Mengapapada zaman pendidikan Jepang bahasa Indone NP. NailaResti P. 06 April 2022 07:16. Pertanyaan. Mengapa pada zaman pendidikan Jepang bahasa Indonesia dijadikan sebagai pelajaran wajib di sekolah? Mau dijawab kurang dari 3 menit? Coba
SEMARANG - Kampung Batik yang selama ini dikenal sebagai sentra batik di Kota Semarang rupanya tak hanya melahirkan para pembatik. Di kampung yang dideklarasikan sebagai Kampoeng Djadoel ini menyimpan sejarah panjang yang mengiringi perjalanan Kota Semarang. Tepat pada Minggu 17/10/2020 malam, warga Kampung Batik Semarang melakukan napak tilas dengan mengadakan peringatan peristiwa 17 Oktober yakni pembakaran Kampung Batik oleh pasukan Kido Butai yang menguasai Kota Semarang kala itu. Warga melakukan rangkaian acara untuk mengenang perjuangan rakyat pada 75 tahun silam. "Tanggal 17 Oktober 1945 kampung ini dibakar oleh Jepang. Kami di sini mengenang pikuknya warga saat itu yang kemudian bekerjasama gotong-royong menyirami rumah-rumah warga yang dibakar," terang Ign Luwi Yanto, salah satu inisiator peringatan ini. Dikisahkan, Kampung Batik ini dahulu menjadi tempat penyusunan rencana serangan umum rakyat Semarang dalam melawan kedudukan penjajah Jepang di wilayah Kotalama. Saat itu tepat pada tanggal 17 Oktober, Jepang yang telah menguasai sekeliling Kampung Batik dengan total 200 personil rupanya telah mengendus rencana rakyat yang dipimpin Budancho Moenadi itu. Pasukan Jepang curiga lantaran rakyat berbondong-bondong keluar kampung mengajak anak-anak hingga kemudian menyerang Kampung Batik dengan cara membakar dan menembak. "Saat itu menjelang magrib, Jepang sudah mendahului menembaki kampung batik dan akhirnya depan kampung Sayangan itu dibakar," ungkap Candra, inisiator lainnya. Berkat sumur yang ada di kampung itu, warga berhasil memadamkan kobaran api hingga menyisakan satu rumah warga. "Di antara bukti sejarah yang masih ada adalah sumur yang masih digunakan hingga sekarang. Juga pintu warga yang tertembak peluru Jepang," kata Luwi menunjukkan. *
Beritadan foto terbaru Masa Penjajahan Jepang - Perubahan Masyarakat Indonesia di Masa Penjajahan Jepang, dari Aspek Geografi hingga Budaya. Kamis, 24 Maret 2022; Cari. Network.
Api membakar replika rumah warga Kampung Batik yang dibakar tentara Jepang dalam peringatan 76 tahun Pertempuran 5 Hari di Semarang. chandra anSEMARANG - Warga Kampung Batik Kelurahan Rejomulyo Semarang, Minggu 17/10/2021 memperingati Pembakaran Kampung Batik oleh Bala Tentara Jepang yang menduduki Semarang tahun itu, Rabu 17/10/1945 tentara penjajah Jepang membakar kampung Batik karena diketahui akan menjadi tempat persiapan penyerbuan kedudukan Jepang di sekitar Kota Lama dalam perang Kemerdekaan. Karena rencana keburu diketahui, Jepang melakukan pendahuluan dengan membakar rumah di Kampung Batik Wedusan menjelang pembakaran ini ada sekitar 200 rumah yang hangus terbakar atau sekitar separuh wilayah Kampung Batik yang ludes dilalap digelar dengan mengadakan kirab air yang diambil dari sumur kebakaran yang ada di Kampung Batik Gedong. Konon dulu dari air sumur inilah api mampu juga mengarak papan kayu pintu rumah milik warga yang pada saat itu berlubang ditembak senapan Walikota Semarang Ir Hj Hevearita Gunaryanti Rahayu MSos hadir membuka dan mencanangkan peringatan ini menjadi Tradisi Titiran Kampung Batik Semarang. Titir merupakan suara kentongan penanda adanya bahaya kebakaran."Ini merupakan peringatan sejarah perjuangan rakyat Semarang yang ada dalam rangkaian peristiwa Pertempuran 5 Hari di Semarang. Dengan dikemas secara teatrikal maka akan memiliki daya tarik, apalagi ada nuansa tradisi kirab, tentu akan menjadi daya tarik wisata bagi Kampung Batik," ujar Mbak Ita, panggilan akrab kesempatan sama juga diberikan karya lagu perjuangan berjudul Langgam Pertempuran 5 Hari karya Adji Muska kepada Pemerintah Kota Semarang melalui Wakil Walikota juga menobatkan Wakil Walikota Semarang sebagai Mbok Batik Semarang." Penobatan ini merupakan apresiasi dari warga karena konsistensi dan perhatian yang luar biasa Bu Ita kepada warga Kampung Batik. Beberapa kegiatan warga, Bu Ita selalu hadir. Bahkan bila sudah membatik bersama warga sampai lupa waktu. Bu Ita bahkan sangat dekat dengan semua kalangan di sini," ujar Ign Luwiyanto, Ketua Komunitas Seni Kampoeng Djadoel Kampoeng Batik. Cha
Mengapahistoriografi modern dianggap penting bagi bangsa Indonesia. Sebelumnya telah dibahas mengenai historiografi kolonial, kali ini akan dibahas mengenai historiografi modern. Secara umum, historiografi
