupanya tidak ada tempat dalam kurikulum sekolah Indonesia untuk melak-sanakan pendidikan karakter yang sebenar-nya. Para guru bertanya, untuk apa mengha-biskan waktu dan tenaga untuk pendidikan karakter? Soal karakter kan tidak ditanyakan dalam ujian nasional. Wahyu / Komunitas 3 2 2011 138-149144Kesan ini diperkuat dengan cara pe-nyelenggaraan ujian nasional UAN. Ke-tika mata-mata pelajaran yang diUANkan dipandang penting, lalu siapa yang berani mengatakan pendidikan karakter tidak pen-ting? Kiranya tidak ada! Namun, apabila me-nentukan lulus tidaknya seorang siswa dari UAN, berarti pemerintah memandang pen-didikan karakter sama sekali tidak penting. UAN telah mengubur pendidikan karakter. Mengevaluasi pendidikan karakter dengan UAN tidak mungkin dilakukan, tetapi harus secara lokal, seperti melalui observasi yang sistematis. Tetapi kenyataannya, penilaian lokal tidak diperhitungkan sama sekali. Se-lain itu, Kementerian Pendidikan Nasional menganggap para guru yang tiap hari men-dampingi anak tidak memiliki informasi yang sah tentang perkembangan murid, ter-masuk perkembangan uraian di atas, timbul pertanyaan, apa yang salah dengan pendidikan karakter kita? Banyak sekali! Pendidikan karakter di-formulasikan menjadi mata pelajaran aga-ma, pelajaran PKn atau budi pekerti, yang program utamanya ialah pengenalan nilai-nilai secara kognitif semata. Paling-paling mendalam sedikit sampai penghayatan nilai secara afektif. Padahal pendidikan karakter seharusnya membawa anak ke pengenalan nilai secara konatif, penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Mempertimbangkan berbagai kenya-taan pahit yang kita hadapi seperti sekarang ini, kekerasan mudah meledak karena sebab sepele, tidak sabar, agresif, mudah rusuh, kasus tawuran antarsekolah, antarfakultas, antarperguruan tinggi, perampokan bis kota, dan bentuk-bentuk kriminalitas lainnya, he-mat saya, pendidikan karakter semakin men-desak diterapkan di dunia pendidikan. Kalau dalam memandang bentuk-ben-tuk kriminalitas yang ada sekarang ini, pusat perhatian kita terarah kepada manusia-ma-nusianya. Dari cara berpikir ini dapat di-simpulkan, dalam kasus kita sekarang, krisis moral yang jadi sumber krisis-krisis lainnya. Kita dapat berkata, kasus penjiplakan oleh Guru Besar di Bandung dan maraknya pem-buatan karya ilmiah di berbagai kota, hemat saya adalah dampak dari krisis moral. Krisis hutan adalah akibat dari kerakusan para pe-dagang besar kayu hutan. Krisis lingkungan, seperti bencana alam, tsunami, gempa bumi, banjir, adalah dampak dari pola hidup ma-nusia pada umumnya yang tidak dapat men-gendalikan keserakahan, keangkuhan, atau kita tidak mampu mengendali-kan krisis moral, krisis ini bisa berkembang jadi lebih besar lagi. Bahkan, menimbulkan krisis-krisis lain yang mengancam kehidupan sebagai bangsa. Karena itu, pembangunan karakter sangat penting dan bahkan men-desak mengingat berkelanjutannya berbagai krisis yang melanda bangsa dan negara Indo-nesia sampai saat pembangunan karakter, pendi-dikan merupakan langkah penting dan stra-tegis. Undang-Undang RI, No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menggariskan bahwa pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdas-kan kehidupan bangsa, bertujuan untuk ber-kembangnya potensi peserta didik agar men-jadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandi-ri, dan menjadi warga negara yang demokra-tis serta bertanggung karakter bangsa se-benarnya sudah sejak lama diucapkan oleh Bung Karno 1961 yaitu dedication of life para olahragawan dan pembina olah raga, agar dapat melaksanakan Amanat Penderi-taan Rakyat sesuai kerangka segi-segi cita-cita bangsa yang termasuk dalam Nation and Character Building Indonesia. Ungkapan ini meninggalkan bekas yang mendalam di hati kita semua. Ungkapan ini menghidup-kan harapan besar dalam hati kita bersama. Bung Karno juga mengatakan Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pem-bangunan karakter character building, kare-na character building inilah yang akan mem-buat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, dan jaya serta bermartabat. Kalau hal ini tidak dilakukan, maka bangsa ini menjadi bangsa kuli Abidinsyah, 2011 145Wahyu / Komunitas 3 2 2011 138-149Ketika Bung Karno mengucapkan kata-kata ini, rasanya diucapkan dalam kon-teks politik. Jadi yang dimaksud ialah watak bangsa harus dibangun. Tetapi, ketika kata-kata ini diungkapkan oleh para pendidik, dari Ki Hajar Dewantara, hingga Moham-mad Said, konteksnya adalah pendidikan. Yang dimaksudkan ialah pendidikan watak untuk siswa. Bagaimana cara mendidik anak di sekolah agar selain menjadi pinter juga menjadi manusia White Furqon Hidaya-tullah, 2010, menyatakan bahwa pemban-gunan karakter adalah usaha paling penting yang pernah diberikan kepada manusia. Pembangunan karakter adalah tujuan luar biasa dari sistem pendidikan yang benar. Ha-sil studi Marvin Berkowitz Hawadi, 2008 para siswa yang berasal dari sekolah dengan menerapkan pendidikan berkarakter menun-jukkan peningkatan motivasi dalam meraih prestasi akademik. Tidak hanya itu, kelas-ke-las yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter, menunjukkan penuru-nan drastis pada perilaku negatif siswa yang menghambat keberhasilan akademik. Williams Hawadi, 2008, menam-bahkan bahwa dengan pendidikan karakter, seorang anak akan lebih cerdas secara emo-si. Williams menjelaskan bahwa terdapat ke-cenderungan bahwa anak-anak yang memi-liki masalah dengan kecerdasan emosi akan mengalami kesulitan belajar, bergaul, dan mengontrol emosinya. Sebaliknya, anak-anak dan para remaja yang berkarakter atau memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, cen-derung terhindar dari masalah-masalah yang biasanya dihadapi remaja, seperti kenakalan remaja, tawuran, perilaku seks bebas, peny-alahgunaan obat-obatan terlarang, dan lain sebagainya. Sehingga, dengan demikian kecerdas-an emosi ini merupakan salah satu bekal penting dalam mempersiapkan anak meny-ongsong masa depan karena dengannya se-seorang akan dapat berhasil dalam mengha-dapi tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Dari temuan penelitian di atas, kini kita harus menyatakan bahwa institusi pen-didikan, baik rumah, sekolah, maupun ma-syarakat tempat penting dan strategis dalam membangun karakter bangsa. Karena itu, rumah, sekolah dan masyarakat mestinya menjadi ruang bagi anak-anak untuk me-numbuhkan karakter. Pembangunan karakter harus diben-tuk. Pembangunan karakter jika ingin efek-tif dan utuh mesti menyertakan tiga institu-si, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pandangan Phillips 2000, bahwa pendidikan karakter haruslah melibatkan semua pihak, yaitu keluarga, se-kolah dan masyarakat. Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah meny-ambung kembali hubungan dan educational networks yang nyaris putus antara ketiga insti-tusi pendidikan ini. Tanpa tiga institusi itu, program pendidikan karakter sekolah hanya menjadi wacana semata. Dengan kata lain, pembangunan karakter tidak akan berhasil selama ketiga institusi pendidikan tidak ada kesinambungan dan harmonisasi. Keluarga sebagai lingkungan pemben-tukan watak dan pendidikan pertama dan utama mestilah diberdayakan kembali. Seba-gaimana disarankan Phillips 2000, keluar-ga hendaklah kembali menjadi school of love, sekolah untuk kasih sayang. Sementara Azra 2008 menyatakan, dalam perspektif Islam, keluarga sebagai madrasah mawaddah wa rah-mah, tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang. Berdasarkan sebuah hadits yang di-riwayatkan Anas Azra 2008, keluarga yang baik memiliki empat ciri, yaitu memi-liki semangat gairah dan kecintaan untuk mempelajari dan menghayati ajaran-ajaran agama dengan sebaik-baiknya untuk kemu-dian mengamalkan dan mengaktualisasi-kannya dalam kehidupan sehari-hari; setiap anggotanya saling menghormati dan meny-ayangi, saling asah dan asuh; dari segi naf-kah konsumsi tidak berlebih-lebihan, tidak ngoyo atau tidak serakah dalam usaha men-dapatkan nafkah, sederhana atau tidak kon-sumtif; serta selalu berusaha meningkatkan ilmu dan pengetahuan setiap anggota keluar-ganya melalui proses belajar dan pendidikan seumur hidup life long learning, minal-mahdi ila yang berasal dari keluarga Wahyu / Komunitas 3 2 2011 138-149146yang baik, seperti digambarkan diatas, me-miliki potensi dan bekal yang memadai un-tuk mengikuti proses pembelajaran di seko-lah. Penanaman akhlak terpuji seperti ju-jur, berani, disiplin, kerjasama, tegas, ramah, sabar, kasih sayang, dermawan seharusnya dimulai sejak dari keluarga. Penanaman akhlak mulia ini tidak bisa secara singkat, akan tetapi melalui proses yang terus mene-rus sejak usia dini hingga mencapai taraf ke-dewasaan atau kematangan. Jika sejak usia dini sudah ditanamkan akhlak terpuji, maka akan menjadi bekal ketika dewasa untuk be-rakhlak mulia. Pembiasaan yang dilakukan sejak usia dini ini, pada akhirnya akan men-jadi budaya dan akan selalu dipegang teguh sampai akhir sampai ke praksis, yaitu anak mempunyai karakter yang kuat, kukuh mem-pertahankan prinsip kebenaran hakiki, pen-didikan karakter, baik formal maupun infor-mal harus disesuaikan dengan dunia anak. Dengan kata lain, pendidikan karakter anak harus disesuaikan dengan tahap-tahap per-tumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini sejalan dengan sebuah hadits yang diriwa-yatkan dari Ibnu Amr bin Al Ash RA HR. Al Hakim dan Abu Daud, yaitu Suruhlah anak-anakmu menjalankan sholat jika mere-ka sudah berusia tujuh tahun. Dan jika su-dah berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau melaksanakan sholat. Dan pisahkanlah tempat pembentukan karakter melalui keluarga, Furqon Hidayatullah 2010, me-nyebutkan ada beberapa langkah, yaitu Adab 5-6 tahun. Pada tahap ini anak diajarkan perilaku jujur, tidak berbohong, mengenal benar dan salah, mengenal baik dan buruk, mengenal perintah dan larangan. Tanggung jawab diri 7-8 tahun. Anak diajarkan untuk disiplin, bertanggung jawab, menentukan pilihan masa depan menentu-kan cita-cita, ditanamkan sistem keyakinan. Pada tahap ini anak juga diajarkan mulai sholat, makan sendiri, mandi sendiri, berpa-kaian sendiri, dll . Caring 9-10 tahun. Anak diajarkan perilaku ramah, sopan, santun, menghargai orang lain, peduli, bekerjasama, suka me-nolong. Kemandirian 11-12 tahun. Anak diajarkan taat pada aturan, bersikap dan ber-tindak mandiri, siap menerima sanksi, mem-pertimbangkan resiko, tidur di kamar sendi-ri. Contoh mampu membedakan mana yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, yang dilarang dan yang 13 tahun >. Anak diajarkan memiliki integritas, dan kemam-puan contoh merupakan metode efektif untuk membangun karakter anak di dalam keluarga. Dalam hal ini, ke-teladanan tentunya dari semua pihak, mulai ayah, ibu, dan di antara anak-anak. Dengan keteladanan ini, anak-anak di dalam kelu-arga dapat mencontoh sikap-sikap positif, seperti disiplin, bertanggung jawab, berani, saling menghormati, jujur, dan sikap-sikap bukan hanya sebatas trans-fer of knowledge, melainkan sebagai upaya pembimbingan peserta didik untuk men-capai perkembangan, baik secara jasmani maupun rohani ke arah kedewasaan. Secara lebih luas, pendidikan juga mencakup usaha-usaha untuk membangun watak, sikap, dan kepribadian peserta didik agar menjadi ma-nusia sempurna insan kamil. Seperti dike-mukakan Fraenkel 1977, sekolah tidaklah semata-mata tempat di mana guru menyam-paikan pengetahuan melalui berbagai mata pelajaran. Sekolah juga adalah lembaga yang mengusahakan usaha dan proses pem-belajaran yang berorientasi pada nilai value-oriented enterprise.Guru dituntut memiliki kompeten-si tertentu, yakni kompetensi profesional, pedagogis, personal dan sosial. Dari empat aspek tersebut, aspek yang paling mendasar untuk menjadi seorang guru yang mampu mendidik karakter siswa, yaitu aspek kep-ribadian personalitas, karena aspek inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya komit-men diri, dedikasi, kepedulian dan kemauan kuat untuk terus berbuat yang terbaik dalam kiprahnya di dunia pendidikan Nurchaili, 2010.Selanjutnya, dalam pengertian yang lebih luas, pendidikan juga mempunyai tiga 147Wahyu / Komunitas 3 2 2011 138-149pengertian, yaitu pendidikan, pengajaran dan pelatihan. Mendidik, merupakan usaha yang lebih ditujukan kepada pengemban-gan budi pekerti, semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketakwaan, dan lain-lain. Men-gajar, yaitu memberikan pelajaran tentang bagaimana ilmu yang bermanfaat bagi per-kembangan kemampuan intelektualnya. Se-mentara, melatih, merupakan