Kampung Batik Semarang dikenal sebagai salah satu kampung yang memiliki banyak sekali pengrajin batik di dalamnya. Tidak hanya pengrajin batik, namun ada berbagai hal unik lainnya. Salah satunya saat kamu masuk ke kampung ini kamu akan disambut dengan hiasan batik di dinding dan di jalan yang sangat kreatif. Mereka menghias dinding rumah warga, jalan yang berbahan paving dan gapura dengan gambar atau hiasan yang bertema batik. Kampung bernuansa heritage ini sering dikunjungi wisatawan karena mereka menyukainya. Tidak hanya itu, keramahan dari para penduduk juga menjadi nilai plus bagi kampung Batik Semarang Jadi Tempat WisataDengan desainnya yang unik dan juga para pengrajin yang terampil, kampung batik semarang ini menjadi salah satu destinasi wisata yang wajib untuk dikunjungi. Tidak hanya memiliki desain yang unik, kampung ini juga bisa menghilangkan stres karena kesejukannya. Suasana sejuk kampung ini bisa kamu rasakan karena banyak tanaman rindang yang ada di sekitar. Kebersihannya pun dijaga dengan baik. Hal ini bisa terbukti dengan tidak adanya kotoran atau bahkan sampah yang kamu yang suka traveling, jangan hanya ke pantai maupun ke gunung. Coba sekali sekali ke kampung batik. Sambil kita mengenal tentang batik yang menjadi ciri khas Indonesia. Oh ya, kalau kamu ingin mengunjunginya kamu bisa ke alamat berikut Jl. Batik Rejomulyo, Kec. Semarang Timur, Kota Semarang, Jawa Tengah 50227. Namun sebelum itu kamu perlu tau Batik ini sebenarnya sudah ada sejak dulu, sejak zaman penjajahan Jepang. Kampung Batik ini merupakan salah satu sumber ekonomi bagi warga sekitar. Namun Jepang membakar kampung tersebut. Tidak hanya kampung batik, tapi juga kampung di sekitarnya seperti kampung rejosari, kulitan dan bugangan. Tidak hanya itu, semua alat yang bisa digunakan untuk membuat batik juga dirusak. Hal itu dilakukan agar sumber ekonomi tidak bisa digunakan lagi. Jadi jika belanda menduduki kampung tersebut, sumber ekonomi sudah tidak ada semua sumber penghasil batik dibakar dan dihancurkan, namun ada satu pabrik yang selamat. Pabrik tersebut bernama “Batik Kerij Tan Kong Tin” milik orang Tiong Hoa di daerah Bugangan. Pemiliknya bernama Tan Kong Tin sesuai nama pabriknya. Tan Kong Tin merupakan anak dari Tan Siauw Liem yang merupakan salah satu tuan tanah di daerah semarang. Dia mengembangkan usaha batiknya dan pada akhirnya menikah dengan keturunan Hamengku Buwono III yaitu Raden Ayu Dinartiningsih. Raden Ayu Dinartiningsih yang memiliki keterampilan membatik. Karena kepiawaiannya dalam membatik Raden Ayu Dinartiningsih bisa memadukan batik dengan gambar ciri khas Yogyakarta dengan daerah pembuatan batik itu menurun dari generasi ke generasi. Setelah Raden Ayu Dinartiningsih, usaha membatik di pabrik diteruskan oleh Raden Nganten Sri Murdijanti. Beliau mengusai keterampilan membatik dengan baik. Mulai dari carik desain batik, cara membatik hingga proses celup. Para pekerja pun juga menguasainya sehingga batik yang dihasilkan semakin bagus. Batik yang diproduksi oleh pabrik ini disukai oleh para pejabat Belanda. Tidak hanya itu warga pribumi dan para wisatawan juga menyukai desain dan kualitas Batik Saat iniBatik diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Termasuk di kampung batik semarang ini. Mempelajari batik sudah menjadi hal umum bagi warga sekitar. Oleh karena itu banyak sekali pengrajin batik yang ahli di sini. Jadi kamu tidak perlu khawatir tentang kualitasnya. Tidak hanya di kain, keterampilan mereka juga digunakan untuk menghias daerah batik di kampung tersebut juga mengalami pengingkatan. Ini merupakan salah satu hal positif yang perlu kita banggakan. Jadi kamu wajib ke sana, selain untuk liburan tapi juga untuk membantu usaha batik lebih berkembang. Seperti yang aku bilang di awal bahwa di kampung ini juga memiliki spot yang “instagrammable”. Buat kalian yang hunting foto, tempat ini sangat cocok Juga Batik Indonesia Sejarah & BudayanyaItulah tadi sedikit informasi tentang Kampung Batik Semarang dan Sejarahnya. Di Indonesia masih banyak kampung batik yang unik dan sangat menginspirasi. Untuk mengetahui informasi kerajinan tangan lainnya klik link Blog Percaya bahwa Orang Indonesia Memiliki Kreativitas untuk Membuat Karya yang Belajar, Terus Berkarya dan Selalu Ini Karya Kita.
Padatanggal 15 Oktober 1945 tentara Jepang membakar rumah-rumah penduduk di kampung-kampung di Kota Semarang, meliputi: Kampung Batik, Lempongsari, Depok, Taman Serayu, Pandean Lamper, dan lain-lain. Karena peristiwa pembumihangusan itu, seluruh peralatan membatik di Kampung Batik ikut terbakar, dan kegiatan membatik di kampung itu pun terhenti.