usaha untuk memberikan sejumlah keterampilan tertentu yang dilakukan secara berulang-ulang, se-hingga akan terjadi suatu pembiasaan dalam bertindak. Kegiatan mendidik, mengajar dan melatih harus berjalan secara serempak, ter-padu dan berkelanjutan karena merupakan usaha mentransformasikan nilai-nilai aga-ma, budaya, dan lain-lain, yang pada akhir-nya akan membentuk karakter seseorang se-bagai warga negara yang baik. Menurut Martadi 2010, untuk pem-bentukan watak melalui sekolah dapat dila-kukan pembangunan budaya sekolah dengan menciptakan suasana sekolah yang mencer-minkan karakter. Implementasinya, kegia-tan intra dan kokurikuler secara terintegrasi pada semua mata pelajaran. Ekstrakurikuler melalui berbagai kegiatan antara lain KIR, Pramuka, kesenian, olah raga, dokter kecil, pembentukan karakter melalui pendidikan di sekolah, Azra 2008 mengu-sulkan ada 3 tiga langkah sebagai berikut Menerapkan pendekatan modelling atau exemplary atau uswah hasanah, yakni menso-sialisasikan dan membiasakan lingkungan sekolah untuk menghidupkan dan menegak-kan nilai-nilai akhlak dan moral yang benar melalui model atau teladan. Setiap guru dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah hendaknya mampu menjadi uswah hasanah yang hidup bagi setiap peserta didik. Mereka juga harus terbuka dan siap untuk mendisku-sikan dengan peserta didik tentang berbagai nilai-nilai yang baik tersebut. Menjelaskan atau mengklarifikasi kepada peserta didik secara terus menerus tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk. Usaha ini bisa dibarengi pula dengan langkah-langkah memberi penghargaan ni-lai-nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah berlakunya nilai-nilai yang buruk. Menerapkan pendidikan berdasarkan karakter. Hal ini bisa dilakukan dengan me-nerapkan character based approach ke dalam setiap mata pelajaran yang ada di samping mata pelajaran-pelajaran khusus untuk pen-didikan karakter, seperti pelajaran agama, sejarah, Pancasila, dan sebagainya. Pembentukan watak dan pendidikan karakter melalui sekolah, dengan demikian, tidak bisa dilakukan semata-mata melalui pembelajaran pengetahuan, tetapi adalah melalui penanaman atau pendidikan nilai-nilai. Dalam proses pendidikan karakter, pendidikan harus melalui aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik Lickona, 1991. Dengan demikian, sekolah harus memban-tu siswa untuk memahami nilai-nilai utama, mengadopsinya, dan menerapkannya dalam keseharian. Banyak cara yang dapat dila-kukan dalam upaya penanaman nilai pada siswa, salah satunya lewat buku cerita raky-at. Media ini bisa jadi menyenangkan bagi anak-anak sehingga besar kemungkinan, nilai-nilai yang dikandung cerita tersebut dapat diserap dengan baik. Melalui kajian tematik dan amanat terhadap teks tersebut diharapkan akan ditemukan beberapa aspek pragmatik yang dapat dimanfaatkan sebagai kerangka acuan dalam mendidik anak-anak bangsa sebagai generasi penerus sehingga masyarakat Indonesia dapat menemukan kembali jati dirinya Karyanto 2008.Lickona 1991 menyebutkan sedikit-nya terdapat 6 enam hal yang menjadi sa-saran untuk dilakukan siswa sebagai indika-tor bahwa pendidikan karakter positif pada ranah kognitif dapat terpenuhi 1 Sadar atas nilai-nilai moral yang ada, 2 Memahami hal-hal yang dibu-tuhkan untuk menerapkan nilai-nilai moral pada kondisi nyata, 3 Men-gambil perspektif, dalam artian tidak hanya mengedepankan dirinya dalam memandang suatu permasalahan, teta-pi juga berupaya melihat suatu hal ber-dasarkan sudut pandang orang lain, 4 Melakukan penalaran moral, 5 Berpi-kir dalam rangka mengambil keputus-an, 6 Memiliki pengetahuan moral. Wahyu / Komunitas 3 2 2011 138-149148Dari hal tersebut di atas, hal yang perlu dipahami adalah seseorang mungkin saja se-cara pemahaman telah amat mengerti men-genai hal-hal yang benar dan hal yang salah. Namun pada kenyataannya, masih saja ada di antara orang dengan pemahaman tersebut yang tetap memilih hal yang salah. Hal ini mungkin saja disebabkan pada pendidikan karakter yang berorientasi pada ranah kogni-tif, terlewat untuk memperhatikan persoalan emosi. Padahal emosi merupakan suatu hal yang amat penting pada tiap karakter. Oleh sebab itu, kiranya perlu membidik sisi afek-tif, dalam hal ini emosi sebagai upaya pendi-dikan karakter, di mana di antara indikator dari ranah afektif tersebut menurut Hawadi 2008 antara lain1 Kesadaran yaitu perasaan nyaman dan ingin untuk melakukan hal-hal yang dinilai benar, 2 Penghargaan ke-pada diri sendiri, 3 Empati, 4 Menc-intai hal-hal yang baik, 5 Kontrol diri, 6 Keinginan untuk mengkoreksi kesa-lahan-kesalahan yang telah diperbuat. Akan tetapi, lagi-lagi permasalahan yang muncul adalah seringkali tatkala seseo-rang telah memiliki dorongan yang kuat agar dapat melakukan apa yang seharusnya dila-kukan, orang tersebut akhirnya tetap gagal dalam menterjemahkan penilaian benar-sa-lah, sehingga justru tindakan salahlah yang ia perbuat. Untuk itu, sasaran pendidikan karakter pada tingkat ini adalah 1 Kompetensi, yakni keterampilan untuk mendengar, berbicara dan be-kerjasama, 2 Dorongan, yaitu hal yang mengarahkan energi dan penilai-an yang kita miliki atas suatu hal, 3 Kebiasaan moral, yaitu kecenderun-gan yang relatif tetap dalam merespon suatu situasi dengan cara yang baik Hawadi, 2008. Dengan pendidikan nilai-nilai di seko-lah, pembangunan karakter yang kuat dapat dirintis secara berkelanjutan. Untuk keber-hasilan ini masih diperlukan tiga unsur pen-ting lain membangun kultur sekolah yang mampu membangun karakter siswa, kepe-mimpinan yang berkarakter dan menjunjung tinggi kebenaran yang hakiki. Lingkungan masyarakat luas jelas me-miliki pengaruh besar terhadap keberhasilan pembentukan karakter. Dari perspektif Is-lam, menurut Shihab 1996, situasi kema-syarakatan dengan sistem nilai yang dianut-nya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Misalnya, penganut paham materialistis memandang bahwa nilai yang tertinggi adalah material, sedangkan di kalangan masyarakat hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Jika sistem nilai dan pandangan masyarakat terbatas pada kini dan di sini, maka upaya dan ambisinya terbatas pada kini dan di sini konteks ini, Azra 2008 me-nyebutkan bahwa dalam Al-Qur’an banyak ayatnya