Foto - instagram/batik_arjuna_semarangKampung batik Semarang, namanya sudah sangat sering disebut. Diantara kampung sejenis, seperti di Laweyan Solo maupun di Jogja, destinasi di Semarang ini juga sayang jika kalian Kampung Batik Semarang bukan hanya tempat pelesir. Namun sudah menjadi pusat perdagangan serta mencari oleh-oleh bagi wisatawan domestik maupun Kampung Batik SemarangFoto - instagram/wisatasemarangMungkin ada diantara kalian yang menganggap kampung batik ini baru dibentuk belakangan. Ternyata anggapan itu keliru. Karena nyatanya kampung ini sudah ada sejak zaman masa kejayaannya tempo dulu, kampung ini pun pernah terbakar pada tahun 1942. Kala itu masih masa penjajahan Jepang. Akibatnya kampung ini seolah-olah hilang dan tak lagi baru pada 1980, masyarakat lokal berusaha untuk menghidupkan kembali Kampung Batik Semarang. Memang berdiri, namun tak lama kemudian namanya tenggelam. Barulah pada tahun 2006, kampung ini ditata dan dikelola dengan baik sehingga bertahan hingga hari sejarah, batik Semarang bahkan lebih dahulu ada ketimbang Jogja dan Solo. Slah satu sumbernya ialah Robyn Maxwell, peneliti tekstil di Asia bukunya yang berjudul Textiles of Southeast Asia, ia menyebutkan jika motif batik Semarang sangat berbeda dengan batik Jogja atau motif batik yang cukup populer adalah Tugu Muda, Lawang Sewu, Asam, dan sebagainya. Ciri khasnya sangat kuat yaitu paduan batik pesisir dengan budaya masyarakat Semarang juga terkenal dengan motif lekukan pada kain di bagian bawah yang disebut lung-lungan. Pewarnaan batik pun sangat unik karena menampilkan gambaran kehidupan masyarakat di Kampung Batik SemarangSejumlah tamu yang berkunjung ke Kampung Batik Semarang. Foto - instagram/ Batik Semarang terletak di Desa Bojong, Semarang Timur, tidak terlalu jauh dari kawasan Kota Lama dan Pasar Johar. Tepatnya di Bundaran Bubakan, kamu akan menemukan sebuah gapura yang menandai jalan masuk ke wilayah Kampung Batik dari Gereja Blenduk Kota Lama menuju Kampung Batik Semarang, maka harus memutar sampai ke bundaran Bubakan. Gang masuknya berada di samping hotel masuk ke gang dan bertemu belokan ke arah kiri, terlihatlah deretan rumah di sisi kanan dan kiri jalan yang memajang batik. Ada yang memajangnya dengan gantungan, sementara yang lain sudah membangun proses produksinya juga dilakukan di tempat yang sama. Dengan demikian kalian yang datang bisa melihat secara langsung bagaimana batik dan MotifFoto - instagram/kampoengbatiksemarangHarga batik yang dijual di kampung ini sangat beragam. Masih ada yang bisa kalian bawa pulang dengan Rp50 ribu, jenisnya printing. Sementara untuk batik motif tulis, harganya bisa mencapai Rp5 motif Batik Semarang dan Jogja atau Solo ialah didominasi motif naturalis. Diantaranya berupa ikan, kupu-kupu, burung, ayam, bunga, pohon, pemandangan alam dan bangunan rumah. Hal tersebut tak jauh dari kondisi masyarakat pesisir motif batik Solo dan Yogya lebih mengekspresikan simbol-simbol atau norma-norma, sesuai dengan asal-muasalnya yaitu masyarakat kerajaan. Ciri khas batik Semarang karena daerahnya di pesisir corak warnanya cukup berbagai macam motif yang disukai wisatawan seperti motif Peterongan, motif Gajahmungkur, motif Blekok Srondol, motif Parang Asem, motif Lawang Sewu, motif Asem Sedompyok dan masih banyak motif pengrajin Kampung Batik Semarang memanfaatkan pewarna alami. Bahan-bahan alaminya seperti kayu mahoni, pohon indigo, dan bahan-bahan alami lainnya. Warna alam ini yang kini sangat digemari kalangan wisatawan mancanegara karena lebih ramah lingkungan. Belajar MembatikDi Kampung Batik Semarang bisa belajar membatik dari para pengrajin. Foto - instagram/tatabusana_smkbinusaTak hanya baju ataupun kain batik, kalian bisa juga membeli barang lain seperti aksesoris. Namun tetap ada bau batiknya, misalnya tas, sepatu, hingga pernak-pernik gantungan kunci bercorak Batik Semarang. Nah, ada satu lagi keunikan Kampung Batik Semarang. Di sini kalian bebas jika ingin belajar membatik. Memang tidak semua pengrajin menyediakan tempat belajar. Namun enam dari 10 tempat begitu kalian bebas memilih tempat mana yang akan dijadikan tempat belajar membatik. Cukup dengan membayar ongkos belajar yang tak terlalu mahal, kalian dapat mencoba belajar membatik motif-motif Semarangan seperti motif asam, burung blekok, warak, hingga lawing sewu di khawatir, para pengrajin pun siap untuk mengajarinya dengan ramah, tentunya kalian juga dapat membawa pulang hasil tersebut sebagai buah tangan Kampung Batik Semarang. Bila ingin fokus, belajarlah akan tahu bagaimana prosesnya, mulai pencantingan hingga pewarnaan sendiri biasanya dimulai sejak pagi hari. Kalian bakal belajar bagaimana rumitnya proses membuat sehelai kain batik. Mulai dari menciptakan motif, menggambarkan desainnya di kain, melelehkan malam, membatik, hingga proses pewarnaan dan pencuciannya disini. Tak heran kain tersebut bisa bernilai ratusan ribu hingga jutaan setelah menjadi sebuah batik. ***