menekankan tentang pentingnya kebersamaan, tujuan bersama, gerak lang-kah bersama, solidaritas yang sama. Setiap agama selalu mengajarkan kebaikan ke-pada umatnya, sikap saling menghormati, bersikap jujur, santun, disiplin, dan lain se-bagainya. Oleh karena, internalisasi ajaran-ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari akan memantapkan karakter seseorang baik dalam kapasitasnya sebagai individu mau-pun sebagai warga bangsa agama, individu menciptakan hubungan yang privat dengan Tuhan. Mela-lui agama pula, seseorang dapat berinteraksi secara baik dengan orang lainnya, dan mela-lui agama pula, seseorang dapat menebarkan kebaikan dan menguatkan karakter priba-dinya. Tak berlebihan dikatakan, kalau kita mau berhasil membentuk karakter bangsa di tengah-tengah masyarakat, maka harus ada seorang pemimpin yang berkarakter, seperti disiplin, bertanggung jawab, berani, saling menghormati, jujur, dan sikap-sikap lainnya. Jadi pemimpin di masyarakat harus menjadi teladan. Dengan keteladanan ini, merupa-kan langkah pembimbingan masyarakat da-lam rangka membangun karakter paparan di atas, dapat ditarik 149Wahyu / Komunitas 3 2 2011 138-149kesimpulan bahwa persoalan melemahnya karakter bangsa dewasa ini harus menjadi perhatian semua pihak, pemimpin bangsa, aparat penegak hukum, pendidik dan tokoh-tokoh agama, golongan dan lain sebagainya. Dengan perhatian bersama, akan terwujud sebuah langkah bersama untuk secara terus menerus membangun karakter sangat kompleksnya permasa-lahan pembangunan karakter tersebut, perlu dilakukan beragam upaya untuk segera da-pat mengatasinya, dan banyak aspek-aspek yang harus diperhatikan. Masalah dan usaha membangun karakter bangsa dapat dila-kukan melalui pendekatan keluarga, seko-lah dan masyarakat, sehingga masalah dan usaha membngun karakter bangsa menjadi tanggung jawab bersama semua komponen masyarakat dari berbagai PUSTAKAAbidinsyah. 2011. Urgensi Pendidikan Karakter dalam Membangun Peradaban Bangsa yang Bermar-tabat. Jurnal Socioscientia Kopertis Wilayah. 113Azra, A. 2008. Pembangunan Karakter Bangsa Pendekatan Budaya, Pendidikan dan Agama, dalam Saifudin dan Karim, Refleksi Karakter Bangsa. Jakarta Forum Kajian Antropologi IndonesiaDamayanti, P. 2011. Upaya Pelestarian Hutan Melalui Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Ma-syarakat. Jurnal Komunitas. 31 84-96Fraenkel, 1977. How to Teach about Values An Ana-lytical Approach. Eglewood, New Jersey Pren-tice HallHawadi, 2008. Membangun Green Psychology Gen-erasi Muda Indonesia Melalui Pendidikan Karak-ter, dalam Saifudin dan Karim, Refleksi Karakter Bangsa. Jakarta Forum Kajian Antropologi IndonesiaHidayatullah, 2010. Pendidikan Karakter, makalah pada Seminar Nasional Pembangunan Karak-ter Bangsa, Banjarmasin, 7 Nopember 2010Iskandar Agung, Rumtini. Civil Society dan Pendidikan Karakter Bangsa. Jurnal Pendidikan dan Kebu-dayaan, Vol. 16, Edisi khusus III, Oktober 2010Karyanto, P., dkk. 2008. Pembentukan Karakter Anak Menurut Teks Cerita Rakyat Ranggana Putra Demang Balaraja’ Kajian Pragmatik Sastra. Jurnal Penelitian 71 45-53Koesoema, D. 2006. Pendidikan Karakter. Jakarta Kompas, 3 FebruariLickona, T. 1991. Education for Character How Our School can Teach Respect and Responsibility. New York Bantam BooksMartadi, 2010. Grand Design Pendidikan Karakter. Makalah pada Saresehan Nasional Pendidikan Karakter 2010. Koordinator Kopertis Wilayah XI KalimantanNurchaili. 2010. Membentuk Karakter Siswa Melalui Keteladanan Guru. Jurnal pendidikan dan kebu-dayaan. 163 Phillips, 2000. Family as the School of Love, maka-lah pada Nasional Conference On Character Building, Jakarta 25-26 November, 2000Situmorang, H. 2010. Pembangunan Karakter Bangsa. Jurnal Pendidikan Penabur. 914Tilaar, 2008. Karakteristik Bangsa dalam Perspe-ktif Pedagogik Kontemporer, dalam Saifudin dan Karim, Refleksi Karakter Bangsa. Jakarta Forum Kajian Antropologi Indonesia ... In Presidential Regulation No. 87 of 2017, it is stated that the Strengthening of Character Education PPK as one of the National Mental Revolution Movement GNRM, is urgently needed to strengthen the character of students through feeling, sense, thought, and physical encouragement with the involvement and cooperation both between schools, families, and communities under the responsibility of the education unit. Thus, the organization of education is not merely performed to prepare students academically, but also prepare them in terms of spiritual intelligence, attitude, and soft-skills Wahyu, 2011. ... Henderikus DasriminThe purpose of this study is to determine the process of strategic management of character-based characterization of Carmelite spirituality at Senior High School. This study uses a qualitative ap-proach with multi-site study design. Data were collected through observation, interviews and documentation studies. Data analysis used single data analysis and cross-site data analysis. The results of the study show that1 strategic planning is characterized by the formation of organizational structures and task descriptions by principals,2 character education programs formulated in Academic Guidebooks or Learning Guidelines 3 the implementation of character education is done by assigning character values in the spirit of prayer, brotherhood, and service,4 evaluation is carried out regularly, while monitoring is carried out throughout the whole process of character education.... e. Motivasi kata yang berasal dari bahasa latin yaitu Movore, yang artinya bergerak atau mempunyai keinginan untuk adanya gerak. Motivasi dalam berbahasa Indonesia bermula dari kata motif yang artinya usaha dalam kecenderungan manusia melaksanakan sesuatu Wahyu, 2011. Istilah motivasi berasal dari motif yang berarti kekuatan yang ada dalam diri personal, hal ini disebabkan oleh individu tersebut dalam beryindak atau berbuat Asrori, 2020. ...Yulfia NoraJamaris Jamaris Solfema SolfemaPenelitian dilakukan untuk mengkaji teori perngembangan anak dan aspek yang dipengaruhi oleh pengembangan sosial anak dalam sosiologi kependidikan, khususnya permasalahan sosial. Penggunaan metode dalam penelitian ini adalah kajian kepustakaan dengan meta-analisis dari sepuluh hasil review jurnal nasional berdasarkan aspek perkembangan sosial anak, yaitu personaliti anak, yaitu sifat dasar, keadaan prenatal, keberbedaan personal, keadaan dan motivasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 berdasarkan hasil meta-analisis review sepuluh jurnal nasional didominasi oleh aspek perkembangan keberbedaan personal 2 aspek perkembangan sosial,khususnya keberbedaan sosial belum berkembang dengan baik karena perlu pendampingan dan arahan dari orang tua dan guru untuk penanganan permasalahan sosial pada anak; 3 aspek perkembangan keberbedaan personal ini juga merupakan faktor internal yang memengaruhi dalam diri anak; 4 Implikasi penelitian ini dapat menjadi acuan bagi orang tua untuk menjaga komunikasi dan berkolaborasi dalam mencegah terjadinya permasalahan sosial pada anak. Penanganan Permasalahan Sosial pada Anak dalam Pengembangan Sosial di Sekolah Dasar... integrasi nilai-nilai karakter pada kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani pada masa pandemi covid 19 dilakukan memberi contoh keteladanan dan pembiasaan dalam bersikap. Pendidikan tidak hanya berperan dalam mengajarkan pengetahuan baik atau salah namun peren pendidikan lebih kearah memanusiakan manusia dalam bersikap Wahyu, 2011. Pentingnya pendidikan karakter dalam mewujudkan tujuan dan fungsi pendidikan nasional yang berakhlak, berilmu dan berwatak. ...Suastika NurafiatiHaeril HaerilRabiah AL AdawiyahEducation directs the process of humanizing humans. With education, it is hoped that people with character and knowledge can be achieved. During the COVID-19 pandemic, national education underwent changes in its implementation. Learning is done by Distance Learning PJJ. The implementation of physical education based on character education during the COVID-19 pandemic is carried out online. The purpose of this study was to describe learning physical education based on character education during the COVID-19 pandemic at SDN Bontoa Makassar. This research is a qualitative research in which the data obtained from interviews, observations and documentation. The results showed that physical education learning based on character education during the COVID-19 pandemic was carried out online. The implementation of character education-based physical education learning is carried out by integrating the character values of discipline, honesty, hard work and responsibility in every learning planning activity, learning implementation and learning evaluation. The integration of character values in physical education learning activities during the COVID-19 pandemic was carried out by providing examples of exemplary and habituation in attitude.... Various problems that have hit the nation lately in the global era, are suspected to have eroded national values which have an impact on the occurrence of a character crisis Sidi, 2014 and distanced the nation's generation from good character Lickona, 1991. Even what is worrying in the lives of today's young generation, the phenomenon of character degradation and demoralization Wahab, 2011;Wahyu 2011 seems to show that the nation's children are starting to be uprooted from their national roots, westernized lifestyles, hedonism, pornography, drugs, brawls, bullying, hoaxes, violence and even radicalism. The fact that the post-reformation national character has eroded among the nation's generation is increasingly concerning, it should become a work agenda for all components of the nation and existing institutions, to commit to placing nation and character building as the main priority in development. ...This study aims to develop the design of geography learning materials containing Indonesian geopolitics as a systemic program to strengthen national character in the Department of Geography Education, Faculty of Social Sciences, State University of Medan. The specific target to be achieved is the production of textbooks on geography learning materials containing Indonesian geopolitics. The research method used is the R&D method by following the Borg & Gall procedure. The research subjects involved lecturers in Political Geography courses; students as subjects for a limited group trial; and five experts for the validation of teaching materials. The instruments used were expert validation questionnaires, learning outcomes tests and observation sheets, which were analyzed using qualitative descriptive analysis to analyze information about various field conditions; quantitative descriptive analysis used to analyze the scores given by the expert; and statistical analysis assisted by STATCAL software. The results showed that the textbooks developed were valid and suitable for learning Political Geography, as well as contributing to the systemic program of strengthening national character in campus life by placing six pillars of character, namely citizenship, justice, honor, responsibility, caring, and being able to trust.... Selaras dengan penelitian Wahyu mengatakan bahwa terdapat perilaku tidak terpuji di sekolah karena kurangnya penanaman pembelajaran budi pekerti dan karakter. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan harus peduli terhadap upaya pencegahan perilaku tidak terpuji tersebut Wahyu, 2011. Program student of the month di MAN 2 Serang ini merupakan strategi serta upaya yang dilakukan sekolah untuk membentuk karakter siswa nya menuju kedisiplinan, keaktifan belajar serta berperilaku baik. ... Fani Nurul FazriahYustika Irfani LindawatiStudent of the month is a program dedicated to giving appreciation and awards from the school to the best students with specific criteria. The selection of student of the month is based on the following criteria 1 The percentage of student attendance in that month is above 90%, 2 Good character, 3 Obeys madrasa regulations, 4 Active in teaching and learning activities and extracurricular activities. This study aims to identify the process of implementing the student of the month program, determine the implementation of the student of the month program at MAN 2 Serang, and assess the impact of the student of the month program on students at MAN 2 Serang. This research is included in the descriptive analysis. This research is qualitative. The collection technique was done through interviews, documentation, and observation. Research