Semarangposcom, SEMARANG — Semarang memiliki batik khas yang banyak dikenal sebagai batik semarangan. Batik yang dipercaya muncul sejak abad XVIII ini sempat hilang karena adanya perang saat masa penjajahan Jepang. Semarang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah. Meski tidak dikenal sebagai salah satu kota batik, Semarang tetap memiliki batik khasnya sendiri. Batik yang dibuat di []
KAMPUNG Batik di Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang berada tidak jauh dari kawasan Kota Lama Semarang akhir-akhir ini menjadi sebuah kampung yang cukup populer. Setiap hari, ratusan wisatawan domestik maupun mancanegara yang datang ke kota 'Lumpia' ini menyempatkan berkunjung di kampung sempit yang ruas jalannya hanya cukup untuk dua sepeda motor berpapasan. Kampung batik ini sempat mengalami kejayaan pada masa kolonial. Namun hasil kerajinan kain batik warga di kampung ini menjadi salah satu sentral produksi batik di Jawa Tengah ini pernah mengalami kebakaran pada masa penjajahan Jepang 1942. Kebakaran hebat hanya menyisakan nama Kampung Batik tetapi tidak ada aktivitas membatik. Di kampung yang tidak terlalu luas dan cukup 30 menit untuk memutari gang-gang yang ada, media 1980, warga yang merupakan keturunan perajin batik mencoba bangkit kembali namun tidak bertahan lama dan kembali terpuruk. Hingga pada 2006, dengan dukungan penuh Pemerintah Kota Semarang dan Dewan Kerajinan Nasional Daerah yang memberikan pelatihan membatik dan sosialisasi batik semarangan, kampung batik tersebut akhirnya kembali bangkit. Kampung batik kini kembali moncer sebagai kawasan kunjungan wisata di Kota Semarang, selain tumbuh para perajin batik yang membuka usaha art shop, toko khusus kain batik juga menjadi arena belajar membatik. Kampung juga sekaligus menjadi arena pemotretan karena banyak lokasi-lojasi menarik dengan mural di tembok rumah warga. Ada kampoeng Jadoel yang hampir sebagian besar bangunan adalah bangunan tua termasuk ornamen rumah. Di sini tidak hanya bentuk bangunan rumah tetapi juga banyak mural dengan berbagai tema yang mampu menghipnosis pengunjung untuk berswafoto dan sekaligus art shop serta rumah produksi. Menjelajah Kampung Batik Semarang terasa tidak jemu, selain dapat menikmati bebagai gambar mural sepanjang perjalanan dari gang sempit, para wisatawan dapat terpuaskan berbelanja batik dengan harga yang terjangkau dari hingga Rp5 juta per potong sesuai keinginan dan kantong. Tidak terlalu beda dengan kampung-kampung batik di daerah lain seperti Lawenan Solo atau Kapung Batik Pekalongan, Kampung Batik Semarang ini selain tumbuh usaha perdagangan batik dari mulai kerajinan batik printing, cap dan tulis. Namun di sini, banyak galeri yang memberikan kesempatan pengunjung untuk belajar membatik dengan biaya Rp20 ribu - per orang. Seiring dengan perkembangan Kampung Batik Semarang, cukup menarik di sini ialah motif dan corak khas batik Semarangan yang ikut terpopulerkan yang diproduksi secara khusus para perajin di kampung ini. "Para pengunjung di sini pada umumnya mencari Batik Semarangan yang mempunyai corak dan warna berbeda dengan batik dari daerah lain," kata Cristina Riyastuti, salah seorang pemilik art shop batik. Batik Semarangan yang mempunyai motif dan corak khas. Seorang perajin lainnya, Eko, mengatakan motif seperti lawang sewu, tugumuda, kuntul, asem, flora dan fauna ini banyak dicari. Apalagi banyak sekolah di Semarang yang mewajibkan seragam batik khas semarangan, meskipun harga lebih mahal dibanding batik lain yang sama bahan dan merupakan batik cap. "Selisih harga Rp25 ribu per potong, untuk batik Semarangan Rp125 ribu-Rp175 ribu per potong," imbuhnya. Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan kampung Batik Semarang merupakan salah satu kampung tematik dari 32 kelurahan di 16 kecamatan di Semarang. Kampung batik initelah menjadi program Pemkot Semarang untuk menarik wisatawan berkunjung. Secara bersamaan di kampung tersebut memang menjadi sentra perajin batik sejak jaman kolonial. Pemerintah Kota Semarang sejak beberapa tahun lalu, lanjut Hendrar Prihadi, untuk meningkatkan kunjungan wisata berkonsentrasi penuh melakukan pembenahan wilayah. Tidak hanya bidang infrastruktur tetapi juga mengembalikan wajah kota seperti saat kota ini di bangun. Pembenahan yang dilakukan di antaranya kota lama, pasar johar berikut alun-alunnya, kampung batik serta lainnya. "Tahun lalu jumlah wisatawan di Kota Semarang capai 5,56 juta orang, tahun ini tentunya bakal ditingkatkan lagi," ujar Hendrar. OL-3
Wawancaradengan Bapak Eko Haryanto, Pengusaha Batik dan dulunya ketua pagayuban tahun 90-an, Pada tanggal 10Mei 2015 Pukul 12.52 WIB bertempat Di Kampung Batik Semarang. Wawancara dengan Jamini, Sesepuh dikampung batik. Pada Tanggal 9 Februari 2015 Pukul 14.30 WIB Bertempat Di Kampung Batik Semarang.
Motif batik asam arang diambil dari laman batik figa, Kamis 13/8/2020. SEMARANG — Semarang memiliki batik khas yang banyak dikenal sebagai batik semarangan. Batik yang dipercaya muncul sejak abad XVIII ini sempat hilang karena adanya perang saat masa penjajahan Jepang. Semarang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah. Meski tidak dikenal sebagai salah satu kota batik, Semarang tetap memiliki batik khasnya sendiri. Batik yang dibuat di Semarang biasa dikenal sebagai batik semarangan. Batik semarangan dipercaya berkembang pada abad 18. Batik khas Kota Semarang itu pada awalnya digunakan sebagai sarana penyebaran agama Islam oleh Ki Ageng Pandan Arang. Batik semarangan banyak berkembang di beberapa kampung batik di Semarang, salah satunya adalah Kampung Rejomulyo. Ini Beda Batik Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran Namun, akibat adanya Pertempuran Lima Hari, kampung-kampung batik di Semarang habis terbakar. Proses pembuatan batik semarangan akhirnya terhenti. Pada tahun 1980 sempat muncul benih sentra batik. Namun, tidak bertahan lama karena tidak adanya generasi yang meneruskan tradisi membatik di kota itu. Pada tahun 2006, industri di kampung batik kembali dibangun. Pembinaan dilakukan secara teknis mengenai cara pembuatan batik mulai dari pembuatan pola hingga pewarnaan dengan bahan alami. Hingga pada tahun 2007 dilakukan seminar mengenai beragam motif batik khas Semarang. Ragam Motif Semarangan Batik semarangan bukanlah benda budaya yang berkembangan di lingkungan keraton. Hal ini menyebabkan batik jenis ini tidak memiliki pakem atau aturan tertentu dalam pembuatannya. Motif dan warna dalam batik khas Semarang dibuat sesuai dengan keinginan pembuatnya. Pada awalnya, batik khas Semarang didominasi oleh motif flora dan fauna. Namun, karena dianggap kurang variatif, para pengrajin mulai mengembangkan motif baru dalam batik semarangan. Demi Bisa Belajar Online, Bocah Grobogan Jadi Kuli Bangunan Pengrajin mulai menggambar ikon-ikon Semarang untuk dijadikan motif batik. Adapun motif batik yang menggambarkan ikon Semarang beberapa di antaranya batik lawang sewu, batik blekok srondol, dan batik asem arang. Batik lawang sewu menggambarkan bangunan yang menjadi destinasi wisata favorit di Semarang, yakni Lawang Sewu. Batik blekok srondol menggambarkan sepasang burung blekok yang saling berhadapan. Batik ini terinspirasi oleh keberadaan blekok liar di kawasan Srondol. Sedangkan untuk motif asem arang terinspirasi dari pohon asem arang yang tumbuh pada akhir abad 15 yang sekaligus menjadi cikal bakal nama Semarang. KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya Baca Juga Mempertahankan Eksistensi Kampung Batik Semarang Menengok Industri Batik di Kampung Batik Semarang Jangan Lewatkan, Semua Tentang Batik Ada di Virtual Amazing Batik Solopos Mengenal Kekayaan Blora dari Batik Khasnya Yuk Mengenal Uniknya Ragam Hias Batik Magelang Batik Ciprat, Karya Unik Penyandang Disabilitas yang Banyak Diburu Mengenal Batik Bakaran, Buah Pelarian Abdi Majapahit di Pati
Lubanglubang pembantaian orang-orang yang dituduh komunis di Aceh pada 1965 dapat ditemukan di berbagai tempat, termasuk di perbukitan Seulawah, Sigli. BBC News Indonesia mendatanginya, bertemu
Telah ada aktivitas produksi batik di Kampung Batik ini, namun volumenya masih kecil. Lokasi Kampung Batik Semarang tidak jauh dari Bundaran Bubakan, Semarang Tengah. Bundaran ini cukup dekat dari pusat kota Semarang. Dari Pasar Johar, menuju arah Jalan Patimura atau Dr Cipto. Sedang kan dari Simpang Lima, menuju Jalan MT Haryono, ke arah Pasar Johar. Bisnis batik belum menjadi urat nadi perekonomian di Kampung Batik yang semakin padat penduduk dan disesaki rumah. Di perkampungan ini, hanya beberapa bangunan yang digunakan untuk kegiatan membatik dan gerai penjualan. Selain itu ada Balai Batik yang peralatannya cukup lengkap, seperti alat cap, canting, kompor, hingga ember untuk mencelup kain. Mengingat keterbatasan tempat, pewarnaan batik tidak menggunakan proses celup, tetapi dengan "mencolet" menggunakan kuas seperti mewarnai lukisan. Ini dilakukan untuk mengurangi limbah pewarna, sedangkan pencantingan dilakukan dengan pemanasan listrik, yang lebih hemat. Balai batik selain berfungsi sebagai tempat memamerkan hasil batik juga sebagai tempat belajar membatik dengan membayar per orang. Kampung Batik yang letaknya cukup dekat dengan Pasar Johar dan Bubakan, salah satu kawasan perdagangan tersibuk di kota ini, sebelum kemerdekaan memang menjadi salah satu sentra produksi batik di Jawa. Menurut peneliti batik Semarang, Dewi Yuliati, kampung batik sebelum masa penjajahan Jepang memang merupakan sentra kerajinan batik di Semarang. "Namun, tradisi membatik di kampung Batik Semarang terputus ketika kota ini menjadi kancah peperangan pada masa pendudukan Jepang