subjects in this study were determined purposively, namely the selection of research subjects intentionally by researchers based on specific goals and criteria. The determination of research subjects is based on particular characteristics or characteristics that assess the researcher's subjectivity. The data analysis technique used is the inductive analysis technique. The study results concluded that the student of the month program led to a change in student habits, where there was a change in student behavior patterns, especially in increasing discipline. The sustainability of the program, which is carried out every month, has implications for forming a habitus for students.... Hal tersebut dapat terjadi dengan berbagai hal yang melatarbelakangi individu yang bersikap 'tidak sopan'. Misalnya dari konflik internal keluarga sebagai institusi pertama yang mengajarkan nilai-nilai dan membentuk karakter, hingga sekolah formal yang juga turut berperan membentuk moral individu dalam hidup bermasyarakat Wahyu, 2011. ...Dia Gloria EkklesiaTulisan ini akan membahas mengenai Digital Civility Index dan hubungannya dengan karakter bangsa dalam wacana pembangunan dari sudut pandang antropologi. Belakangan ini isu mengenai karakter bangsa muncul ke permukaan melalui sebuah hasil penelitian daring yang dilakukan oleh Microsoft. Penelitian tersebut meneliti keberadaban interaksi manusia dalam ruang virtual dan penelitian tersebut memperlihatkan bahwa Indonesia berada diposisi 29 dari 32 negara yang diteliti. Hal ini menimbulkan polemik dikalangan warga Indonesia yang merasa tersinggung akan hasil tersebut. Secara tidak langsung, hasil penelitian tersebut menggambarkan cerminan dari karakter diri bangsa Indonesia oleh karenanya isu ini menarik untuk ditinjau lebih dalam. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah studi literatur dan pengamatan terhadap berita seputar hasil penelitian dari Microsoft dan responsnya dari masyarakat Indonesia secara daring. Dalam mengkaji isu ini, pertama akan dibahas mengenai alur berita dan dinamikanya dalam masyarakat Indonesia terhadap hasil penelitian tersebut. Kedua akan dipaparkan mengenai konteks dari isu ini melalui sudut pandang antropologi pembangunan. Terakhir akan dijelaskan mengenai wacana pembangunan karakter bangsa yang berkelanjutan dan berbasis komunitas. Melalui tulisan ini penulis berargumen bahwa wacana pembangunan karakter bangsa memerlukan keterlibatan masyarakat serta pemerintah dalam pembangunan sebagai modal untuk menciptakan cerminan bangsa yang lebih beradab. Dorothy FeraryThis chapter will look at the purpose of education in the context of Indonesia’s past and present. I will draw on the philosophy of Ki Hajar Dewantara 1889–1959, who is regarded as the father of Indonesian education. In conceptualising education, he was influenced by his upbringing, local culture, and international influences from various educators and philosophers such as Rabindranath Tagore, Maria Montessori, and Friedrich Fröbel. This chapter is particularly timely because the Indonesian government has started to critically re-examine two of the educational concepts proposed by Dewantara, which are “pendidikan karakter” character education and “merdeka belajar” independent learning. The chapter will start with a discussion on the purpose of education before introducing Dewantara and his background. I will then offer two comparisons; First, between Dewantara’s purpose of education and the aims of Dutch schools during the colonial period in Indonesia, highlighting the importance of imparting local wisdom and values in Dewantara’s school which were ignored by the colonial schools. Second, between Dewantara’s purpose of education and the current government’s policies. By doing so, I will highlight the different purposes articulated for education in various contexts, from the colonial era to present-day Indonesia. The conclusion of this chapter is that there have been profound changes to the very purpose of education in Indonesia. Nevertheless, Dewantara’s philosophy is still very much relevant today and thus, the Indonesian government should revisit its conceptualisation of the foundations of education. Dewantara’s thought is also likely to see increased interest in other countries due to a growing global demand for awareness of non-Western educational Hadjar DewantaraPhilosophy of EducationMoh. FaidzinLVEP Living Values Education Program adalah program pendidikan nilai yang mempunyai jaringan internasional yang menawarkan pelatihan dan metode praktis bagi para guru, fasilitator bahkan orang tua dan pendamping anak. Tujuan LVEP ini adalah menghidupkan apa yang sudah ada, dan menyediakan alat untuk memahami apa dampak dari suatu tindakan pada diri sendiri, orang lain dan masyarakat serta meningkatkan kemampuan kepemimpinan berdasarkan nilai-nilai tersebut. Dalam rangkaian pelaksanaan LVEP, aktifitas reflektif dan visualisasi membantu peserta didik untuk menggunakan kreativitas dan bakat-bakat mereka. Aktivitas komunikasi mengajarkan mereka` mengimplementasikan keterampilan sosial yang penuh damai. Aktivitas seni, lagu-lagu dan gerakan-gerakan menginspirasi peserta didik untuk berkespresi sambil mengalami langsung nilai yang sedang diajarkan. Aktivitas permainan mengajak peserta didik untuk berfikir dan bersenang-senang yaitu pada saat diskusi sehingga mampu mengeksplorasi sikap-sikap dan perilaku-perilaku yang berbeda. Aktivitas lainnya menstimulasi kesadaran akan tanggung jawab pribadi dan sosial serta keadilan sosial. Diseluruh rangkaian aktivitas ditekankan pula perkembangan harga diri dan toleransi. Alasan Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Mambaul Ulum Mojopuro Gede Bungah-Gresik menjadikan LVEP sebagai program unggulan karena aktivitas LVEP mencakup nilai-nilai kedamaian, penghargaan, kasih sayang, toleransi, kejujuran, kerendahan hati, kerjasama, kebahagiaan, tanggung jawab, kesederhanaan, kebebasan dan Guna NugrahaDiva PitalokaM. RiadhussyahTujuan Penulisan adalah memberikan pemahaman kepada pemerintah desa terhadap pentingnya menjaga keberagaman nilai-nilai Pancasila di masyarakat Desa Bentek dan memberikan pelatihan cara menguatkan nilai-nilai Pancasila dalam masyarakat Desa Bentek, Kecamatan Gangga, Lombok Utara. berwarna. Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode ceramah, diskusi, dan konsultasi hukum secara langsung dengan masyarakat yang sebelumnya telah dibuat berjarak dan menggunakan masker, guna memenuhi standar protokol covid 19. Dari Kegiatan ini dapat dijelaskan bahwa meski Desa Bentek terdiri dari suku yang berbeda, berbeda bahasa, berbeda agama dan berbeda budaya, namun hingga kini masyarakat desa Bentek tetap hidup rukun, harmonis, dan damai. Buktinya, masyarakat selalu memelihara tali silaturahmi dengan saling mengunjungi satu sama lain baik antar sesama keyakinan maupun berbeda agama, disamping setiap ada hajatan mereka saling mengundang satu sama Karakter BangsaH SitumorangSitumorang, H. 2010. Pembangunan Karakter Bangsa. Jurnal Pendidikan Penabur. 914Grand Design Pendidikan Karakter. Makalah pada Saresehan Nasional Pendidikan Karakter 2010. Koordinator Kopertis Wilayah XI Kalimantan NurchailiD KoesoemaKoesoema, D. 2006. Pendidikan Karakter. Jakarta Kompas, 3 Februari Lickona, T. 1991. Education for Character How Our School can Teach Respect and Responsibility. New York Bantam Books Martadi, 2010. Grand Design Pendidikan Karakter. Makalah pada Saresehan Nasional Pendidikan Karakter 2010. Koordinator Kopertis Wilayah XI Kalimantan Nurchaili. 2010. Membentuk Karakter Siswa Melalui Keteladanan Guru. Jurnal pendidikan dan kebudayaan. 163Karakteristik Bangsa dalam Perspektif Pedagogik Kontemporer, dalam Saifudin dan KarimH A R TilaarTilaar, 2008. Karakteristik Bangsa dalam Perspektif Pedagogik Kontemporer, dalam Saifudin dan Karim, Refleksi Karakter Bangsa. Jakarta Forum Kajian Antropologi IndonesiaUrgensi Pendidikan Karakter dalam Membangun Peradaban Bangsa yang Bermartabat Pembangunan Karakter Bangsa Pendekatan BudayaAbidinsyah AzraAbidinsyah. 2011. Urgensi Pendidikan Karakter dalam Membangun Peradaban Bangsa yang Bermartabat. Jurnal Socioscientia Kopertis Wilayah. 113 Azra, A. 2008. Pembangunan Karakter Bangsa Pendekatan Budaya, Pendidikan dan Agama, dalam Saifudin dan Karim, Refleksi Karakter Bangsa. Jakarta Forum Kajian Antropologi Indonesia Damayanti, P. 2011. Upaya Pelestarian Hutan Melalui Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat. Jurnal Komunitas. 31 84-96How to Teach about Values An Analytical ApproachJ R FraenkelFraenkel, 1977. How to Teach about Values An Analytical Approach. Eglewood, New Jersey Prentice HallMembangun Green Psychology Generasi Muda Indonesia Melalui Pendidikan Karakter, dalam Saifudin dan KarimR A HawadiHawadi, 2008. Membangun Green Psychology Generasi Muda Indonesia Melalui Pendidikan Karakter, dalam Saifudin dan Karim, Refleksi Karakter Bangsa. Jakarta Forum Kajian Antropologi Indonesia Hidayatullah, 2010. Pendidikan Karakter, makalah pada Seminar Nasional Pembangunan Karakter Bangsa, Banjarmasin, 7 Nopember 2010Civil Society dan Pendidikan Karakter BangsaIskandar AgungIskandar Agung, Rumtini. Civil Society dan Pendidikan Karakter Bangsa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Edisi khusus III, Oktober 2010Pembentukan Karakter Anak Menurut Teks Cerita Rakyat 'Ranggana Putra Demang Balaraja' Kajian Pragmatik SastraP KaryantoKaryanto, P., dkk. 2008. Pembentukan Karakter Anak Menurut Teks Cerita Rakyat 'Ranggana Putra Demang Balaraja' Kajian Pragmatik Sastra. Jurnal Penelitian 71 45-53Family as the School of Love, makalah pada Nasional Conference On Character BuildingC T PhillipsPhillips, 2000. Family as the School of Love, makalah pada Nasional Conference On Character Building, Jakarta 25-26 November, 2000 BangsaIndonesia adalah bangsa yang besar karena didukung oleh sejumlah fakta positif yaitu posisi geopolitik yang sangat strategis, kekayaan alam dan keanekaragaman hayati, kemajemukan sosial budaya, dan jumlah penduduk yang besar. Oleh karena itu, bangsa Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi bangsa yang maju, adil, makmur JAKARTA - Pemimpin Pesantren Daarut Tauhid Aa Gym berharap Indonesia menjadi bangsa yang maju dan bermatabat. Indonesia menjadi bangsa yang memiliki harga diri, mandiri dan kuat dalam berbagai bidang serta membangun manusia mulia. "Saudaraku, kita mengharapkan bangsa kita menjadi bangsa yang maju dan bermartabat" ujarnya lewat laman Facebook, Ahad. "Mari kita canangkan bangsa Bermartabat. Bermartabat’ kita buat susun sebagai akronim yang dimulai dengan Bersih’," kata Aa Gym menambahkan. Menurutnya, menjadi bangsa bermartabat dimulai dengan menjaga kebersihan lahir batin. Bersih dari korupsi, kemaksiatan, akidah, akhlak dan bersih hatinya. "Bangsa yang memiliki tempat yang bersih, sistem yang bersih, keuangan yang bersih. Dan semua itu dimulai dari diri dan keluarga yang bersih," ujar Aa. Selanjutnya, kata ia, adalah Makmur’. Bangsa bermartabat juga adalah bangsa yang makmur tidak secara lahir saja, namun juga batinnya. Secara ekonomi kuat, dan ditopang dengan keadaan hati rakyat dan pemerintahnya yang lapang, bahagia, tidak tertekan. "Untuk makmur kita perlu memiliki 3 UR, yaitu jujur, akur dan syukur," tutur Aa selanjutnya dari bermartabat adalah taat. Bangsa taat kepada Allah SWT yang telah menciptakan dan mencukupi rezekinya dan taat kepada Rasululloh Saw. Taat di sini bisa bermakna juga dengan kedisiplinan. Tidak ada bangsa yang maju tanpa kedisiplinan. Mari kita tafakuri bangsa-bangsa yang sudah maju, bisa dipastikan mereka mempraktikkan kedisiplinan dalam kehidupannya. "Padahal disiplin adalah milik kita juga sebagai umat Islam. Rasulullah SAW. sudah lebih dahulu mengajarkan kedisiplinan, tinggal kita mujahadah dan istiqomah mempraktikkannya," jelas Aa Gym. Ciri berikutnya adalah bersahabat. Bangsa yang bermartabat warganya senantiasa membina dirinya dan membina pergaulannya untuk tidak menjadi ancaman bagi pihak lain. Senantiasa mengeratkan persahabatan dan persaudaraan. Mengelola perbedaan dan persamaan secara bijaksana dan adil."Kita tahu bahwa penghuni bumi ini, khususnya bangsa kita, amat beragam. Dan, tidak sepatutnya keberagaman ini menjadi alasan untuk saling mengancam dan bermusuhan. Justru keberagaman harus menjadi kekuatan untuk saling melengkapi dan memperkaya. Saling mentafakuri dan menghargai." Baca juga, Pesan Aa Gym ke Jokowi, Jangan Anggap Remeh Persoalan Ahok.