dan masa setelah kemerdekaan," katanya kepada Laksita, mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang, awal April lalu. Menurut Dewi pada masa pendudukan Jepang, pemuda di Kampung Batik sering konflik dengan serdadu Jepang. "Saat itu Kampung Batik dibumihanguskan. Meski demikian, masih ada generasi penerus pembatik di sana," kata Dewi. Ketika pendudukan Jepang, tidak ada lagi produksi batik di Kampung Batik karena Jepang melarang semua kegiatan produksi selain yang diizinkan, yaitu hanya memproduksi barang-barang keperluan perang. Setelah pendudukan Jepang berakhir, barulah muncul kembali para pengrajin batik di Kampung Batik. Akan tetapi, untuk mengembalikan masa keemasan sebelum zaman pendudukan Jepang tidaklah mudah, apalagi teknologi cap printing dari India sudah mulai dikenal dalam kerajinan batik. Puncaknya, pada akhir tahun 1970-an batik tulis Semarang mengalami kemunduran ketika muncul kain cap printing, terutama dengan masuknya investor dari India. Setelah itu Kampung Batik tidak lagi dikenal sebagai penghasil batik di Semarang. Bisnis batik di Kampung Batik mati suri selama puluhan. Menyadari hal itu, Dewan Kerajinan Kota Semarang pada 2006 mulai mencoba menghidupkan industri kerajinan batik di Kampung Batik. Namun denyut bisnis batik di kampung ini memang terasa pelan. Masih banyak hal yang harus dibenahi untuk mengembalikan kejayaan sentra produksi batik di kampung tersebut. Menurut Ketua Paguyuban Kampoeng Batik, Tri Utomo, saat ini ada 25 orang perajin yang tergabung dalam paguyuban Kampoeng Batik, namun hanya lima orang yang skala usaha lumayan besar, sedangkan selebihnya masih membuat batik dengan skala rumahan. Perajin rumahan ini biasanya hanya bisa menyelesaikan dua hingga tiga batik per harinya. Hasil batik itu biasanya dititipkan di balai batik untuk kemudian dijual. Menurut Tri, ada beberapa kendala untuk menghidupkan kembali kegiatan membatik di Kampung Batik, terutama masalah tempat. "Untuk membuat batik perajin butuh tempat yang luas, termasuk untuk proses pewarnaan dan penjemuran, sedangkan lahan di sekitar sudah padat dengan rumah-rumah penduduk," kata Tri. Masalah lain semangat kewirausahaan yang belum kuat sehingga banyak di antara mereka yang menjadikan aktivitas membatik hanya sebagai pengisi waktu luang. Latah Menurut dia saat ini banyak perajin pemula yang mulai bermunculan, tetapi kebanyakan dari mereka latah atau hanya ikut-ikutan karena belakangan ini bisnis batik memang menggiurkan. "Ada proses seleksi alam, yang hasilnya baru bisa kita lihat lima atau 10 tahun lagi. Pengrajin yang bakal eksis adalah mereka yang bisa terus konsisten," kata Tri. Seleksi alam mulai kelihatan. Enam tahun lalu, Dewan Kerajinan Nasional Kota Semarang melatih puluhan orang belajar membatik, namun yang bertahan hingga seakarng tinggal beberapa orang. Iin Windi merupakan salah seorang di antaranya. Iin mengisahkan, saat itu kota Semarang belum memiliki suvenir khas, selain kuliner, seperti lunpia atau wingko babat. Melihat adanya peluang usaha dengan menjadi perajin batik, Iin dan suaminya kemudian mendirikan usaha batik dengan merek dagang Batik Semarang Indah di rumahnya di Kampung Batik. Keterampilan membatik Iin tidak hanya didapat melalui pelatihan, tetapi juga dari bakat yang diturunkan oleh keluarganya. Saat masih kecil, neneknya pernah mengajari membatik. "Saya tidak tahu keterampilan itu namanya membatik karena pada saat itu sosialisasi membatik di Semarang tidak ada," katanya. Kini, usaha batiknya bisa dibilang cukup sukses, terbukti omzet penjualannya rata-rata mencapai Rp60 juta rupiah per bulan. Kendati demikian ia masih melihat ada kendala, yakni ketersediaan bahan pembuatan batik dan jumlah tenaga kerja pengrajin yang terbatas. Walaupun terletak di sentra pembuatan batik semarangan, Iin mengaku sulit mencari orang yang mau menjadi perajin batik. "Untuk ukuran industri batik, 35 orang pegawai yang saya punya sebenarnya kurang karena permintaan banyak," katanya. Ibu dua anak ini merasa prihatin dengan memudarnya budaya membatik di Kampung Batik. Salah satu penyebabnya kian sedikitnya pekerja yang mau menekuni keterampilan membatik. "Mungkin karena letak Kampung Batik di tengah kota maka sulit mencari orang yang mau menjadi pengrajin batik. Banyak warga Kampung Batik yang lebih suka bekerja di tempat lain," katanya. Ada pula yang mencoba jalan pintas. Beberapa pengusaha batik semarangan di kampung itu yang tidak membuat sendiri batiknya, tetapi membuatnya di kota lain, seperti Pekalongan. "Mungkin mereka tidak mau merintis dari awal atau mungkin mereka tidak mau berspekulasi dalam membuat batik semarangan," katanya. Menghidupkan kembali membatik di Kampung Batik memang tidak mudah, namun Iin dan suaminya menegaskan tidak akan menyerah karena bisnis batik sebenarnya memang berprospek cerah.
Pertumbuhangerakan ini cepat dikarenakan ketidakpuasan rakyat Surakarta terhadap Kasunanan. Gerakan ini di kemudian hari dikenal sebagai Pemberontakan Tan Malaka. Motif lain adalah perampasan tanah-tanah pertanian yang dikuasai kedua monarki untuk dibagi-bagi ke petani ( landreform) oleh gerakan sosialis.
Home News Senin, 18 Oktober 2021 - 1306 WIB A A A Sejumlah warga menggelar kirab dan teatrikal Titiran Kampung Batik di Kampoeng Djadoel Kampung Batik Tengah, Semarang, Jawa Tengah, Minggu 17/10/2021 sore. Titiran Kampung Batik adalah Peringatan Pembakaran Kampung Batik Semarang oleh bala tentara Jepang saat meletus Pertempuran 5 Hari pada Rabu 17/10/1945.Titiran diambil dari kata Titir berasal dari Suara Kentongan Titir. Titir adalah suara kentongan untuk menandai kebakaran. Saat itu, saat dibakarnya Kampung Batik oleh Tentara Jepang, suara Titir membangkitkan warga untuk bergotong royong membantu memadamkan api yang membakar hampir separuh wilayah Kampung itu Jepang mulai membakar menjelang kampung batik menjelang maghrib dan api berhasil dipadamkan pada tengah malam sekitar pukul WIB. Peringatan ini juga mengarak papan pintu rumah warga yang pada saat kejadian 76 tahun lalu terlubang ditembak prosesi peringatan, ditampilkan drama teatrikal peristiwa pembakaran. Terdapat tentara Jepang yang diperankan komunitas sepeda membakar replika rumah warga. Api yang membakar rumah berkobar dan membuat warga menabuh kentongan titir. Warga pun berbondong memadamkan air yang diambil dari sumur kebakaran yang kini masih dipertahankan di Kampung Batik Gedong. sra Anda punya koleksi foto jalan-jalan yang keren, liburan tak terlupakan, atau foto indah penuh makna? Kirim foto-foto Anda untuk tampil di GALERIMU Foto Terkait Foto Terkini Komentar Copyright © 2023 All Rights Reserved. view/ rendering in seconds 21026
Kemudiankomersialisasi seks di Indonesia berkembang pada masa pendudukan Jepang (antara tahun 1941-1945), setelah melihat sedikit dari aktifitas prostitusi pada masa pemerintahan kolonial Belanda, dengan menjadikan area-area perkebunan di bawah monopoli VOC sebagai ajang prostitusi bahkan dapat melegalkannya dalam bentuk perkawinan campur
SEMARANG – Batik Semarang ternyata telah menempuh perjalanan sejarah yang cukup panjang serta memiliki ciri khas dan keunikan, sehingga layak dikembangkan dan dicatat sebagai warisan budaya. Sejarawan Fakultas Ilmu Budaya FIB Universitas Diponegoro UNDIP, Prof Dr Dewi Yuliati MA mengatakan bahwa keberadaan Kampung Batik di Kawasan Bubakan atau Jurnatan merupakan indikasi bahwa kerajinan batik sudah tumbuh dan berkembang di Semarang sejak wilayah ini menjadi sebuah kota. Di Jawa ada kebiasaan memberi nama kampung toponim di sekitar pusat-pusat kekuasaan berdasarkan mata pencaharian atau profesi warganya. Di sekitar Bubakan yang merupakan pusat pemerintahan Semarang kuno, selain ada Kampung Batik tempat para pengrajin batik tinggal dan berkegiatan, ada Kampung Pedamaran yang merupakan tempat perdagangan damar sebagai bahan pewarna batik, Sayangan yang merupakan sentra pengrajin alat rumah tangga berbahan perunggu, Petudungan yang menjadi tempat pengrajin caping dan lainnya. “Keberadaan Kampung Batik dan Pedamaran menjadi indikator bahwa industri kerajinan batik sudah mengakar di Semarang,” kata Prof Dewi Yuliati yang sudah melakukan beberapa penelitian sejarah Semarang sejak masa pembentukannya pada pertengah abad ke-16 sampai dengan abad ke-20. Gambar 1. Situasi Kerajinan Batik di Kampung Batik di Semarang pada tahun 1910 Sumber Guru besar Ilmu sejarah dari Prodi Sejarah FIB Undip ini mengungkapkan bahwa informasi tentang Bubakan sebagai pusat pemerintahan Semarang kuno termuat dalam Serat Kandhaning Ringit Purwo naskah KGB No 7, yang menceritakan pada tahun 1476 Ki Pandan Arang I telah menetap di Pulau Tirang. Peristiwa itu ditandai dengan candra sengkala Awak Terus Cahya Jati. Kemudian Ki Pandan Arang membuka tempat permukiman baru di daerah pegisikan atau pantai, dan menurut cerita tradisi tempat itu diberi nama Bubakan, berasal dari kata “bubak” yang berarti membuka sebidang tanah dan menjadikannya sebagai tempat permukiman. Mengenai nama tempat di kawasan itu yang disebut Jurnatan, menurut Dewi, juga terkait dengan keberadaannya sebagai pusat pemerintahan. Jurnatan diduga menjadi tempat Ki Pandan Arang I menjabat sebagai juru nata pejabat kerajaan di bawah kekuasaan Kerajaan Demak. Karena menjadi tempat tinggal sang juru nata, kemudian tempat tersebut dikenal dengan Jurnatan. Kedudukan