Untukitu perlu, perlu ditanamakan pendidikan karakter pada diri remaja sejak kecil agar remaja tumbuh dengan memiliki karakter yang kuat dan dapat membangun karakter bangsa sehingga menjadi bangsa yang bermartabat.Terlebih lagi dengan fenomena sosial yang ada saat ini menjukkan remaja Indonesia mengalami degradasi karakter dan moral.Pendidikan

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Salah satu faktor yang menyebabkan kemunduran bangsa Indonesia adalah karena bobornya mental pejabat di pemerintahan. Berdasarkan data “Jumlah kasus korupsi di Indonesia terus meningkat. Kasus korupsi yang telah diputuskan oleh Mahkamah Agung MA dari 2014-2015 sebanyak 803 kasus. Jumlah ini meningkat jauh dibanding tahun sebelumnya. Hasil penelitian Laboratorium Ilmu Ekonomi, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekomoni dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, mengungkap 803 kasus itu menjerat 967 terdakwa korupsi.”Senada dengan itu, “Menurut Litbang Kompas 158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011, 42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011, 30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI, Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU, KY, KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan BKPM. Kejahatan yang merugikan Negara tersebut, anehnya dilakukan “oknum” orang yang berpendidikan tinggi.”Dari data-data yang terpaparkan diatas maka pantaslah bangsa Indonesia ini mengalami kemunduran dalam berbagai macam posisi di dunia yang diakibatkan oleh rusaknya moral yang dimiliki oleh para pejabat Negeri. Keadaan tersebut terjadi karena kesalahan dunia pendidikan atau kurang berhasilnya dunia pendidikan dalam menyiapkan generasi muda bangsanya. Lantas bagaimana bangsa Indonesia ini bisa menjadi bangsa yang bermartabat dan menjadi unggul dari bangsa-bangsa lain ? Lalu bagaimana cara membenahi dan mengatasi permasalahan tersebut yang sudah menjadi karakter bahkan sudah menjadi kebudayaan bangsa ini ? Penulis berpendapat untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah harus membina dan membangun bangsa dengan menanamkan nilai-nilai positif pendidikan karakter, agar bangsa Indonesia memiliki karakter yang positif dan mampu bersaing dengan bangsa lain di era globalisasi. Pendidikan karakter, menurut Ratna Megawati 2004 95 adalah “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya”. Definisi lain dikemukakan oleh Fakry Gaffar 2010 1, pendidikan karakter adalah “sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuh kembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.”Pendidikan karakter adalah aspek penting dalam membangun kualitas sumber daya manusia SDM yang unggul, karena kualitas karakter bangsa akan menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Menurut Freud, kegagalan penanaman kepribadian yang baik di usia dini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Muslich, 2011 35 Kesuksesan orang tua membimbing anaknya dalam mengatasi konflik kepribadian di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan social di masa dewasanya sudah banyak wacana tentang pendidikan karakter, namun hasilnya belum optimal juga. Ini disebabkan karena dalam sistem pendidikan dini yang ada sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri kognitif dan kurang memperhatikan pengembangan otak kanan afektif, empati, dan rasa. Padahal perkembangan karakter lebih berkaitan dengan optimalisasi fungsi otak kanan. Mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan karakter pun budi pekerti dan agama ternyata pada praktik pembelajarannnya lebih menekankan pada aspek otak kiri hafalan, atau hanya sekedar “tahu”.Padahal tujuan utama dan fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Kesuma, 2013 6 Mencermati fungsi pendidikan nasional tersebut, yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat maka sudah jelaslah bahwa pendidikan karakter sangatlah penting dalam bagi keberlangsungan bangsa ini. Bukan hanya pengetahuannya saja yang diutamakan akan tetapi karakter yang bagus juga sangat diperlukan. Akan tetapi dalam kenyataannya, dunia proses pendidikan di sekolah masih banyak yang mengutamakan nilai kognitif pengetahuan-nya saja, sedangkan moral atau etika-etika yang baik diabaikan dan inilah yang menyebabkan seseorang yang telah menjadi ekonom, dokter, insinyur, ahli hukum, politikus, dan sebagainya dapat melakukan ketidakjujuran korupsi yang tiada hentinya dan itu semua diakibatkan oleh salahnya proses mendidik bangsa ketika berada pada jenjang pendidikan yang kita saksikan bersama-sama beberapa tahun kedepannya kalau proses pendidikan masih sama dengan sekarang ini, maka negeri ini akan hancur berantakan oleh tangan-tangan generasi-generasi masa kini bahkan bisa jadi tangan-tangan kita sendiri yang tidak bertanggungjawab. Supaya kesalahan yang dilakukan oleh pejabat negeri tidak terulang kembali, maka mulai dari diri kita sendiri sebaiknya menanamkan nilai-nilai positif kepada generasi penerus bangsa ini agar menjadi generasi yang unggul dan bermartabat sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, tidak hanya diintelektualnya saja kognitif tetapi juga emosionalnya etika dan penulis, nilai-nilai positif yang perlu ditanamkan sejak dini pada diri bangsa baik dalam pendidikan formal, informal, maupun non-formal harus mengacu pada pilar-pilar akhlaqul karimah Rasulullah SAW., yaitu sidiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Sidiq berarti benar. Rasulullah selalu berkomitmen pada kebenaran, selalu berkata dan berbuat benar, dan berjuang untuk menegakkan kebenaran. 1 2 Lihat Humaniora Selengkapnya
QdaA.
  • xjb05ydfem.pages.dev/501
  • xjb05ydfem.pages.dev/568
  • xjb05ydfem.pages.dev/146
  • xjb05ydfem.pages.dev/831
  • xjb05ydfem.pages.dev/139
  • xjb05ydfem.pages.dev/545
  • xjb05ydfem.pages.dev/716
  • xjb05ydfem.pages.dev/976
  • xjb05ydfem.pages.dev/362
  • xjb05ydfem.pages.dev/669
  • xjb05ydfem.pages.dev/776
  • xjb05ydfem.pages.dev/442
  • xjb05ydfem.pages.dev/926
  • xjb05ydfem.pages.dev/877
  • xjb05ydfem.pages.dev/837
  • agar bangsa indonesia mampu menjadi bangsa yang maju dan bermartabat