Kampung Batik menjadi bagian tak terpisahkan dari pusat kekuasaan, yaitu sebagai penyedia kebutuhan bahan sandang bagi para penguasa, pegawai pemerintah, serta masyarakat kota. Batik Semarang, katanya, memang tidak memiliki motif yang baku. Namun produknya bisa dikenali dari pemakaian motif yang naturalis dan realistik seperti burung merak yang melambangkan keindahan dan perlindungan keluarga, bangau yang menjadi simbol panen dan kemakmuran, ayam jago sebagai simbol kejantanan, dan kupu-kupu yang melambangkan keindahan, kesuburan, dan harapan mencapai kedudukan yang tinggi. Motif lainnya adalah ikan sebagai simbol kemaritiman, daun asam yang diyakini sebagai awal penamaan Semarang, pohon bambu sebagai simbol kemudahan hidup, bukit sebagai simbol kekotaan Semarang, dan laut simbol kemaritiman. Ciri-ciri lain dari batik semarang adalah pemakaian warna yang cerah. Kultur pesisir yang terus terang dimanifestasikan dalam pilihan warna terang seperti merah, oranye, ungu, dan biru. “Warna cerah menjadi ciri khas batik semarang yang mudah dikenali,”ungkapnya, Selasa 16/3/2021 Dari catatan yang ada, pada abad 19 diketahui ada 2 wanita Indo-Eropa yang masuk dalam industri batik di Semarang. Nyonya Oosterom & Nyonya Von Franquemont telah membuat batik dengan 59 motif, antara lain tokoh-tokoh wayang, naga, Dewi Shih Wang Mu dan pohon persik, dan garuda. Ada juga sarung dengan motif isen-isen ikan. Gambar 2. Batik Semarang tahun 1860, Perusahaan Von Franquemont; Motif Dewi Shi Wang Mu, burung burung phoenix dan pohon persik. Catatan Dewi Shi Wang Mu adalah dewi pengatur surga bagian Barat, pemberi kesejahteraan, usia panjang, dan kebahagiaan abadi. Buah persik diyakini oleh masyarakat Cina sebagai obat untuk kelangsungan hidup keabadian para dewa-dewi. Dewi Hsi Wang Mu selalu ditemani oleh burung phoenix = satwa dalam mitologi Cina yang melambangkan keagungan dan kecantikan. Masa kejayaan batik Semarang terjadi awal abad ke-20, yang dapat dilihat dari banyaknya penduduk pribumi yang mengandalkan mata pencaharian mereka di sektor industri kerajinan batik. Hal itu tercatat dalam laporan pemerintah kolonial Belanda tentang keberadaan industri di berbagai Karesidenan di Jawa. Pada rentang tahun 1919-1925, jumlah usaha dalam sektor kerajinan batik di Semarang berkembang dalam jumlah unit usaha dan tenaga kerjanya. Dalam Catatan Koloniaal Verslag pada tahun 1919 di Semarang ada 25 industri batik dengan 58 tenaga terampil dan 176 pekerja kasar, sementara di tahun 1925 jumlah industrinya ada 107 perusahaan dengan 491 tenaga terampil dan 317 tenaga kasar. Perkembangan itu terkait dengan Perang Dunia I yang membuat impor tekstil dari India, Belanda, dan Inggris terhenti. Kebutuhan sandang harus dipenuhi produk lokal, dan batik menjadi pilihannya. Namun, masuknya Jepang pada tahun 1943 merusak semuanya, Kampung Batik menjadi salah satu sasaran pembakaran. Memang masih ada perusahaan batik yang bertahan, dan berkembang sampai tahun 1970-an seperti “ASACO” dan Tan Kong Tien Batikkerij milik pengusaha Tionghoa Tan Kong Tien yang menikah dengan salah satu keturunan Hamengku Buwono III, Raden Ayu Dinartiningsih. Tan Kong Tien adalah salah seorang putera dari Tan Siauw Liem, seorang tuan tanah dan mayor di Semarang, yang kekayaan tanahnya meliputi kawasan Bugangan sampai Plewan seluas 90 ha. Dia memperoleh keahlian membatik dari istrinya yang masih kerabat keraton Jogja. Batik Semarangan bangkit lagi dengan dilakukannya pelatihan di tahun 2006 yang diinisiasi oleh para peneliti dari Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Undip dan didukung pemerintah Kota Semarang. Masa awal kepemimpinan Walikota Hendrar Prihardi kembali mendorong kebangkitan batik Semarang sebagai identitas budaya. “Pada kondisi seperti sekarang, dibutuhkan bantuan yang lebih konkrit. Selain pendampingan dan pelatihan, bantuan modal dan promosi sangat penting. Apalagi kalau Batik Semarang bisa dipakai sebagai busana seragam di lingkungan Pemkot Semarang, industri kerajinan Batik Semarang ini pasti akan bergerak lagi,” harap Dewi Yuliati.
WaAjPZ. xjb05ydfem.pages.dev/640xjb05ydfem.pages.dev/542xjb05ydfem.pages.dev/72xjb05ydfem.pages.dev/371xjb05ydfem.pages.dev/872xjb05ydfem.pages.dev/862xjb05ydfem.pages.dev/214xjb05ydfem.pages.dev/741xjb05ydfem.pages.dev/54xjb05ydfem.pages.dev/594xjb05ydfem.pages.dev/572xjb05ydfem.pages.dev/346xjb05ydfem.pages.dev/477xjb05ydfem.pages.dev/553xjb05ydfem.pages.dev/307
mengapa pada zaman penjajahan jepang membakar kampung batik semarang